BAB 14

30 5 0
                                    

Sejak sore itu, Ghisela belum juga kembali ke apartement. Jangan tanya bagaimana perasaan Elang sekarang, ia benar-benar frustasi bahkan ia meminta banyak anak buah-nya untuk mencari keberadaan Ghisela.

Menyesal membiarkan wanita itu pergi, jika pada akhirnya wanita itu sampai detik ini tidak juga kembali.

Waktu sudah mau pagi, tetapi Ghisela belum juga kembali. Elang sudah meminta seseorang datang ke tempat dimana Erina tinggal, namun rupanya disana Ghisela tidak ada juga.

Kemana wanitanya?

Apakah benar, Ghisela akan benar-benar pergi dari hidupnya?

Di saat fikiran sedang sekacau ini, Elang mendapat panggilan telfon dari Nadia.

"Elang ak-aku kaya-nya mau me-melahirkan.. tolong.."

Anaknya akan lahir! Garis keturunan Elang Mahesa akan lahir ke dunia. Ada rasa senang, namun tidak juga tenang karena fikirannya penuh dengan nama Ghisela.

"Gue kesana." Elang tahu dimana tempat Nadia tinggal. Tidak jauh dari apartement-nya, ia akan segera membawa wanita itu ke rumahsakit untuk melahirkan putra-nya.

Namun, fikiran Elang kian mengingat bagaimana sang mama yang dulu ingin melenyapkannya. Amarah Elang mulai menggebu. Tangannya mengepal emosi, dan jiwa psikopatnya mulai menyala.

Elang menemui Nadia, wanita itu terengah-engah dengan tubuh merosot ke lantai, nampak sedang menyeimbangkan pernafasan hendak ingin mengeluarkan bayik yang ada di dalam perutnya.

Baru 8 bulan, anak itu sudah ingin melihat dunia.

Elang datang mengusap puncak kepala Nadia, "Lahirkan anakku dengan baik." ucapnya tersenyum penuh arti.

Nadia menoleh, "Elang bawa aku ke rumah sakit, aku gak bisa melahirkan sendiri. Atau bawa bidan kesini." ucapnya pelan.

"Biar gue yang bantu." Elang mengeluarkan pisau dari balik jaket yang ia kenakan.

Nadia terkejut sekaligus panik, "K-kamu mau apa?"

Srttttt--

Perut itu Elang robek, membuat Nadia menjerit histeris. Tidak hanya satu kali, Elang merobeknya berkali-kali seperti sedang melakukan operasi caesar namun yang ini benar-benar berbahaya.

Nadia menghembuskan nafas terakhirnya saat robekan terakhir dimana kepala dan tubuh bayinya terlihat, lalu Elang ambil bayi itu dari sana bersama-an dengan tali ari-arinya.

Elang m menimang dan mencium bayinya penuh kasih sayang.

Sementara Nadia? Tewas dalam keadaan mengerikan.

Elang melihat Nadia seperti melihat mama-nya, bukankah seharusnya dulu mama-nya saja yang mati? Kenapa ada seorang ibu yang tega ingin membunuh darah dagingnya sendiri? Tetapi seharusnya Elang tahu, bahwa Nadia bukanlah Soraya-- wanita seperti Nadia seharusnya mendapatkan hidup yang sempurna, bukan malah mati dalam keadaan mengenaskan seperti sekarang.

"Zio Mahesa." lirih Elang berbisik di telinga anak laki-lakinya.

Ia segera meminta bantuan seseorang untuk membereskan perpecahan yang terjadi.

>
>

Ke-esokan harinya Ghisela kembali ke apartement, namun ia di kejutkan dengan adanya bayi di depan pintu apartement-nya.

"B-bayik?"

Eaaaa... eaakkk..

Bayik itu terus saja menangis. Saat Ghisela mendekat, ada kertas kecil bertulisan "ZIO HESAMA" Lalu perlahan Ghisela mengangkat bayi itu. Ia berfikir kemungkinan bayi yang saat ini ada dalam pangkuannya di buang oleh orangtuanya.

Ghisela mencoba berinteraksi dengan mata batin-nya, ia melihat sesuatu yang hanya sepotong gambaran dimana anak ini di pegang oleh seorang pria di peluk dan di cium dalam keadaan penuh dengan darah, anehnya wajah pria itu samar tidak bisa Ghisela lihat dengan jelas oleh mata batin-nya.

Ghisela segera membawa masuk bayi itu ke dalam apartement, di dalam sana ada Elang yang langsung berekspresi terheran dengan Ghisela yang membawa seorang bayi.

"Bayi siapa?" Elang mendekat, menatap lekat bayi itu. Ia tersenyum samar, sama sekali tidak Ghisela lihat.

"Aku gak tau. Bayi ini ada di depan apartemen, kita harus segera lapor polisi, bayi ini kayanya di buang. Orangtuanya jahat banget!"

"Kenapa gak di rawat aja?"

"A-apa? Rawat bayi?"

"Iya. Sini aku mau coba gendong--" Ghisela memberikannya. "Lucu, ganteng juga kaya gue."

"Namanya Zio."

Elang menatap Ghisela, "Kok Zio?"

"Aku dapetin nama itu dari kertas yang sengaja di tulis sama orangtuanya kayanya. Zio Hesama."

"Hesama? Ganti aja ya jadi Zio Mahesa, gimana? Kita rawat bayik ini,"

Memang sejak lama Elang selalu meminta Ghisela hamil, pria itu sangat ingin memiliki bayi. Katanya bayi adalah tanda cinta seseorang. Itu sebab Ghisela tak heran jika melihat Elang segemas itu saat melihat Zio.

Zio nampak nyaman berada dalam gendongan Elang. Dan entah mengapa Ghisela merasa aneh dengan hal itu, seperti ada suatu hal yang tersembunyi di baliknya.

"A-aku mau mandi dulu,"

"Iya. Abis ini kita beli pempers buat Zio, gimana?"

"Iya." jawab Ghisela seadanya.

Di dalam kamar mandi, Ghisela malah memikirkan soal Zio. Kenapa bisa ada seorang bayi yang tiba-tiba di buang di depan pintu apartement-nya, apa sekebetulan itu?

Dan lagi kenapa bayi itu nampak seperti memiliki kedekatan yang berbeda saat Elang menggendongnya?

Di saat sedang memikirkan hal demikian, Ghisela merasa ada seseorang melewati pintu kamar mandi.

Ia segera membuka pintu tersebut, namun tak mendapati siapa-siapa. Buru-buru Ghisela membersihkan diri, dan pergi membeli kebutuhan Zio bersama dengan Elang.

"Kamu kenapa gak pulang kemarin?" tanya Elang.

"Gapapa, aku lagi butuh waktu sendiri aja."

"Nanti aku bakalan jujur sama kamu, tapi janji ya buat jangan ninggalin aku?"

"Soal cewek itu?" Elang mengangguk. Ghisela hanya menghela nafas saja. Ia harap ia bisa menerimanya dengan lapang dada.

Zio di belikan banyak kebutuhan, Elang nampak begitu bahagia melihat bayi itu berada di tangan Ghisela. Sudah lama ia memimpikan hal ini, dimana ia bisa memiliki anak dan hidup seutuhnya dengan Ghisela, meskipun impian itu tidak sama seperti apa yang di bayangkannya.

Bukannya merasa berdosa, atau bersalah karena telah membunuh wanita yang menjadi ibu untuk anaknya, Elang justru merasa begitu lega karena sudah tidak ada lagi penghalang untuk hubungannya dengan Ghisela.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang