Bab 21 : Terror

1.7K 120 39
                                    

Bab 21 : Ancaman

Api hutan masih berkobar, asap hitam mengotori langit malam, membuat suasana semakin mencekam. Di pinggiran hutan, sisa-sisa pertempuran brutal antara pasukan Caesar dengan polisi Korea dan agen CIA terhampar.

Tubuh-tubuh yang terkapar, suara peluru yang kini mereda, dan napas berat yang terdengar di antara desingan angin. Pasukan Caesar, yang tadinya terpojok, berhasil mundur di bawah komando pemimpin mereka yang terluka, tapi tidak kalah ganas.

Caesar, meskipun tubuhnya penuh dengan luka tembak dan goresan, tetap berdiri tegak di depan pasukannya. Matanya yang dingin dan tajam mengawasi keadaan sekitar, memastikan tidak ada yang tersisa dari pihak musuh yang bisa membahayakan pelariannya.

Di sebelahnya, Dmitri, sepupu sekaligus tangan kanan Caesar yang setia, tampak cemas, menatap luka-luka yang tampak mulai mengeluarkan darah lebih banyak.

"Tsar," suara Dmitri rendah namun tertekan, "Lukamu-kau harus segera diobati."

Caesar hanya mendengus, matanya tetap lurus menatap ke depan, meski rasa sakit yang teramat sangat tampak mulai menggerogoti tubuhnya. Luka di punggungnya terbuka lebar, darah merembes melalui kain bajunya yang kini sudah koyak dan basah oleh keringat serta darah.

Dmitri menggigit bibirnya, menahan kata-kata yang sebenarnya ingin dia ucapkan, tapi akhirnya tetap memberanikan diri. "Kau tahu Tsar, ada dokter bedah ilegal di dekat sini. Kita bisa-"

"Tidak."

Suara Caesar memotongnya tegas, penuh dengan kekuatan meski tubuhnya nyaris roboh. Tatapannya menusuk, membuat Dmitri langsung diam, lidahnya kelu.

"Kita kembali."

"Tapi... keadaanmu..."

Dmitri mencoba lagi, namun satu tatapan dari Caesar menghentikannya. Tatapan itu bagaikan pisau, menusuk tepat di ulu hati Dmitri, membuat dia tak berani mengucapkan lebih dari itu. Dia tahu, sekali Caesar sudah memutuskan sesuatu, tidak ada seorang pun yang bisa mengubah pikirannya.

Tanpa berkata-kata lagi, Dmitri mengisyaratkan sopir untuk segera kembali ke kediaman mereka. Mobil yang membawa Caesar dan pasukannya melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan hutan yang masih terbakar di belakang mereka.

Sesampainya di kediamannya yang megah dan suram, Dmitri mengatur semuanya dengan cepat, memerintahkan semua orang agar Caesar segera diobati. Namun, ketika para staf medis mendekat, Caesar hanya mengangkat tangannya, menghentikan mereka. Dia tidak ingin diobati.

Bukan sekarang.

Dengan langkah mantap meski tubuhnya terhuyung, Caesar berjalan menuju ruangannya, meninggalkan Dmitri dan yang lain dalam kebingungan. Pintu berat itu ditutup di belakangnya dengan suara keras, seolah menjadi pemisah antara dirinya dan dunia luar. Hening. Hanya ada dia dan rasa sakit yang mendidih di dalam tubuh dan jiwanya.

Caesar menyeret tubuhnya yang penuh darah ke kamar mandi, melepaskan bajunya dengan kasar, hingga kain itu robek di beberapa tempat. Dia memutar keran shower, membiarkan air dingin mengalir deras di atas kepalanya, tubuhnya bergetar karena rasa sakit yang tidak hanya fisik, tapi juga emosional.

Peluru dari machine gun yang ditembakkan oleh Jake masih bersarang di perutnya, menciptakan luka yang terus berdarah, tapi Caesar tidak peduli. Pikirannya kembali pada tragedi di hutan yang terbakar, momen ketika Leewon pergi meninggalkannya naik helikopter.

Air shower mengalir deras, membasahi tubuhnya yang berotot, namun tidak mampu membersihkan luka di perut dan juga punggungnya yang terus berdarah. Darah bercampur dengan air, mengalir turun ke lantai, menciptakan pemandangan yang mengerikan.

Run ! Run ! Run ! [ BL Crossover Rose And Champagne, CA, Shutline, Passion]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang