BAB 7

107 7 0
                                    

"Ka, kenapa sih aku gak di kenalin ke ayah ibu kamu? Kita pacaran udah mau 3 hari loh, masa belum ada tanda-tanda kamu serius sama aku?"

Raka menghela nafasnya kasar. Kekasih barunya itu memang menyebalkan, selain cerewet juga banyak yang di mau. Contohnya seperti sekarang ini, merengek ingin di kenali dengan orangtua Raka, jika saja Celine tahu bahwa kedua orangtua Raka sangat tekun dalam Agama-nya, mungkin Celine akan mundur alon-alon.

Raka ini playboy, dia suka bergonta-ganti pacar hanya untuk sekedar bersenang-senang. Ia membutuhkan pacar yang bisa di ajak dugem, mabar mobile legend, atau hal-hal lainnya yang menurutnya menyenangkan.

Berbeda jauh dengan ustadz Jaenal-- ayahnya, jelas ayahnya sejak di masa muda dulu tidak pernah berpacaran apalagi bergonta-ganti perempuan.

Kadang kala, Raka berfikir konyol, apakah dirinya ini sebenarnya anak pungut yang di temukan dari kardus teh botol sosro?

Ah tidak mungkin. Kalau di lihat-lihatkan, Raka sama tampan-nya seperti sang ayah.

"Kok malah diem si Ka? Kapan ih?"

"Bawel banget, gue putusin ya?"

"Jangan Ka! Yaudah aku minta maaf deh. Aku gak akan minta di kenalin orangtua kamu lagi, nanti aja kalau kita pacarannya udah seminggu ya? Kalau sekarang kan belum lama, baru 3 hari."

Baru seminggu aja minta di kenalin ke bokap nyokap gue, apalagi setahun? Minta gue gali kuburan buat persiapan kematian dia kali.

Jengah dengan sikap Celine yang keanak-anakan, Raka segera mengantar perempuan itu untuk pulang, karena hari sudah larut malam.

"Raka, tapi aku gak mau pulang!"

"Gue ada urusan."

"Urusan apa? Jangan-jangan kamu mau ketemuan sama--"

"Gak usah ngaco! Buruan masuk ke mobil, gue beneran ada urusan lain!" Celine cemberut kesal, dan akhirnya ia memasuki mobil Raka.

>

Pukul 23:40, Dara duduk di sudut jalanan sepi. Ia baru sampai di Jakarta, tetapi ia memutuskan untuk sekedar mencari udara malam di tempat yang sepi hanya untuk meredakan rasa nyeri di hatinya.

Di sepanjang perjalanan Dara tak berhenti menangis tersendu-sendu, bahkan sekarang saja matanya sudah kelihatan begitu sembab. Ternyata yang paling sakit adalah, ketika seorang ibu menyesal melahirsan anak yang di takdirkan ada dalam rahim-nya.

Tidak bisa berkata apapun lagi, Dara hanya bisa berteriak menangis sepuas hatinya di tempat yang sepi ini sekarang.

Saking kencang suara Dara menangis, sampai terdengar di telinga mbak kunti yang sedang menyusui bayi mungilnya di atas pohon besar ujung lorong jalan.

"SIAPE SIH MALEM-MALEM TERIAK BEGINI? ANAK GUE NANGIS NIH WOI."

"Kurang kerjaan kali ya teriak-teriak, die fikir ini hutan ape."

"Masalah hidup apakah yang sedang manusia itu alami, sampai harus mengguncangkan dunia dengan tangisannya?"

Berbagai komentar dari para hantu yang ada di beberapa tempat itu tentu dapat Dara dengar, tetapi kali ini Dara tidak perduli. Lebih baik di hujat para hantu, daripada sesama manusia.

Sebuah mobil berhenti tepat di belakang motor yang Dara parkirkan. Si pengendara keluar dari kendaraannya dan menghampiri.

"Lo ngapain malem-malem disini?"

Dara terkejut dengan kehadiran Raka, ia buru-buru mengusap airmatanya kasar. "Gak usah kepo sama urusan orang!"

"Jangan-jangan lo abis main sama om-om ya?"

"JAGA OMONGAN LO YA? GAK USAH NAMBAH BEBAN FIKIRAN GUE, LO ITU MASIH BOCAH, GAK TAU BEBAN HIDUP ORANG DEWASA. LO CUMAN BISANYA NYUSAHIN ORANGTUA LO!" murka Dara. Saat ini ia benar-benar sangat ingin melampiaskan rasa emosinya, beruntung ada Raka yang datang dan seolah mengajaknya bertengkar.

Dara mendekat, "Mau ribut sama gue?" tantangnya.

Raka menahan tawanya mati-matian. Ekspresi yang saat ini Dara perlihatkan menurutnya lumayan lucu.

"Ayok, mau bagian mana yang gue pukul?" tanya Raka.

"Gue gak mau di pukul, gue doang yang boleh mukul."

"Lah egois, kan ribut? Namanya ribut ya saling pukul bukan cuman maunya mukul."

"Emang lo berani mukul gue?"

"Nggak sih, yaudah lo boleh pukul gue."

"AAAAA GUE KESEL BANGET HARI INI, KESEL KESEL KESEL. KENAPA DUNIA GAK ADIL BANGET BUAT GUE? KENAPA KEBAHAGIAAN GUE BANYAK YANG HILANG? AAAAAA KESELLLL.." berulangkali Dara memukul Raka seolah menjadikan anak remaja itu samshak untuknya.

Raka beralih memeluk Dara, "Kalau ada masalah itu jangan nyalahin dunia, tapi salahin diri sendiri, kenapa masih ngeluh? Andai aja Tuhan bisa memperlihatkan secara sat set apa yang ada di balik masalah lo, pasti lo bakalan merasa nyesel udah ngeluh kaya gini. Sebenernya di balik masalah, ada pelajaran berharga yang bakalan lo dapet."

Dara menangis histeris. Entah mengapa ia nyaman berada dalam pelukan pria itu.

Setelah sekian lama tidak punya tempat bersandar, hari ini ada seorang pria yang tidak sengaja bertemu dengannya lalu memberikan pelukan yang berhasil membuat perasaannya mulai terkendali.

"Balik udah malem, gue ikutin dari belakang ya." Dara mengangguk lemah. Kenapa malam ini Raka kelihatan manis sekali dengan tingkahnya yang selembut itu? Apakah Dara sudah masuk dalam perangkap rayuan maut bocah SMA itu sekarang?

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang