KALUT XX

321 52 3
                                    


Setelah pertemuan yang penuh emosi itu, Milk kembali ke rumah dengan hati yang semakin hancur. Setiap langkah terasa berat, seperti tertanam beban dari kesalahan yang terus menghantuinya. Dia telah mencoba segala cara untuk mendekati Love, tapi hasilnya selalu sama, selalu dapat penolakan. Namun, meski rasa putus asa mulai menyelimuti, tekad Milk untuk memperbaiki semuanya tetap kokoh.

Dalam minggu-minggu berikutnya, Milk tidak menyerah. Pesan demi pesan dikirimkan kepada Love, penuh dengan permintaan maaf dan harapan untuk diberi kesempatan menjelaskan lebih dalam. Namtan juga tidak berhenti membantu, terus-menerus menjadi jembatan yang menghubungkan Milk dengan Love, meski usahanya sering berakhir dengan keheningan di sisi Love. Love tetap menjaga jarak, enggan untuk berkomunikasi.

---

Suatu malam, Milk duduk di balkon sambil menatap bintang-bintang, pikirannya penuh dengan pertanyaan tentang bagaimana semuanya bisa berubah menjadi serumit ini. Di sampingnya ada Namtan yang sedang menatap Milk dengan perasaan bersalah dan prihatin. Milk telah melakukan segalanya—tapi hasilnya selalu nihil.

"Lu masih punya rencana buat ngomong sama Love?" tanya Namtan, suaranya pelan tapi penuh empati.

Milk menggeleng lemah, tatapannya kosong. "Gua gak tau lagi, Tan. Gua udah coba segala cara.. gak ada perubahan. Semakin lama, gua semakin ngerasa putus asa apa gua nyerah aja ya?"

Namtan menatap Milk dengan perhatian penuh, mencoba memberikan sedikit harapan. "Gua ngerti, Milk. Tapi lu jangan nyerah dulu, gua ada ide nih biar lu bisa ketemu sama love. Coba lu ajak dia ketemu di tempat favorite kalian. Mungkin, suasana itu bisa bikin dia mau dengerin lu. Kadang, kenangan bisa ngebuka hati yang udah tertutup."

Milk menatap Namtan, sedikit harapan kembali muncul di hatinya. "Tempat yang penuh kenangan... apa gua ajak ke taman favorite gua aja?" pikirnya.

Namtan mengangguk. "Bisa tuh, lu ajak ke taman di pinggiran kota itu. Dulu lu sering ke sana, kan? Tempat itu mungkin bisa buat Love mau dengerin lu."

---

Beberapa hari kemudian, Milk memberanikan diri untuk mengirimkan satu pesan lagi ke Love, mengajaknya bertemu di taman yang dulu pernah mereka kunjungi. Tempat yang dipenuhi oleh tawa dan kebahagiaan. Meski tak yakin Love akan datang, Milk tetap menunggu di bangku yang dulu pernah ia duduki bersama, memandangi jalan masuk taman dengan penuh harap.

Setelah beberapa saat, Love muncul, berjalan perlahan. Tatapannya penuh keraguan, tapi dia tetap mendekat. Milk berdiri, jantungnya berdegup kencang. Dia tahu, ini mungkin kesempatan terakhirnya.

"Love," panggil Milk dengan lembut. "Terima kasih sudah datang. Aku tahu ini nggak mudah buat kamu."

Love menatap Milk dengan ekspresi campur aduk, antara marah, kecewa, dan bingung. "Milk... aku datang kesini karena aku juga butuh penjelasan, soal semua ini."

Milk menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberaniannya. "Aku minta maaf, Love. Aku tahu aku udah menghancurkan segalanya. Aku cuma pengen kamu tahu, bahwa aku nggak pernah bermaksud nyakitin kamu. aku cuma nggak tahu gimana cara ngejelasinnya dari awal."

Love tetap diam, mendengarkan meski hatinya masih terasa berat.

Milk melanjutkan, "Aku takut kehilangan kamu, Love. Itu sebabnya aku gak bilang apa-apa. Tapi aku tahu, aku salah. dan aku gak bisa menyembunyikan ini dari kamu lebih lama lagi."

Love menatap Milk dengan air mata yang menggenang di matanya. "Aku udah kehilangan kepercayaan padamu, Milk. Semua yang kamu lakukan terasa seperti kebohongan. Aku gak tahu lagi apa yang nyata."

Milk merasakan hatinya hancur, tapi dia tetap berusaha keras untuk tidak menyerah. "Aku nggak akan minta kamu buat memaafkanku sekarang. Tapi aku mau kita mulai dari awal, mungkin, sebagai teman... Jika itu bisa membuat kamu kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya."

Love terdiam lama. Dia memandang Milk dengan tatapan yang penuh keraguan dan ketakutan, tapi ada secercah harapan di sana. "Aku... nggak tahu, Milk. Mungkin kita bisa coba mulai dari awal, tapi aku nggak janji apa-apa. Ini nggak mudah."

Milk tersenyum kecil, merasa sedikit beban terangkat dari hatinya. "Aku tahu ini nggak mudah, Love. Tapi aku siap menunggu, seberapa lama pun itu. Karena aku masih mencintaimu, dan aku ingin memperbaiki semuanya."

Love tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya mengangguk pelan, lalu duduk di samping Milk. Mereka berdua duduk dalam keheningan, tapi untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ada perasaan bahwa mungkin semua ini bisa mereka perbaiki.








- TBC -

Jangan lupa pencet ⭐️ ya guys, makasih 🫶

KALUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang