11

264 70 4
                                    

Kelana dan Zayyan berjalan berdampingan menyusuri jalan menuju rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelana dan Zayyan berjalan berdampingan menyusuri jalan menuju rumah.

Suara angin malam yang menggoyangkan dedaunan dan deburan ombak yang masih terdengar samar-samar menemani langkah mereka.

Angin malam yang bertiup pelan dari arah laut, membuat tubuh Zayyan sedikit menggigil meski ia tak mengatakannya.

Kelana melirik ke arah Zayyan yang berjalan pelan di sebelahnya. Tanpa banyak bicara, Kelana merangkul bahu Zayyan dengan santai, seolah itu adalah hal yang biasa.

"Dingin, tidak?" tanya Kelana dengan nada lembut.

Zayyan mengangguk pelan. "Lumayan."

Kelana tertawa kecil sambil melepaskan rangkulannya. "Tanganmu dingin?"

Zayyan mengangguk lagi, sedikit ragu. Kelana langsung mengambil tangan Zayyan dan menggenggamnya erat.

"Biar hangat," kata Kelana dengan nada lembut, tapi nada itu membuat Zayyan merasa lebih nyaman daripada canggung.

Zayyan sempat terkejut, tapi genggaman itu terasa hangat dan menenangkan. Ia tidak menarik tangannya, malah membiarkannya.

"Makasih," gumamnya.

"Lain kali, jangan keluar malam tanpa jaket," pesan Lana, suaranya setengah mengingatkan, setengah bercanda.

Zayyan menoleh, penasaran. "Kenapa nyariin aku?"

"Sudah waktunya makan malam. Gusti cari kamu sejak tadi," jawab Lana dengan tenang.

"Oh," Zayyan hanya mengangguk, lalu mereka melanjutkan langkah.

Keduanya masih saling bergandengan tangan, tapi suasana terasa sedikit canggung-tak banyak kata-kata yang diucapkan sepanjang perjalanan.

Ketika rumah mulai terlihat di kejauhan, Kelana masih menggenggam tangan Zayyan, seolah lupa melepasnya.

Namun, Zayyan tak keberatan. Ada sesuatu yang nyaman dalam kehangatan sederhana itu—karena memang udaranya cukup dingin dan Zayyan kedinginan.

Setibanya di rumah, mereka melihat Gusti berdiri di halaman, jelas terlihat sedikit gelisah.

Begitu melihat Zayyan, Gusti berlari kecil menghampiri. "Dari mana aja?"

"Dari pemecah ombak," jawab Zayyan sambil sedikit berusaha tampak santai. "Tadi sinyalnya tiba-tiba hilang."

Lana menyambung, "Iya, di sini memang kadang suka susah sinyal. Tiba-tiba bisa hilang sendiri."

Zayyan dan Gusti mengangguk serempak, mengiyakan.

"Yuk, masuk," ajak Lana, mengangkat sedikit dagunya ke arah pintu rumah. "Makan malam udah siap."

Gusti mengangguk, lalu tertawa kecil. "Ayo masuk. Aku udah laper banget."

[BL] Under The Sea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang