17

445 20 0
                                    

Naruto perlahan membuka matanya, suara Kushina memanggil namanya menggema di benaknya. “Menma! Menma!” Kushina, dengan wajah penuh kekhawatiran, memanggil anaknya sambil meneteskan air mata. Melihat Naruto yang mulai sadar, Kushina langsung memeluknya erat, seolah takut kehilangan anaknya untuk selamanya. “Me... Menma... hiks...” isaknya, merasakan kelegaan yang tak terukur.

Naruto perlahan bangkit, melihat sekeliling. Mereka kini berada di tengah lubang besar akibat ledakan dahsyat. “Ini luar biasa...” gumam Naruto, pandangannya menyapu medan pertempuran yang kini hancur. Ia segera teringat sesuatu yang penting. “Di mana Sakura?” tanyanya dengan nada cemas.

Minato, yang berdiri di dekatnya, menjawab dengan tenang. “Sakura dibawa pria bertopeng itu, tapi Gulungan Bulan Merah masih berada di pihak kita. Kita harus bersiap dan menunggu kesempatan.”

Naruto, tidak bisa menahan emosinya, merespons dengan tegas, “Apa yang kau katakan!? Ini bukan saatnya untuk bersantai! Kita harus segera mengejarnya dan menyelamatkan Sakura!”

Namun, Minato memandang Naruto dengan serius dan menggeleng pelan. “Sekarang terlalu berbahaya, Menma. Dalam keadaan seperti ini, akan sangat sulit untuk melawan mereka…”

Kata-kata Minato selanjutnya mengejutkan Naruto. “Kita tidak perlu mempertaruhkan nyawa hanya untuk menyelamatkan satu orang.”

Naruto tercengang. “Ba-bagaimana bisa kau berkata begitu?”

Minato menghela napas dalam-dalam. “Ingat, sebelum menjadi ninja, kita adalah manusia biasa. Keselamatan kita juga penting.”

“Ayah, tapi—” Naruto mencoba membantah, tapi Minato memotongnya.

“Bagaimana jika kau terluka, Menma? Kami sebagai orang tuamu, mengkhawatirkan keselamatanmu.”

Naruto terguncang mendengar kata-kata itu. Ia tahu, ayahnya yang sebenarnya tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu. Pikirannya melayang pada saat ia bertemu dengan Minato pertama kali, ketika kekuatan Ekor Sembilan di dalam dirinya mulai bangkit.

“Aku percaya padamu. Aku memintamu untuk melindungi Konoha,” kata Minato di masa lalu.

Naruto kemudian teringat kata-kata Sakura sebelum ia diculik, “Pahlawan sejati... dan semua orang... menyelamatkan dunia dan desa... dengan nyawa mereka sebagai taruhannya! Aku tidak akan melupakan itu!”

Kenangan lain mengalir, momen ketika Minato dan Kushina mengorbankan segalanya untuk menyelamatkan desa, saat mereka memilih untuk menyelamatkan Naruto dan orang lain, meski itu berarti kehilangan hidup mereka sendiri. Betapa pahitnya perasaan mereka ketika harus mengorbankan kebahagiaan keluarga demi kebaikan dunia.

Naruto menggenggam erat kunai hiraishin milik Minato yang tertancap di tanah. Tatapannya berubah tegas. “Aku harus pergi…”

“Jangan pergi! Jangan bertindak seperti pahlawan yang sok tahu!” seru Minato, mencoba menghentikannya.

Naruto menoleh, dengan tatapan yang berbeda, lebih dalam dan penuh kepercayaan diri. “Sebenarnya, aku bukan berasal dari dunia ini,” ucapnya dengan suara rendah namun penuh keyakinan.

“Eh? Apa yang kau bicarakan?” Minato dan Kushina menatapnya dengan bingung.

“Namaku bukan Menma,” lanjut Naruto. “Aku adalah Naruto Uzumaki, dari dunia yang berbeda. Maaf telah berbohong selama ini.”

Kushina tampak lebih bingung dan panik. “Kenapa kau tiba-tiba berkata hal yang tidak masuk akal?”

Naruto tersenyum kecil, penuh kepedihan tapi juga keikhlasan. “Ayahku yang sebenarnya adalah Hokage Keempat, dan ibuku adalah jinchuuriki Kyuubi. Mereka berdua wafat di dunia nyata, berkorban demi menyelamatkan desa dan dunia. Itulah siapa mereka... dan itulah jalan yang juga harus aku pilih.”

ROAD TO NINJA : Naruto The MovieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang