Halooo readers,
Selamat hari Sabtu semua... Baca yuk lanjutannya...
Remang cahaya lampu jalanan yang sedang Sea pandangi dari balkon atas kosannya, menambah kesyahduan malam yang kian pekat menyelimuti temaramnya langit. Kebiasaan memandangi langit di saat galau, selalu menjadi ciri khas Sea. Seolah ingin mengabarkan bahwa ia sedang tidak baik-baik dan membutuhkan pelipuran diri. Di tengah keheningannya, Sea menerima sebuah chat dari Mona,
Mona:
Mbak, gue on the way ke rumah. Nyokap soalnya minta dianterin belanja malam ini. Nginep juga kayaknya.
Sea:
Oke, Mon. Salam buat Tante Lisa ya.
Ada sedikit kelegaan tersendiri ketika tahu Mona tidak akan ada di kosan malam ini. Sea bisa leluasa menata hatinya yang cukup amburadul.
Sea melihat lagi pengumuman lolos seleksi beasiswanya. Berkali-kali Sea coba memperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi jika dirinya ingin mengambil beasiswa itu. Namun, pada akhirnya jawabannya tetap akan bermuara pada dua pilihan sulit. Hidup berpisah sementara setelah menikah atau pernikahan mereka akan terpaksa tertunda selama dirinya dan Kala meneruskan pendidikan.
Memikirkan itu membuat kepala Sea pusing tujuh keliling. Ia bergegas kembali masuk ke kamar kosannya. Mencari tempat yang lebih hening. Hingar bingar kendaraan yang lalu lalang ternyata mengusiknya.
Sea menutup pintu kamar dan memilih duduk di atas karpet. Baru kali ini dalam hidupnya dihadapkan pada pilihan sulit. Baginya Kala dan beasiswa itu sama pentingnya. Rasanya jika harus melepas salah satunya, Sea belum rela. Kalau bisa Sea ingin rengkuh keduanya, tetapi sepertinya memegang keduanya secara bersamaan nampaknya sangat mustahil.
Sea menatap figura yang di dalamnya tersemat fotonya dan Kala saat lamaran kemarin. Batinnya mulai banyak tanya. Apakah ini adalah ujian cinta mereka? Tidak bisakah kehidupan mereka berdua menyatu tanpa embel-embel pilihan sulit yang harus mereka tempuh? Tidak bisakah mereka seperti pasangan lain yang jalannya biasa-biasa saja?
"Keduanya masa depanku, Ya Allah."
Pecahlah tangisan Sea. Kamar kosannya jadi saksi betapa Sea sedang gundah. Sea tidak bisa lagi menahan gejolak emosinya. Dirinya kebingungan. Jujur, Sea belum berani bercerita kepada siapa pun. Membuka pembicaraan tentang ini kepada seseorang, terutama keluarganya, bisa jadi seperti melepaskan bom yang siap meledak. Sea belum siap melihat keterkejutan mereka. Terlebih respon yang akan mereka tunjukkan. Sea khawatir mereka semua akan kompak menolak beasiswa ini untuk diambilnya. Sementara, hati kecilnya masih sangat ingin mempertahankan, meski peluangnya satu banding seribu.
Sea terisak tanpa bisa menghentikan air matanya yang terus turun. Sudah dirinya coba, entah kenapa sulit sekali. Sea seperti melihat sosok lain pada dirinya. Yang bukan dirinya. Sea yang dikenalnya adalah sosok yang tak acuh, tak terlalu peduli tentang pendapat orang atas dirinya. Kali ini Sea mengakui kelemahan barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frasa Rindu
RomanceSegala sesuatu yang diseriuskan pasti akan ada ujiannya. Untuk menguji mereka yang berujar saling peduli dan menyayangi. Seberapa peka perasaan mereka? Seberapa kuat hati mereka? Seberapa ingin mereka bertahan? Seberapa sudi mereka berkorban? Apakah...