03

298 85 0
                                    

A/N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N. Vote and comment guys

Zayyan dan Gusti mengikuti Leo dari belakang, melaju perlahan di jalanan kota Purworejo yang semakin lengang.

Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun bulan purnama menggantung di langit. Perjalanan singkat menuju rumah Leo diliputi oleh keheningan, hanya sesekali terdengar suara kendaraan yang melintas.

Sesampainya di depan rumah Leo, Zayyan menghentikan mobilnya. Mereka turun dan berdiri menatap rumah tersebut, sebuah bangunan sederhana namun kokoh.

Rumahnya terbuat dari kayu dengan atap genteng merah yang sudah tua. Di halaman depan, ada beberapa pohon kelapa yang tumbuh menjulang, dan sebuah teras kecil dengan kursi kayu yang terlihat usang namun terawat.

Lampu di teras memancarkan cahaya kuning redup, menciptakan bayangan yang bergerak pelan seiring hembusan angin.

“Maaf kalau rumah saya sederhana.” ujar Leo sambil melangkah menuju pintu depan, memegang gagang pintu yang tampak sudah sering digunakan.

Zayyan tersenyum ramah. “Tidak masalah. Kami sudah cukup lelah, yang penting bisa istirahat.”

Gusti mengangguk setuju, sesekali menguap sambil menenteng ranselnya. “Ya, dan lebih baik di sini daripada mencari penginapan lain yang pasti sudah penuh.”

Leo membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk. “Benar, besok ada acara larungan di pantai. Semua penginapan di sekitar sini pasti sudah dipesan. Malam ini kalian bisa tidur di sini.”

Begitu masuk ke dalam rumah, Zayyan dan Gusti disambut oleh suasana yang hangat dan nyaman.

Meskipun sederhana, interior rumah Leo mencerminkan kehidupannya yang teratur. Ruang tamu dihiasi dengan perabotan kayu minimalis, beberapa rak buku yang penuh dengan berbagai koleksi, serta foto-foto lama yang tergantung di dinding.

Ada wangi kayu yang samar di udara, memberikan kesan rumah yang sudah lama berdiri, namun tetap dirawat dengan baik.

Leo berjalan menuju dapur di bagian belakang rumah, sementara Zayyan dan Gusti duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

“Tunggu sebentar, aku akan buatkan teh hangat untuk kalian.” kata Leo sebelum menghilang di balik pintu dapur.

Gusti merenggangkan tubuhnya yang kaku. “Rumahnya terasa... tenang ya. Tidak ada suara apa-apa, padahal di kota tadi cukup ramai.”

Zayyan mengangguk, pandangannya menyapu sekeliling ruangan. “Memang. Tenang dan rapi. Sepertinya Leo tipe orang yang suka kesederhanaan.”

Tak lama kemudian, Leo kembali dengan dua cangkir teh di tangan. “Minumlah, ini teh hangat yang bisa bantu kalian tidur lebih nyenyak. Kalian pasti butuh istirahat yang cukup sebelum kita pergi ke pantai besok.”

Zayyan dan Gusti menerima cangkir-cangkir itu dengan senang hati, menghirup aroma teh yang hangat dan sedikit pedas.

Setelah menyeruput teh tersebut, kehangatan segera menjalar ke tubuh mereka yang lelah.

[BL] Under The Sea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang