Mata Amel hampir keluar dari tempatnya. Setelah tadi memanggilnya dengan sebutan 'Sayang', barusan dia berkedip. Apakah Arsel sedang kerasukan? Amel harap tak ada siswa yang menyadari apa yang baru saja terjadi.
Amel mengamati Arsel saat cowok itu kembali ke mejanya. Setibanya di mejanya, Arsel kembali menatap Amel dan mengedipkan matanya lagi. Amel memalingkan muka dan geleng-geleng kepala.
Apa yang baru saja terjadi itu rupanya tak berdampak positif seperti yang diharapkan Arsel. Justru, Amel jadi merasa tak nyaman.
Sebutan 'Sayang' dari Arsel tadi bergaung di dalam kepalanya, dan kedipan Arsel tadi berkali-kali muncul di benaknya.
Beberapa kali, Amel merasa Arsel sedang memperhatikannya dan itu membuatnya sulit fokus. Lama-lama, dia kesal juga.
Waktu berlalu begitu cepat. Amel masih merasa tak nyaman. Dia memutuskan untuk tidak dekat-dekat dulu dengan Arsel, kalau perlu mengabaikannya, sampai dia bisa mengatasi ketidaknyamanannya itu.
Dan akhirnya bel pulang berbunyi...
Arsel berdiri dan menghampiri Amel yang masih memasukkan buku ke dalam tas.
"Mey, gue pesenin ojol, ya?" kata Arsel tiba-tiba.
"Enggak usah, Sel. Aku bisa pulang sendiri, kok," tolak Amel, matanya terarah ke tasnya.
Raut muka Arsel yang semula cerah menjadi mendung. Katanya, "Oke, deh. Hati-hati, ya. Nanti gue kabarin. Sore gue antar lo sama ayah lo balik ke rumah."
Amel hanya mengangguk, tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia keluar dari ruangan kelas dengan langkah-langkah cepat, tak menoleh pada Arsel sekali pun.
Amel menunggu angkutan umum di halte dekat sekolahnya bersama Seina, teman kelasnya. Beberapa kali Seina melirik padanya, tampak sedang memikirkan sesuatu. Akhirnya Amel menoleh pada Seina, memberinya tatapan penuh tanya.
"Lo ada hubungan sama Arsel, Mel? Gue lihat, lo deket banget sama Arsel, padahal setahu gue, Arsel itu anti banget sama cewek," tutur Seina keheranan.
Pupil Amel melebar. Cepat-cepat dia memalingkan muka. Apakah Seina mendengar dan melihat apa yang dikatakan dan dilakukan Arsel tadi pagi?
"Enggak ada apa-apa, kok, Sei. Aku juga heran kenapa Arsel bisa begitu," ujar Amel tanpa menatap Seina.
Seina menatap Amel curiga. Selang beberapa detik, angkot yang mereka tunggu muncul.
***
Siang itu Arsel sebenarnya ingin mengantar Amel pulang, tapi dia harus pergi ke rumah Chika untuk menyelesaikan urusannya dengan si cegil itu. Arsel jadi merasa tak enak pada Amel. Dia yakin Amel kecewa sebab itu terlihat jelas di raut muka Amel tadi saat menolak tawarannya dipesankan ojol.
Sejujurnya, Arsel malas sekali harus berurusan dengan seorang Chika. Semua orang tahu Chika orangnya tak mau kalah dalam hal apa pun itu. Dan jujur saja Arsel pun heran kenapa Chika bisa menyukai dirinya, padahal Arsel jelas-jelas menunjukkan kalau dia risih dengan Chika.
Arsel tiba di rumah Chika yang sangat besar nan mewah. Rumah itu tampak dirawat dengan sangat baik sebab tampilannya indah sekali. Arsel menduga ada banyak orang yang dipekerjakan di rumah besar ini.
"Mau cari siapa?" tanya satpam yang bertugas.
"Pak Regan ada, Pak?" Arsel balik bertanya. Regan adalah nama papinya Chika.
Si satpam menatap Arsel penuh selidik, memindai dari atas ke bawah.
"Namamu?" tanyanya ketus.
"Arsel, Pak," jawab Arsel.

KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Love
RomanceAmel Dzakarin menjadi sasaran perundungan di sekolah barunya. Arsel dan Raja yang datang membantunya justru menambah masalah Amel. Raja dan Arsel memperebutkan Amel, untuk mendapatkan hatinya. Kedekatan Amel dengan kedua pria tersebut, membuahkan pa...