BAB 18

32 7 1
                                    

"Ngapain bawa Zio malem-malem keluar?" Elang murka. Ia mengambil Zio dari gendongan Ghisela.

"Aku tadinya nyari tukang bakso, aku ajakin baby Zio soalnya kan kamu tadi lagi keluar Bi."

"Masuk!" Ghisela menurut.

Elang begitu perhatian pada Zio, sampai-sampai mau menggantikan pempers, juga baju salin pada Zio.

Ghisela dapat melihat peran ayah dari Elang untuk putra-nya, terlihat Elang begitu menyayangi Zio. Meskipun terbesit rasa kecewa karena Zio adalah anak dari hasil perselingkuhan Elang dengan Nadia, namun semuanya tidak bisa di ubah, semuanya sudah terjadi dan energi Ghisela sudah terkuras habis oleh airmata, jadi untuk apa ia harus memperdebat kan-nya lagi?

"Aku mau Zio punya adik," kata Elang tiba-tiba.

"Maksud kamu?"

"Kita buat adik untuk Zio ya?"

"Aku masih kuliah Abi, kamu ngaco!" dengan segera Ghisela melengos pergi memasuki kamar.

Sekarang yang Ghisela fikirkan bukan soal Elang yang meminta adik untuk Zio, tetapi ia memikirkan Nadia, apakah kematiannya begitu mengenaskan, apa yang Elang lakukan pada wanita itu?

"Mbak Nadia, aku mohon datanglah.. bicarakan semuanya, aku ingin tau." lirih Ghisela.

"Aku ingin membawa anakku, dia adalah milikku."

Suara itu terdengar nyata di telinga Ghisela. Ia melirik ke setiap sudut, namun tidak menemukan keberadaan Nadia.

Elang masuk ke dalam kamar, "Kenapa punggung Zio merah-merah begini?" tanyanya sembari meletakan Zio di atas kasur, kemudian memperlihatkan memar merah di punggung bayik kecil itu.

Ghisela menggeleng, "Aku gak tau. Aku gak mungkin lakuin kekerasan sama Zio."

"INI KARENA LO BAWA DIA KELUAR MALEM-MALEM, GHISELA!!" bentak Elang.

Ghisela sampai tidak percaya jika Elang bisa membentaknya sekeras itu, bahkan menuduhnya.

"Aku sama sekali gak lakuin itu Elang."

"Besok gue mau Zio di bawa ke rumahsakit dan di periksa. Lo jangan pergi ke kampus dulu!"

"Tapi aku lagi beresin skripsi awal."

"BANGSAT! LO GAK TANGGUNGJAWAB UDAH BIKIN ANAK GUE KENAPA-NAPA?"

"Anak kamu?"

Seketika ekspresi Elang berubah cemas.

"Kamu bilang Zio anak kamu? Anak kamu sama mbak Nadia?"

"Gue udah anggap dia kaya anak gue sendiri. Gak usah bawa-bawa Nadia."

"Kenapa? Karena hubungan kamu sama mbak Nadia belum selesai?"

"GHISELA HORLAS! JANGAN MENEKAN GUE UNTUK JAWAB PERTANYAAN KONYOL LO! GUE UDAH BILANG, GUE UDAH GAK ADA HUBUNGAN APAPUN SAMA DIA, DAN GUE UDAH GAK MAU TAU TENTANG DIA!!"

"Apa jangan-jangan bener anak ini anak kamu sama mbak Nadia? Apa jangan-jangan mbak Nadia kamu bunuh?"

Plak!

Ghisela tercengang dengan sikap kasar Elang. Ia tidak lagi bicara apapun dan meninggalkan pria itu begitu saja.

Elang mengejarnya, menahan pergelangan tangan Ghisela, "Aku minta maaf sayang, aku bener-bener kelepasan."

"Aku gak nyangka kamu sekasar itu, cuman buat bela diri kamu yang salah."

"Yang maaf--" Elang mengusap pipi wanitanya, namun dengan cepat Ghisela menepisnya kasar.

"Aku bakalan maafin kamu, kalau kamu jujur soal mbak Nadia.."

"Aku udah bilang semuanya sama kamu Ghisel, apalagi yang harus aku omongin? Aku udah jujur soal Nadia. Kamu gak percaya?"

"NGGAK! AKU SAMA SEKALI GAK PERCAYA! KARENA APA? KARENA MBAK NADIA SENDIRI YANG DATENG SAMA AKU. ELANG, ZIO DALAM BAHAYA! MBAK NADIA KEPENGEN ZIO IKUT SAMA DIA, DAN AKU YAKIN LEBAM DI PUNGGUNG ZIO ITU KARENA MBAK NADIA!!"

Elang terdiam sesaat. Ia tak mengatakan apapun, lalu pergi keluar dari apartemen.

Sementara Ghisela masih diam di tempatnya, mengeluarkan banyak airmata. Demi Tuhan ia juga menyayangi Zio, dan tidak mau bayik mungil itu pergi dari hidupnya.

>
>

Elang melampiaskan segala bentuk emosionalnya dengan pergi ke salahsatu klub, lalu menghabiskan waktunya untuk bermabuk-mabukan.

Suasana klub yang sudah pasti ramai, entah mengapa mendadak sepi dan lampunya-pun meremang minim pencahaya-an.

Elang berfikir ia mabuk.

Di ujung terlihat seorang wanita dengan senyum kepedihannya, wanita itu tersenyum namun mengeluarkan airmata.

Wanita itu mendekat pada Elang, "Kamu jahat! Kamu memisahkan aku dengan anak kita. Kenapa kamu bunuh aku Elang? Kenapa? Aku bisa merawat anakku dengan baik, aku bisa menghidupkannya dengan layak. Aku tidak akan mengganggu kehidupanmu, jika kamu memintanya. Kenapa malah kamu bunuh aku?"

Elang mundur perlahan. Ia menggelengkan kepala berkali-kali, berfikir bahwa ia memang sedang mabuk.

Kehadiran Nadia yang secara tiba-tiba itu jelas membuat Elang mendadak gelisah.

"Lo udah mati, jangan ganggu hidup gue, anjing!"

"Aku akan bawa Zio, dia adalah milikku!" Nadia tertawa mengerikan. Mulutnya seketika mengeluarkan darah, lalu mengeluarkan gumpalan-gumpalan, dan gumpalan itu berubah menjadi sosok bayi mengerikan, merangkak mendekat pada Elang.

"JANGAN GANGGU GUE!!"

Teriakan Elang mendadak jadi pusat perhatian dari orang-orang yang berada di dekatnya.

Mereka tidak bertanya, hanya sekedar memperhatikan lalu Elang berlari keluar dari klub itu.

"Gue cuman mabuk." ucapnya sambil tertawa-tawa.

Apa yang Nadia katakan kian menjadi fikiran di otak Elang.

Ghisela benar, Nadia menginginkan anaknya ikut. Elang tidak bisa diam saja, ia harus melakukan sesuatu agar setan itu lenyap, dan Zio selamat.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang