Kaki Kushina terkena sedikit semburan gelembung ungu yang disemburkan oleh Gamabunta, membuatnya merasakan nyeri yang tajam, seakan-akan kulitnya terbakar. Rasa sakit itu membuatnya meringis, dan tampak jelas bahwa gelembung tersebut mengandung semacam racun panas atau zat berbahaya lainnya.
"Aaaakkhhh!!!" teriak Kushina kesakitan, dan cengkeramannya pada Naruto pun melemah. Dalam satu gerakan yang tak terduga, tubuhnya terjatuh ke bawah, kehilangan keseimbangan.
"Kushina!!" panggil Minato dengan nada cemas. Dalam sekejap, Minato berteleportasi menggunakan teknik Hiraishin miliknya, menyelamatkan Kushina tepat sebelum tubuhnya menyentuh tanah. Ia menahan tubuh Kushina dengan hati-hati, namun wajahnya menunjukkan ketegangan saat melihat luka yang mulai muncul di kaki Kushina akibat racun dari gelembung ungu itu.
"Minato... ukh..." gumam Kushina lemah, menahan rasa sakit yang menjalar dari kakinya. Wajahnya pucat, tetapi dia berusaha tetap tegar.
Naruto, yang masih terhenti di tempatnya, mendarat di depan kedua orang tuanya. Ia tampak bingung dan cemas melihat kondisi Kushina. "Me-mengapa kau menyelamatkanku? Dan me-mengapa—" ucap Naruto dengan suara bergetar, belum sepenuhnya memahami situasi.
Minato, tetap tenang meskipun jelas terganggu oleh kondisi Kushina, menoleh ke Naruto. "Mundurlah, Menma," katanya tegas, sambil perlahan membaringkan Kushina di atas rerumputan yang lembut. Tatapan Minato penuh kepastian, seolah ia tahu apa yang harus dilakukan.
"Tapi—!" protes Naruto, merasa ingin membantu lebih banyak.
"Jagalah Kushina. Aku akan mengatasi ini," potong Minato dengan nada tegas, meskipun tetap lembut. Ia tahu waktu adalah hal yang sangat berharga saat ini. Tanpa ragu, Minato melemparkan dua buah kunai khas Hiraishin miliknya ke udara.
Dalam sekejap, Minato berteleportasi ke salah satu kunai yang dilemparkannya, tepat saat Gamabunta mencoba memukul dengan tangan raksasanya ke tempat Minato akan muncul. Namun, kecepatan kilat Minato tidak tertandingi; ia berhasil menghindari serangan itu, lalu mencabut kunai yang telah ia tanam.
Dengan satu gerakan cepat, Minato berteleportasi lagi, kali ini ke kunai yang lainnya, yang telah dia lempar di belakang barisan katak. Gerakan ini begitu cepat sehingga membuat Gamabunta dan para katak lainnya kebingungan. "Kita kehilangan dia!!" geram Gamabunta, suaranya bergemuruh, tetapi jelas dia tidak bisa mengikuti kecepatan Minato.
Sementara itu, Minato sudah berada di depan tempat gulungan penyegelan yang sangat penting. Ia segera memperhatikan segel-segel rumit yang melapisi tempat itu dengan mata tajamnya. "Ini jutsu penyegel yang digabungkan dengan jutsu ruang-waktu dan jutsu rantai," gumam Minato sambil menganalisis pola-pola yang tampak di depannya.
Dengan segera, Minato duduk bersila, menyiapkan diri untuk merapal jutsu yang dibutuhkan. "Sepertinya ini hanya bisa dibuka oleh aku dan Jiraiya-sensei," lanjutnya, seolah menyadari betapa rumit dan terencana segel tersebut. Tangan Minato dengan cepat bergerak, membentuk serangkaian tanda tangan yang rumit, merapalkan jutsu dengan ketepatan dan keahlian yang hanya dimiliki oleh Hokage.
Begitu jutsu itu selesai dirapalkan, segel-segel yang membungkus tempat gulungan mulai membara, hangus secara perlahan. Di saat yang bersamaan, segel-segel yang menahan para katak juga ikut lenyap. Para katak yang sebelumnya berada di sekitar, perlahan memudar, menghilang seperti asap tipis yang ditiup angin.
Minato mengambil gulungan itu dengan hati-hati, meneliti sebentar sebelum tersenyum kecil. "Kerja bagus. Aku telah mendapatkan Gulungan Bulan Merah-nya," ucapnya dengan nada puas, mengerti betapa pentingnya artefak tersebut. Dalam sekejap, dia berteleportasi kembali ke tempat Kushina, membawa gulungan berharga itu bersamanya.
Setelah Minato berteleportasi kembali ke tempat Kushina, ia segera memeriksa kondisi istrinya. Kushina masih terbaring lemah, tetapi tetap berusaha tersenyum, meskipun rasa sakit akibat racun di kakinya masih terlihat jelas di wajahnya.
“Apa kau baik-baik saja, Kushina-san?” tanya Sakura yang dengan cepat mendekat. Ia segera menggunakan jutsu medisnya untuk mengobati kaki Kushina yang terkena racun. Cahaya hijau lembut dari tangannya memancar, sementara luka bakar akibat cairan ungu di kaki Kushina perlahan mulai pulih.
Minato berdiri sejenak di samping mereka, lalu menoleh ke Naruto. Ia mengajak anaknya untuk sedikit menjauh dari kerumunan. Wajahnya serius, tapi lembut—penuh nasihat seorang ayah.
“Kushina hanya mendapatkan sedikit luka bakar. Kau seharusnya sudah tahu bahwa ini bisa terjadi, kan?” tanya Minato dengan nada tenang, tetapi penuh perhatian. Ada kesedihan tersembunyi di balik tatapannya, seolah ingin mengajari Naruto tanpa membuatnya merasa tertekan.
Naruto yang tadinya terdiam, tiba-tiba meledak. "Kumohon tinggalkan aku sendiri!" teriaknya dengan penuh emosi. “Ini bukan urusanmu! BERHENTI BERTINGKAH SEPERTI ITU!” Nada suaranya semakin meninggi, cerminan dari kekacauan batinnya. “Dia terluka karena tindakannya sendiri! Aku bisa saja menghindar dari serangan itu jika aku sendirian!”
PLAKK!
Minato menampar Naruto dengan cepat, membuat suasana hening sejenak. Tamparan itu bukan karena kemarahan, tetapi lebih sebagai cara untuk membangunkan Naruto dari kekecewaan dan kebingungannya.Minato menatap Naruto dengan mata yang penuh kasih sayang tetapi juga tegas. “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian. Tubuh kami bergerak secara spontan saat ada kemungkinan anak kami terluka,” ucap Minato pelan namun jelas. “Itulah yang dilakukan oleh orang tua.”
Naruto menoleh, menghindari tatapan Minato. Perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan bingung. “Kenapa kau mengatakan itu kepadaku?” tanyanya dengan suara pelan, seakan menahan sesuatu yang ingin dia lepaskan.
Minato menghela napas dan dengan tenang menjawab, “Apakah aneh jika aku mengatakan itu?”
"Bukan seperti itu!... Mengapa—” Naruto terdiam, merasa kebingungan dengan emosinya sendiri.
Minato perlahan menepuk pundak Naruto, seolah memberinya kekuatan. “Jangan pernah melakukan hal yang membahayakan lagi,” katanya lembut, tetapi penuh perhatian. Senyum kecil menghiasi wajahnya. “Aku sudah bicara pada Kushina bahwa kami akan menuliskan surat rekomendasi untukmu menjadi Jounin.”
Naruto terkejut. “Eeeh? Serius?” suaranya bergetar antara kaget dan bingung.
Namun sebelum Naruto bisa mencerna sepenuhnya, terdengar suara panggilan lain. “Oi, Menma!” panggil Kushina yang perlahan berusaha berjalan mendekat meskipun kakinya masih terlihat sakit. Jutsu medis Sakura belum sepenuhnya mengembalikan kekuatan kakinya.
“Aaah~ Kushina, aku sudah memarahinya~,” ucap Minato sambil menggaruk kepalanya dengan senyum canggung.
“Anak ini, benar-benar—" Kushina berusaha berjalan lebih cepat, meski rasa sakit di kakinya masih menghalangi langkahnya.
Naruto spontan menutup matanya, mengira amukan besar Kushina akan segera datang. Ia sudah siap menerima pukulan atau cubitan yang menyakitkan, namun justru yang terjadi sebaliknya. GREBB! Kushina memeluk Naruto erat-erat, penuh kasih sayang. Bukan amarah yang Naruto rasakan, melainkan kehangatan ibunya.
“Syukurlah kau tidak terluka...” ucap Kushina dengan suara lembut yang menenangkan, meskipun masih ada sedikit rasa sakit di suaranya.
Minato hanya tersenyum, melihat adegan itu dengan hati yang lega. Naruto masih terdiam dalam pelukan Kushina, bingung bagaimana harus menanggapi. Bagaimanapun, di balik semua kebingungannya tentang dunia ilusi yang diciptakan Tobi, Naruto tetaplah seorang anak yang mendambakan kasih sayang orang tuanya. Dipegang erat oleh ibunya seperti itu, perasaannya mulai melunak. Perlahan-lahan, Naruto balas memeluk Kushina dengan erat, menenggelamkan wajahnya dalam bahu ibunya.
Dari kejauhan, Kakashi yang memperhatikan adegan tersebut bersama Guy dan Sakura tersenyum kecil. “Sungguh hubungan orang tua-anak yang luar biasa,” ucap Kakashi penuh kekaguman.
Sakura hanya diam, memperhatikan dengan tatapan yang dalam, merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pelukan. Sepertinya, di balik semua ini, ada masalah yang lebih besar menanti mereka.