---
Naruto dan Sakura duduk di tangga batu yang mengarah ke puncak patung Hokage, memandang ke arah desa Konoha yang bermandikan cahaya malam. Angin malam yang sejuk menyapu wajah mereka, namun ketegangan yang menggantung di udara membuat Naruto tak bisa menikmati pemandangan itu.
“Aku benar-benar hampir gila! Sepertinya aku akan menjadi gila sungguhan!” seru Naruto tiba-tiba, suaranya terdengar frustasi. Dia menatap lurus ke depan, tapi pikirannya jelas jauh dari pemandangan indah desa yang biasanya dia cintai.
“Ini bukan sesuatu yang bisa kuhadapi begitu saja,” lanjutnya dengan nada gelisah. "Sasuke ada di desa, tapi... namaku Menma? Apa-apaan ini? Bagaimana ini bisa terjadi?!"
Sakura, yang sejak tadi merenung di sampingnya, mengangkat alisnya sebelum mengalihkan pandangan kepada Naruto. Ia tampak lebih tenang meskipun pikirannya juga dipenuhi pertanyaan yang sama.
“Mungkin kita sudah dipindahkan ke dunia lain oleh jutsu Madara…” ucapnya sambil berpikir keras, mencoba merangkai kepingan-kepingan puzzle yang aneh ini. “Itu satu-satunya penjelasan yang masuk akal sejauh ini.”
Naruto memutar kepalanya, menatap Sakura dengan kebingungan yang semakin bertambah. “Dunia lain? Maksudmu, dunia lain seperti apa?”
Sakura menghela napas pelan dan menggelengkan kepalanya. “Aku tidak yakin. Sejauh ini kita tidak punya cukup informasi untuk menyimpulkan apapun.” Suaranya tenang, tapi terlihat jelas bahwa situasi ini membuatnya sama bingungnya dengan Naruto.
Naruto menatap langit malam yang dipenuhi bintang, lalu menghela nafas panjang. “Kalau begitu, sebaiknya kita mulai mengumpulkan informasi dari sekarang,” ucapnya, sedikit lebih tenang.
Sakura mengangguk pelan, berdiri dan menepuk celana panjangnya untuk membersihkan debu dari tangga batu. “Ya, kita harus melakukannya. Semakin cepat kita mengetahui apa yang terjadi, semakin cepat kita bisa kembali.” Dia menatap Naruto dengan serius. “Dan jangan lupa. Namamu ‘Menma’ di sini. Jangan sampai kau salah bicara di depan orang lain.”
Naruto tertegun sejenak, lalu menatap Sakura bingung. “Eh? Jadi... aku benar-benar harus memanggil diriku Menma?”
Sakura mulai menuruni tangga dengan langkah ringan. “Ya, di dunia ini namamu Menma, bukan Naruto,” ucapnya sambil terus berjalan menjauh. "Jadi, mulai sekarang, kita harus mendapatkan informasi yang kita butuhkan. Paham, Menma?"
Naruto menghela nafas panjang lagi, merasa sedikit frustrasi. “Bahkan kau juga, Sakura…” gumamnya pelan, merasa aneh dipanggil dengan nama yang bukan miliknya. Dia duduk sejenak di tangga, memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Sementara itu, Sakura sudah sampai di rumahnya. Ketika dia membuka pintu, dia disambut oleh suasana rumah yang berbeda. Rumah itu tampak jauh lebih sepi daripada biasanya, tak ada suara tawa atau percakapan hangat yang biasa menyambutnya ketika dia pulang.
Sakura menyalakan lampu, dan cahaya hangat menyinari ruangan. Tatapannya jatuh pada sebuah foto di dinding, foto kelulusannya saat menjadi Chuunin. Di foto itu, biasanya orang tuanya berdiri di sampingnya dengan senyum bangga. Namun, di dunia ini, mereka tidak ada.
Hati Sakura terasa sedikit hampa saat mengingat betapa pentingnya keluarganya dalam hidupnya. Dia kemudian melihat ke arah sebuah tas kresek yang dibawanya. Tadi saat dia menyusuri jalan pulang, seorang ibu pedagang memberinya tas kresek itu sebagai tanda terima kasih, katanya, karena orang tua Sakura telah menyelamatkan desa di dunia ini.
Sakura menaruh tas itu di meja dengan hati-hati, lalu melepaskan sepatunya. Ketika dia teringat akan suara ibunya yang selalu mengingatkannya, “Sakura, kau harus melepas sepatumu sebagaimana mestinya!” dia menyadari bahwa di dunia ini, dia tidak akan mendengar kata-kata itu lagi.