BAB 3

130 7 0
                                    

Dara berhasil merebut kunci dari tangan Raka dengan tak-tik-nya sendiri. Ia bisa keluar bebas dari sana dan berjanji tidak akan lagi percaya dengan ucapan yang berujung jebakan dari bocah laknat itu.

Jarak dari kost menuju rumah Ustadz Jaenal itu tidak begitu jauh, dan tidak dekat juga. Jika berjalan kaki mungkin sampai 40 menit, tetapi jika menggunakan motor tidak sampai setengah jam sudah sampai. Selama ini Dara berpergian menggunakan motor yang dulu sang nenek belikan untuknya, jadi tidak sulit untuk ia bisa pergi kemana-mana.

Semenjak neneknya meninggal dunia, Dara bingung bagaimana nasib biaya sehari-hari dan kuliah-nya, ia menggunakan tabungannya yang belum tentu cukup sampai masa kuliahnya berakhir. Karena itu sekarang Dara banyak menyimpan formulir lamaran kerja pada perusahaan-perusahaan yang ada di kota ini, ia bisa bekerja sambil kuliah untuk mengurangi beban per-ekonomiannya.

"Gak habis fikir gue, kayanya nyokapnya si Raka pas hamil dianya tuh banyak makanin bangke kali ya, anaknya kelakuannya amit-amit!!" gumam Dara. Di sepanjang perjalanan pulang ia terus memaki Raka dengan bicara sendirian bersamaan dengan angin di sore hari.

Sampai di tempat kost, seperti biasa di depan tangga selalu ada mbak Kunti yang terbiasa berdiam disitu dengan gaya menyisir rambut. Tadinya Dara ingin bertanya, darimana sisir itu di dapat, tapi tidak penting untuk ia ketahui, daripada nanti si mbak-nya mau ikut tidur dengannya kan repot.

Sebenarnya ada banyak makhluk halus yang berada di sekitar kost-an, wajar saja karena tempat ini kelihatan kumuh juga beberapa ada kamar yang temboknya sudah rapuh. Dara memilih tinggal di kost-an ini, karena lebih murah, itung-itung meringankan biaya hidupnya, kalau masalah banyak hantu-nya sih ia sudah terbiasa berinteraksi dengan mereka.

Lagipula Dara rajin berdoa sebelum masuk kamar kost, bahkan saat keluar dari kamar kostnya, itu adalah perlindungan diri untuknya, dengan begitu tidak mudah para makhluk itu menganggunya.

Saat sampai kamar, ponsel Dara berdering menandakan notifikasi panggilan masuk. Dara segera mengangkat panggilan telfon itu, karena itu dari ustadz Jaenal.

"Assalamualaikum Dara, apa tadi siang kamu ke rumah saya?"

"Walaikumsalam. Iya pak ustad, benar. Saya butuh pertolongan bapak,"

"Saya sedang berlibur dengan keluarga ke luar Kota, kemungkinan lusa saya baru pulang."

"Hm, gimana kalau nanti ketemu di luar aja pak? Bapak gapapa kok kalau ajak Isterinya bapak,"

"Kalau itu tidak perlu bawa isteri saya, saya akan izin dan menemui kamu, nanti kirimi ya alamat tempatnya biar saya langsung kesana."

"Baik pak, terimakasih banyak ya pak. Maaf saya ganggu, Assalamualaikum.."

"Gapapa Dara, saya sama sekali gak keberatan kalau kamu butuh bantuan saya. Baiklah, Walaikumsalam."

Dara menghela nafasnya lega. Akhirnya ia bisa bertemu dengan ustadz Jaenal besok, karena ia harus segera menuntaskan misteri ini.

>

Malam harinya, Dara mendengar suara ketukan pintu sebanyak tiga kali pada kamar kostan-nya. Jantung Dara berdebaran karena ketakutan, namun perlahan ia tetap melangkah hendak membukakan pintu.

Trak..

Ketika pintu di buka, Dara terkejut bukan main, Elvalie ada di hadapannya.

"N-nenek?" Ini sangat tidak mungkin. Neneknya sudah tiada sejak 2 bulan yang lalu. Lalu yang ada di hadapannya ini siapa?

"Tolong nenek, Dara..." kepalanya bersuara seperti bunyi patahan. Dan terjatuh dari tempatnya. Kepala sang nenek terpisah dari tubuhnya, darah berlumuran membasahi lantai bahkan mengenai kaki Dara.

"Nggak.." Dara shock. Ia hampir saja tidak sadarkan diri, jika tidak di sapa oleh penghuni sebelahnya yang memang melewati kamar kost-nya.

"Lo kenapa Ra?" dia Jije. Wanita cantik yang jadi penghuni di sebelah kamar kost Dara.

Seketika Dara tak lagi melihat wajah sang nenek, apalagi darah mengerikan itu.

Dara mulai merasa lega, ia berfikir mungkin tadi hanyalah halusinasi karena ia mengantuk.

"G-gapapa. Lo baru balik Je?"

"Iya, kemaleman gue. Tadi abis dari rumah pacar gue,"

"Oh gitu."

"Lo ngapain ngelamun depan pintu gitu?"

"Gapapa Je, gue iseng aja hehe. Yaudah gue masuk lagi ya,"

"Okey, gue juga mau istirahat."

Dara kembali memasuki kamar, ia berbaring di atas tempat tidur dengan perasaan masih dag-dig-dug. Sepertinya ada yang tidak beres setelah kepergian sang nenek.

Untuk memastikan, ia mencoba menghubungi sang adik.

"Shalow Kak, ada apa? Tumben nelfon aku?"

"Dek, kakak mau nanya sesuatu sama kamu, boleh?"

"Iya, apa kak?"

"Gimana keadaan mama sama papa?"

"Mama papa baik kak, tapi.."

"Tapi apa dek?"

"GHISELAAAAAAA.." teriakan itu dari mama-nya, hingga telfon di matikan sepihak.

Dara berulangkali mencoba menghubungi kembali sang adik, namun nomer Ghisela tidak lagi aktif.

Ada apa sebenarnya? Mengapa Dara merasakan hal aneh, seperti ada sesuatu yang sedang di sembunyikan dan....

Berbahaya!

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang