---
Cahaya yang sangat menyilaukan terpancar dari bola kristal yang dipegang Tobi, memaksa semua orang di sekitar untuk menutup mata sesaat. Namun, keheningan yang menyusul begitu cepat seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Naruto membuka matanya dengan waspada, lalu memandang sekeliling dengan penuh kewaspadaan.
"Eh? Apa yang barusan terjadi?" Naruto mengerutkan kening, bingung karena tidak menemukan jejak Madara di sekitarnya. Padahal, beberapa detik sebelumnya, Madara berada di hadapannya. "Kuso, kemana Madara menghilang?"
Sakura yang berdiri di samping Naruto, juga merasa heran. "Mungkin dia bersembunyi di sekitar sini," ujarnya, matanya terus memindai area sekitar.
Naruto mengangguk setuju, meskipun kegelisahan tampak jelas di wajahnya. "Kita harus segera memberitahu yang lain!" serunya dengan nada tegas. Bersama-sama, mereka meninggalkan taman itu dengan langkah cepat.
Ketika mereka hampir sampai di ujung taman, mereka berpapasan dengan Kiba, Shino, dan Hinata yang tengah berjalan bersama. Kiba yang selalu waspada, langsung melontarkan pertanyaan, "Hei, kalian berdua! Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Syukurlah kita bertemu dengan kalian!" Naruto berujar dengan nada lega. "Ada hal yang sangat penting. Madara muncul!"
"Haa?" Kiba menatap Naruto dengan tatapan bingung, sementara Shino dan Hinata terlihat tidak kalah kebingungan. "Apa yang kau katakan? Madara? Siapa atau apa itu?"
"Heei, apakah kalian tidak mendengar apa yang baru saja kukatakan?!" Naruto mulai kehilangan kesabarannya. "Ini serius!"
Namun, Kiba, dengan wajah yang mulai kesal, membalas, "Tentu saja kami mendengarnya! Tapi, apakah Madara itu sejenis makanan?"
Sebelum Naruto sempat bereaksi lebih jauh, Akamaru tiba-tiba melompat dan menggigit bagian belakang Kiba, membuatnya berteriak kesakitan. "Akamaru!" Kiba mengeluh sambil mencoba mengusir anjingnya. "Apa kau ingin aku mati, hah?! Kenapa kau selalu menggigitku?!"
Hinata segera mendekati Akamaru dan menyuruhnya berhenti dengan suara lembut namun tegas, "Akamaru, lepaskan!"
Namun, Akamaru hanya menggonggong keras sebelum akhirnya melepaskan gigitannya, meninggalkan Kiba dengan wajah merah dan berusaha menghindari gigitan lebih lanjut. "Dasar anjing bodoh!" Kiba berteriak, masih berusaha menenangkan Akamaru yang tampak bersemangat untuk menggigit lagi. "Aku lebih baik terlahir sebagai dukun kucing daripada terus digigit anjing seperti ini!"
Naruto, yang masih bingung dengan kekacauan itu, hanya bisa menggelengkan kepala. "Dukun kucing? Apa maksudmu?"
Shino, yang berdiri sedikit lebih jauh dari keributan itu, menambahkan dengan nada datar, "Ya, akhir-akhir ini, Kiba merasa bahwa dia lebih cocok menjadi dukun kucing daripada dukun anjing."
Hinata, yang sebelumnya mengendalikan Akamaru, kini mendekati Naruto dan Sakura dengan senyum lembut tapi berbahaya. Ada yang berbeda pada dirinya malam itu-lipstik merah di bibirnya, dan pakaian yang lebih terbuka dari biasanya. Sikapnya pun tidak lagi malu-malu seperti yang biasa mereka kenal.
"Apa yang kalian lakukan di sini malam-malam?" tanya Hinata dengan nada sedikit mencurigakan, "Jangan bilang kalian sedang berkencan?"
Sakura dengan cepat menyangkal, wajahnya mulai memerah. "Oh? Ah, tidak, itu tidak seperti yang kau pikirkan!"
Namun, Hinata tidak puas dengan jawaban itu. Dia melangkah lebih dekat dan berbisik di telinga Sakura dengan nada dingin, "Kalau kau berani bermain-main dengannya, aku akan membunuhmu."
Mata Sakura melebar saat mendengar ancaman tersebut, sementara Hinata menarik diri, menyilangkan tangan di dada sambil menyalakan Byakugan-nya, seolah siap menyerang kapan saja.