Seseorang bertopeng seperti anggota Anbu menyeret seseorang yang tubuhnya penuh luka, darah mengalir di sepanjang jalan yang dilalui. Mereka berdua jelas baru saja terlibat dalam pertarungan sengit, napas mereka terengah-engah, udara malam terasa berat dan dipenuhi bau logam. Sosok bertopeng itu menatap ke sekeliling, memastikan tidak ada musuh yang tersisa.
“Aku akan menggunakan jutsu rahasiaku,” ucap pria bertopeng dengan nada dingin, suaranya menggema di tengah kesunyian malam yang mencekam. Ia berbalik dan menatap api yang berkobar di belakang mereka. Di sana, berdiri seorang pria bertopeng lain—Tobi, memandang dengan sorot mata yang tak terbaca di balik topeng oranye khasnya. Tobi seakan sudah mengetahui keberadaannya sejak awal.
"Kau bermimpi menguasai dunia ninja dengan mengumpulkan semua Bijuu?" Tobi berkata dengan nada datar, suaranya terdengar penuh rasa percaya diri. Orang yang diseret oleh pria bertopeng Anbu ternyata adalah seorang Jinchuuriki yang sudah tidak berdaya, tubuhnya penuh luka bakar dan goresan, darah merembes di antara pakaiannya.
“Sungguh impian yang jelas,” lanjut Tobi dengan tenang, seolah menikmati situasi ini.
Pria bertopeng Anbu, yang kini berdiri tegak dengan penuh kewaspadaan, merespon dengan suara penuh ketegangan, “Kau punya otak yang lebih baik dari hantu… siapa kau!?”
Tobi tidak menjawab langsung, hanya tersenyum tipis di balik topengnya. “Apa itu penting? Oh ya, aku akan memberikan kekuatanku padamu,” ucap Tobi dengan santai, seolah kekuatan yang ia miliki bukanlah sesuatu yang besar.
…
Di rumahnya, Sakura tengah berdiri di depan lemari pakaian, memilih-milih baju dengan pikiran yang melayang-layang. Tidak sengaja, matanya tertumbuk pada jubah Yondaime Hokage yang tergantung di sana. Ia tertegun sejenak, memegang jubah itu dengan hati-hati.
“Eh? Ini…” bisik Sakura, seketika ia sadar bahwa di dunia ini, ia adalah putri seorang pahlawan. Senyum tipis muncul di bibirnya, rasa bangga yang samar-samar terbersit di matanya.
Ketukan di jendela memecah lamunannya. Tok tok tok! Sakura menoleh ke jendela, terlihat bayangan seseorang di balik gorden. Dari siluetnya, itu jelas Sasuke. Jantung Sakura berdebar, ia membuka jendelanya perlahan, udara pagi yang sejuk masuk menyapu wajahnya.
“Ada apa pagi-pagi begini?” tanya Sakura dengan suara pelan, pipinya sedikit memerah, berusaha menenangkan perasaannya.
Sasuke tersenyum. Senyum yang lembut namun aneh terlihat di wajahnya, sangat berbeda dari biasanya. “Aku datang karena wajah birumu kemarin,” ucapnya. Sikap ini jelas tidak sesuai dengan karakter Sasuke yang keras dan dingin.
“Kau… kau tidak sedang khawatir padaku, kan?” Sakura mencoba menyembunyikan rasa herannya.
Tanpa berkata-kata, Sasuke tiba-tiba mengeluarkan bunga mawar yang ia sembunyikan di belakang punggungnya, dan menyodorkannya pada Sakura sambil tersenyum. "Ceritakan saja masalahmu padaku, karena aku selalu ada di sisimu," ucapnya lembut.
“Sasuke…” Sakura terpana, hatinya bergetar melihat sikap Sasuke yang tidak biasa ini.
…
Di sisi lain desa, Naruto tampak tidur di sebuah bangku kayu tua, udara malam mulai mendingin. “Tidur di tempat terbuka di desa. Ini bahkan tidak masuk akal,” keluh Naruto sambil menarik jaketnya lebih rapat. Rumahnya, yang kini menjadi milik orang lain, membuatnya tidak punya pilihan selain tidur di tempat seadanya.
Sakura datang menghampiri, duduk di sebelah Naruto. “Ya, kau melalui banyak masalah,” ucapnya dengan nada setuju.
“Kenapa kau bicara seolah ini bukan masalahmu juga!?” ucap Naruto sedikit kesal. “Tidakkah kau merasa kesepian!?”