Gue Mau Lo Lakuin Sesuatu

1 0 0
                                    

Chika mengutak-atik ponselnya, mencoba menghubungi seseorang yang dipikirnya akan bisa membuat Amel menderita. Dia tersenyum senang, merasa akan menang kali ini. Arsel tidak akan bisa melawannya.

"Sei, gue mau lo lakuin sesuatu," kata Chika setelah tiba di kamar dan menutup pintu. Orang yang diteleponnya itu adalah Seina, teman sekelasnya.

Di seberang sana, Seina tak langsung menjawab. Dia tidak menyangka akan ditelepon oleh seorang Chika. Dan jika Chika sudah meneleponnya seperti ini, biasanya ada hal tak menyenangkan yang akan mengikutinya.

"A-ada apa, Chik?" tanya Seina dari seberang sana, suaranya gemetar.

Chika tersenyum licik, berkata, "Tenang aja, Sei. Lo enggak bakal kenapa-kenapa kalo lo ngelakuin apa yang gue suruh dengan benar."

Seina terdengar menelan ludahnya. "L-lo mau apa, Chik? J-jangan nyuruh gue ngelakuin hal-hal yang bisa bikin gue rugi, ya. Please," ujarnya.

Sebenarnya Seina sangat malas menanggapi Chika, tapi ia takut ia terkena imbasnya. Seperti Dira teman sekelasnya yang kini sudah dikeluarkan dari sekolah karena tidak mau menuruti perintah Chika yang ingin menjahili guru.

Semua perintah Chika, apa pun itu, harus dilakukan. Apa pun konsekuensinya, apa pun resikonya, ditanggung masing-masing.

"Gue mau besok di kelas lo pura-pura kehilangan uang kas. Lo simpan uang kas itu di tasnya si Amel. Bikin seakan-akan si Amel yang nyuri. Lo fitnah si Amel. Paham, kan, lo?" kata Chika.

"S-serius, Chik? I-itu apa nggak... berlebihan?" tanya Seina.

Membayangkannya saja sudah membuat Seina khawatir. Seina tahu kalau saat ini Amel sedang dekat dengan Arsel. Bagaimana kalau dia kena amuk Arsel?

"Enggak lah. Ini pantas buat dia. Udah lo nggak usah ngebantah. Lo lakuin itu besok di jam istirahat. Habis itu lo lapor ke gue. Oke?" kata Chika.

"Mmm, oke deh, besok gue lakuin itu. T-tapi... nanti gue enggak bakal kena kasus apa-apa, kan, Chik?"

"Selama lo lakuin itu dengan benar, lo aman," jawab Chika tenang.

Tapi Seina tidak tenang. Justru dia was-was. Baru saja panggilan telepon dimatikan oleh Chika, sekarang Seina bimbang, haruskah dia benar-benar melakukannya besok bagaimana.

Seina memikirkan bagaimana kalau upayanya memfitnah Amel itu gagal. Apakah dia akan mendapatkan hukuman yang berat dari guru, misalnya? Itu akan sangat tidak menyenangkan.

Namun, di sisi lain, dia takut pada Chika. Dia tahu Chika bisa melakukan apa pun itu untuk menghukumnya nanti kalau dia tak jadi memfitnah Amel seperti yang diinginkan Chika.

Seina menghela napas, mendadak merasa begitu lelah.

Mau tak mau, dia harus melakukan apa yang diminta Chika.

...

Di rumah sakit...

Melki, ayahnya Amel, sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya terus membaik. Kini dia sudah bisa berjalan seperti biasanya, tidak pusing lagi. Suhu tubuhnya juga sudah stabil. Semuanya aman.

Di ruang rawat inap itu Amel sedang mengemasi barang-barang yang akan dibawa pulang. Hari sudah sore, menjelang malam. Amel sedang menunggu kabar Arsel yang katanya akan mengantar mereka pulang.

Tapi sampai sekarang, belum juga ada kabar dari Arsel. Sedari tadi Amel mencoba menghubungi Arsel tetapi tak ada jawaban. Amel jadi bingung, haruskah mereka pulang sendiri saja atau menunggu Arsel lebih lama.

Sementara itu Melki masih berbaring di ranjang pasien, memainkan handphone. Dia sedang mengecek akun toko rotinya di sebuah aplikasi berjualan yang sudah tiga hari ini tidak dia update. Besok toko rotinya itu akan kembali beroprasi seperti semula. Matanya membesar ketika didapatinya ada pesanan-pesanan baru.

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang