Tubuh Binar sudah bermandikan keringat ketika akhirnya upacara kemerdekaan berakhir. Meskipun begitu ia tetap mengangsurkan kipas angin portable miliknya kepada Felix, yang telah menyampirkan jasnya ke atas pegangan kursi, karena atasannya itu terlihat lebih kepayahan dari dirinya. Untungnya seorang anak kecil datang menawarkan kipas tangannya kepada Binar. Ketika Binar menanyakan harganya, anak itu menggelengkan kepala sambil berkata ia memiliki banyak kipas serupa, sisa dari suvenir pernikahan kakaknya. Karena tidak ingin menerima pemberian secara cuma-cuma, akhirnya Binar menawarkan sebungkus cokelat, dan anak itu menerimanya dengan riang gembira. Dengan benda bermotif batik itulah Binar mengipasi dirinya, sembari memperhatikan panitia persiapan upacara mencari tahu penyebab alasan kipas angin yang telah disiapkan untuk menjaga kenyamanan para tamu undangan, tidak bekerja sebagaimana mestinya.
"Dapat dari mana, Pak?" tanya Binar ketika dilihatnya Sabda mengipasi diri dengan potongan kardus air mineral.
Dengan cengiran di wajah, Sabda mengacungkan jarinya ke arah meja, berisikan air minum dan makanan ringan. Terlihat salah satu kardus tersebut tak lagi utuh karena ulah tangan Sabda. Meski tidak habis pikir dengan perbuatan pemuda itu, diam-diam Binar menggeser posisinya menjadi lebih dekat dengan rekan kerjanya itu, karena angin yang dihasilkan oleh potongan kardus tersebut lebih kencang bila dibandingkan dengan suvenir di tangannya.
"Bapak ikut lomba apa aja?" tanya Binar berbasa-basi.
"Lompat karung dan tarik tambang," jawab Sabda, "Kamu?"
"Harusnya sih lomba makan kerupuk, tapi kata panitia, Pak Felix mendaftarkan saya pada beberapa lomba lainnya." kata Binar sembari menatap sinis pada atasannya.
"Sebagai perwakilan dari kantor pusat, kalian memang harus memperlihatkan semangat dan daya juang, agar menjadi contoh bagi karyawan yang ada di sini." kata Felix yang ternyata ikut menyimak obrolan itu, "Dari sekian banyak perlombaan yang diadakan, bisa-bisanya kamu hanya mendaftar pada lomba makan kerupuk. Memangnya itu masuk akal? Padahal panitia dan karyawan lainnya excited sekali, karena jarang-jarang mereka kedatangan tamu dari kantor pusat pada hari kemerdekaan seperti ini, tapi kamu justru bermalas-malasan. Meski tidak benar seperti itu, tapi bisa saja mereka salah paham dan menganggap sikap kamu itu sebagai cerminan dari seluruh karyawan kantor pusat; sombong, tidak mau bergaul, dan pemalas."
Meski bibirnya mengerucut maju, Binar tidak membantah pendapat alasannya. Lagipula setelah dipikirkan kembali, belakangan ini ia memang tidak pernah terlibat dalam keseruan perayaan hari kemerdekaan. Biasanya setelah mengikuti upacara bendera di kantor, semua karyawan langsung pulang untuk mengikuti perlombaan di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Dan karena Binar tidak menyukai tetangganya yang seringkali bersikap usil dengan menanyakan rencana pernikahan, alih-alih bergabung bersama mereka, ia lebih memilih untuk melanjutkan tidur. Setidaknya di tempat ini tidak akan ada yang berani menanyakan hal semacam itu kepadanya, karena itu mungkin sebaiknya Binar tidak terlalu pesimis dan mencoba untuk menikmati hari kemerdekaan bersama mereka.
Setelah mendengarkan dan meresapi omelan Felix yang menyakiti hati karena mengandung kebenaran, Binar dan Sabda pulang ke rumah dinas untuk berganti pakaian. Ketika kembali lagi ke lapangan keduanya sudah berganti mengenakan kaos olahraga berkerah, hanya saja berbeda warna dan pengenal. Kalau Binar menggunakan kaos berwarna biru laut dengan tulisan PT Favex Karya Wibowo seperti kebanyakan karyawan lainnya, maka Sabda mengenakan seragam olahraga dari perusahaan sebelumnya, yaitu PT Favex Mandiri yang didominasi oleh warna biru navy. Karena seragamnya yang berbeda itulah Sabda jadi terlihat lebih menonjol dibandingkan peserta lainnya, meski sepertinya pemuda itu tidak sadar kalau beberapa gadis memandang penuh minat padanya.
"Ingat ya, Bee, kamu mewakili seluruh karyawan di kantor pusat. Karena itu meski tidak harus menang, kamu tetap harus berusaha. Sekuat-kuatnya." kata Felix sambil menepuk bahu Binar, seakan gadis itu akan pergi berperang, padahal ia hanya akan melawan sembilan perempuan lainnya dalam perlombaan makan kerupuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
-30 (Slow Update)
General FictionTentu saja Binar ingin jatuh cinta seperti gadis lainnya, tetapi sepertinya cupid tidak terlalu menyukainya. Atau setidaknya begitulah pemikiran gadis itu, karena menjelang menginjak usia kepala tiga, tiba-tiba saja ada begitu banyak pria yang menco...