KALUT XVII

187 40 2
                                    


Keesokan harinya, Love terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Malam sebelumnya terasa seperti mimpi yang begitu dekat dengan kenyataan, tapi tetap meninggalkan rasa bingung yang belum bisa dipahami. Dia melirik ponselnya, ada pesan dari "Gun."

"Selamat pagi, sayang. Hari ini aku mau ngajak kamu ke tempat yang spesial loh. Siap-siap ya, nanti aku jemput jam 9."

Love tersenyum kecil membaca pesan itu. Ada kehangatan di dalamnya, tapi juga ada sesuatu yang masih mengganjal. Dia merindukan Gun, tapi sosok di depannya kemarin... sepertinya bukan Gun yang dulu.

---

Jam 9 tepat, Gun (Milk) datang menjemput dengan senyuman hangat yang Love suka. Mereka berdua pergi menaiki motor, angin pagi yang sejuk mengiringi perjalanan mereka. Love memeluk pinggang Gun (Milk), tapi hatinya tidak bisa sepenuhnya tenang. Ia masih mencari-cari petunjuk di balik tatapan dan sikap Gun yang terasa sedikit berbeda.

"Kita mau ke mana kali ini?" tanya Love, suaranya terdengar lembut.

Milk tersenyum di balik helmnya. "Rahasia dong. Tapi aku yakin kamu akan suka. Percayalah sama aku, ya."

Love hanya mengangguk pelan, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah. Ada perasaan hangat saat Gun berkata begitu, seolah-olah dia benar-benar ingin membuat Love bahagia. Tapi... lagi-lagi, ada yang terasa berbeda.

---

Mereka berhenti di sebuah taman kecil yang tersembunyi di lingkungan, jauh dari keramaian kota. Taman itu dikelilingi pepohonan rindang, dengan danau kecil di tengahnya yang berkilauan tertimpa sinar matahari pagi. Suasananya tenang, hanya suara angin dan air yang terdengar. Tempat itu begitu damai, seperti dunia lain yang jauh dari hiruk-pikuk kehidupan.

Milk turun dari motor dan membantu Love turun. "Selamat datang di salah satu tempat favoritku. Aku selalu datang ke sini kalau butuh waktu untuk sendiri."

Love menatap sekeliling, matanya terbelalak kagum. "Wow, ini indah banget.. aku nggak tahu kalau ada tempat seindah ini. Coba aja kalau Milk masih ada disini, pasti dia bakal suka sama tempat ini" ucapnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Milk tersenyum, matanya memandangi Love dengan lembut. "Gimana? kamu suka kan sama tempat ini? Tempat ini istimewa buatku, dan aku pengen berbagi itu sama kamu."

"Suka banget, Gun. Aku baru tahu kalau kamu suka tempat kayak gini. Dulu kamu selalu menolak kalau aku ajak ke luar," jawab Love, sedikit heran.

Milk tersentak, jantungnya berdetak kencang. Ia berusaha keras untuk menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyelimutinya. "Oh, iya... mungkin karena dulu aku nggak sadar betapa tenangnya kalau lagi di tempat kayak gini," jawabnya sambil berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

Love menatapnya, sedikit bingung tapi tidak curiga. "Iya, semenjak kecelakaan itu kamu memang banyak berubah ya... lebih tenang sekarang."

Milk tersenyum, meski hatinya terasa berat. Dia harus berhati-hati dengan setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Iya, semua orang bisa berubah kan? Kadang, kita baru menyadari hal-hal penting setelah kita kehilangan kesempatan."

Love mengangguk pelan, tatapannya melembut. "Aku senang kamu bisa berubah, Gun. Mungkin kita bisa bareng-bareng buat berubah."

Milk merasa semakin sulit menahan rasa bersalah di dalam hatinya, tapi ia berusaha tetap tenang. "Iya, Love. Aku harap kita bisa memperbaiki semuanya... bersama."

Mereka berdua berjalan menuju tepi danau. Love duduk di rerumputan, sementara Milk duduk di sampingnya, menatap air yang tenang. Sejenak, Love merasa nyaman. Ada sesuatu yang begitu tulus dalam sikap Milk hari ini, seolah dia benar-benar ingin memberikan yang terbaik untuknya.

Milk mengeluarkan sesuatu dari kantongnya—sebungkus coklat kecil yang dibungkus rapi. "Aku ingat kamu suka cokelat ini, jadi aku bawa buat kita makan bareng."

Love tersenyum, hatinya sedikit meleleh. "Sekarang kamu juga selalu ingat hal-hal kecil seperti ini," gumamnya, lalu mengambil coklat itu dengan senyum di bibirnya.

Mereka makan coklat bersama dalam keheningan yang manis. Setiap gigitan, setiap tawa kecil, membuat Love merasa seolah-olah sedang bersama Milk, dia merasa seperti kembali ke masa lalu saat Milk masih ada di dunia ini. Love tersadar bahwa dia tidak boleh seperti ini terus. Tapi pikirannya masih terus berputar, sentuhan Gun, caranya tertawa, cara dia menatap Love... semuanya terasa hangat, tapi entah kenapa, semakin lama Love merasa seperti sedang bersama Milk bukan Gun.

Saat masih dalam lamunannya, tiba-tiba, Milk menarik Love ke dalam pelukan yang erat, seolah tidak ingin melepaskannya. "Aku ingin kita selalu kayak gini, Love. Aku nggak ingin kehilangan kamu," bisiknya lembut sebelum mencium kening Love, membuat jantung Love berdegup lebih kencang.

Love terdiam dalam pelukan itu, membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan yang dia rasakan. Tapi lagi-lagi, ada perasaan yang tak bisa diabaikan. Sentuhan ini, kehangatan ini... terasa seperti Milk, bukan Gun. Pikirannya mulai mencari-cari jawaban, tapi hatinya menolak untuk mempercayai kecurigaannya.

Setelah beberapa saat, Love akhirnya menarik diri dari pelukan itu, tersenyum lembut tapi tetap menyimpan tanya di dalam hatinya. "Kamu ini, selalu bisa bikin aku merasa senang," ucapnya pelan.

Milk membalas senyum itu, matanya berbinar penuh rasa sayang. "Karena aku cinta kamu. Aku selalu pengen kamu bahagia."

Mata Love menatap Gun sejenak, mencari sesuatu di balik kata-kata itu. Kata-kata yang terdengar begitu tulus, tapi juga... terasa asing. Dia ingin mempercayai perasaan ini, ingin meyakini bahwa orang yang berada di sampingnya adalah Gun, tapi semakin lama, semakin banyak hal yang tak bisa diabaikan.

Saat mereka melangkah keluar dari taman, Milk menggenggam tangan Love dengan erat. Hangatnya genggaman itu membuat Love merasa nyaman, seperti semua keraguan dan kebingungannya menghilang sejenak. Tetapi, di balik kenyamanan itu, ada sesuatu yang tak bisa diabaikan oleh Love—sebuah kegelisahan yang terus bersemayam di dalam hatinya, meskipun ia tak mampu mengungkapkannya.

Milk menoleh dan tersenyum lembut, "Ayo, kita ke tempat lain. Aku masih punya kejutan buat kamu." Ia menuntun Love menuju motor yang terparkir, lalu membantunya menaiki motor sebelum ia sendiri duduk di depan.

Perjalanan pun dimulai lagi. Angin yang menerpa wajah Love seakan membawa lebih banyak pikiran yang sulit untuk dikendalikan. Denting perasaan yang berkecamuk di dadanya semakin kuat, membuat Love terhanyut dalam pikirannya sendiri.

"Sampai kapan aku bisa menahan ini?" pikirnya dalam hati. Ada perasaan yang tak bisa dijelaskan, seolah dirinya terjebak di antara kenyamanan dan kebingungan. Gun, selalu berusaha membuatnya bahagia—tapi Love masih belum bisa sepenuhnya meyakini siapa yang sebenarnya ada di sampingnya.

Namun, untuk sekarang, Love memilih untuk diam. Dia menundukkan kepala, memeluk Milk lebih erat dari belakang, seakan takut jika ia melepaskannya, maka semua rasa nyaman itu akan hilang. Tapi, dalam diam itu, Love sadar bahwa dia tak bisa terus menahan perasaannya. Cepat atau lambat, semua pertanyaan yang selama ini mengganggunya harus dijawab.

Namun tidak hari ini. Hari ini, Love memutuskan untuk menyimpan semua kecurigaannya dalam-dalam. Ia hanya ingin menikmati momen ini—momen yang indah bersama Gun dengan kepribadiannya yang lebih baik, meskipun hatinya belum sepenuhnya yakin siapa Gun sebenarnya.





- TBC -




Jangan lupa pencet ⭐️ ya guys, makasih 🫶

KALUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang