KALUT XXI

302 48 4
                                    

Minggu-minggu berlalu, dan Milk mulai merasakan sedikit ada perubahan dalam hubungannya dengan Love. Walaupun Love masih terlihat hati-hati, ia mulai lebih sering berbicara dan menghabiskan waktu bersama Milk lagi. Mereka kembali menjalin komunikasi, meskipun tidak seintens dulu.

Suatu sore, Milk mengajak Love berjalan-jalan di taman pinggir kota, tempat yang sering mereka kunjungi. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma dedaunan yang mulai gugur, seolah-olah alam pun menyadari bahwa sesuatu yang penting sedang terjadi di antara mereka.

Mereka duduk di bangku taman, keheningan menyelimuti, namun keheningan itu tidak lagi terasa menakutkan. Justru, ada kenyamanan dalam diam mereka, seperti dua orang yang perlahan menemukan jalan kembali setelah sekian lama terpisah.

Setelah beberapa saat, Milk memutuskan untuk bicara. "Love," katanya pelan, tatapannya penuh harap. "Aku tahu kita nggak bisa kembali sepenuhnya seperti dulu. Tapi aku pengen kita punya kesempatan baru. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi."

Love menatap Milk, ada kehangatan di matanya, meski keraguan masih tersisa—bekas luka yang belum sepenuhnya sembuh. "Aku juga nggak mau kehilangan kamu, Milk," jawabnya, suaranya lembut namun ragu. "Tapi kamu tahu, aku masih butuh waktu. Aku... nggak bisa langsung lupa semuanya."

Milk mengangguk penuh pengertian, tanpa ada paksaan di wajahnya. "Aku ngerti, Love. Aku nggak akan buru-buru atau maksa kamu. Tapi aku cuma pengen kita bisa pelan-pelan, buat ngejalanin semua ini lagi.."

Love tersenyum kecil, meski hatinya masih penuh emosi campur aduk. "iya kita coba jalanni ini secara perlahan," katanya. "Tapi kali ini, nggak ada lagi rahasia. Aku nggak mau ada lagi kebohongan diantara kita, Milk. Aku udah nggak sanggup kalau kamu berbohong lagi."

Milk menatapnya dengan syukur dan memeluk Love dengan erat. "Makasih Love. Aku janji," bisiknya, namun nadanya tegas. "Nggak akan ada lagi rahasia. Aku bakal lebih terbuka ke kamu,. Nggak akan ada lagi yang kusimpan."

---

Hari-hari berikutnya, hubungan mereka perlahan membaik. Mereka belajar untuk lebih jujur dan terbuka satu sama lain. Love mulai merasa lebih nyaman, meski sesekali kenangan pahit itu masih menghampiri. Namun setiap kali itu terjadi, Milk selalu ada, menenangkan dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Suatu malam, setelah menghadiri acara konser di kampus, Milk mengajak Love ke atap gedung kampus, tempat mereka dulu sering melihat bintang bersama. Langit malam itu cerah, penuh bintang seperti malam-malam sebelumnya. Tapi kali ini, suasananya berbeda. Ada kehangatan yang baru, perasaan damai yang sudah lama hilang.

Love memandang langit malam, merasa tenang untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama. Udara malam terasa sejuk, tapi tidak lagi terasa menusuk seperti sebelumnya. Ada kehangatan di sana, datang dari Milk yang duduk di samping sambil memeluknya.

Milk bicara dengan suara lembut. "Love," katanya, "aku tahu perjalanan kita nggak akan mudah. Akan ada hari-hari yang berat, di mana kita mungkin ragu untuk melanjutkan. Tapi aku bersyukur kita masih di sini, bersama."

Love menoleh, menatap Milk dengan senyum lembut yang penuh arti. "Aku juga bersyukur kita bisa mulai lagi. Mungkin kita nggak akan pernah bisa balik seperti dulu, tapi itu nggak masalah. Kita bisa mulai sesuatu yang baru."

Milk mengangguk, tatapannya dipenuhi rasa syukur dan cinta yang dalam. "Yang penting," lanjut Milk, "kita ada buat satu sama lain. Aku nggak peduli seberapa sulit jalannya, asal kita sama-sama berjuang."

Keduanya terdiam, larut dalam keheningan yang penuh makna. Love lalu meraih tangan Milk, menggenggamnya erat, seolah tidak ingin lagi melepaskannya. Di bawah langit malam yang dipenuhi bintang, mereka akhirnya menemukan kedamaian.

Milk menatap Love dengan lembut, lalu perlahan mendekat, memberikan ciuman lembut di bibir Love. Ciuman itu tidak hanya tentang cinta yang telah lama terpendam, tetapi juga tentang komitmen baru yang mereka buat, untuk terus bersama memperbaiki hubungan mereka satu demi satu langkah, meski harus meninggalkan masa lalu mereka.

Malam itu terasa sempurna. Meski perjalanan mereka masih panjang dan penuh tantangan, mereka tahu selama mereka saling mendukung, mereka akan mampu melewatinya. Mereka telah menerima kenyataan bahwa hubungan mereka mungkin tidak akan pernah kembali seperti dulu, tapi mereka punya kesempatan untuk membangun sesuatu yang baru.











- END -











Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



- TBC -

CIEE KETIPU YACH 

Jangan lupa pencet ⭐️ ya guys, makasih 🫶

KALUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang