Jangan Merendahkan Diri Kamu, Amel!

7 1 1
                                    


Video itu menunjukkan Megan yang sedang cuap-cuap, memberikan klarifikasi atas video review-nya yang viral itu sekaligus meminta maaf kepada si penjual roti yang dirugikan oleh video tersebut.

"Ini beneran Megan? bukan AI?" gumam Amel, tak percaya.

"Ada apa, Mey?" tanya Melki sambil menatap putrinya.

"Ah, ini, Yah. Orang yang bikin dan nyebarin video hoaks soal roti kita itu baru aja bikin video klarifikasi. Dia juga minta maaf ke Ayah," jawab Amel.

"Oh, ya? Coba Ayah lihat!"

Amel bangkit dari kursi dan duduk di pinggiran kasur, tepat di sebelah kiri Melki. Diputarnya video klarifikasinya Megan itu dari awal.

Melki menyimak video, mukanya serius. Setelah video selesai, dia menatap Amel dengan mata yang bercahaya.

"Ini berita baik buat kita, Mey. Tapi, kok bisa? Kenapa tiba-tiba orang ini bikin dan nyebarin video klarifikasi?" tanya Melki.

Amel mengangkat bahu, berkata, "Persisnya ada apa, Mey juga nggak tahu, Yah. Tapi kayaknya sih, Arsel habis ngelakuin sesuatu tadi. Dia yang ngabarin aku soal video klarifikasi ini."

"Wah, baik banget dia itu, ya. Beruntung kamu punya temen kayak dia, Mey."

Amel tak memberikan tanggapan, hanya tersenyum tipis. Sejujurnya justru dia heran dan curiga, kenapa bisa Arsel seinisiatif itu menolongnya? Memangnya apa yang bakal dia dapatkan dari melakukan itu?

"Mey, jangan-jangan Arsel suka sama kamu," celetuk Melki.

Mata Amel langsung terbuka lebar. Pupilnya membesar.

"Ayah ini apa-apaan sih? Nggak lah. Nggak mungkin. Arsel itu anak basket yang populer di sekolah. Ngapain juga dia suka sama murid pindahan yang nggak menonjol kayak aku," sanggah Amel, berdiri dan berpura-pura menyiapkan obat untuk Melki.

Tanpa disadarinya, pipinya merona merah. Dalam hatinya dia bertanya-tanya apakah benar yang dikatakan ayahnya itu.

***

Besoknya, di jam istirahat di sekolah...

Perut Amel keroncongan. Sebenarnya sudah dari tadi. Dia cepat-cepat ke kantin, khawatir antrean keburu panjang dan dia harus menunggu makanan yang dipesannya begitu lama.

Setibanya di kantin, Amel sedang melihat-lihat apa yang mau dibelinya. Tiba tiba, ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Amel pun menoleh.

"Amel, lo disuruh ke ruang guru. Dipanggil sama Pak Teo," ujar Dena, teman sekelasnya.

"Oh, iya. Makasih ya udah kasih tau," balas Amel.

Dena pun pergi. Amel kini memasang muka bingung, bertanya-tanya ada perlu apa Pak Teo padanya. Pasalnya Pak Teo tidak mengajar di kelasnya.

Lalu dia teringat kalau teman-teman sekelasnya pernah bilang kalau Pak Teo adalah ayahnya Arsel.

'Oh, apakah ini ada kaitannya sama Arsel?' pikirnya.

Amel pun cepat-cepat ke ruang guru. Dia batal membeli jajanan.

Sesampainya di ruang guru, Amel langsung menuju ke meja Pak Teo.

Di mejanya, Pak Teo sepertinya sudah menunggu kedatangan Amel.

"Bapak mencari saya?" tanya Amel.

Pak Teo menatap Amel dingin. Tidak langsung menjawab, dia malah mengotak-atik ponselnya.

Amel semakin penasan apa sebenarnya masalah yang akan dihadapinya saat ini.

Pak Teo menunjukkan sebuah foto di ponselnya itu kepada Amel.

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang