BAB 12

96 6 2
                                    

"Kamu tadi cari mama?"

Kehadiran Anggelie membuat jantung Dara berdebaran lebih cepat, ia betul-betul terkejut. Tanpa di sadari oleh Dara juga, pintu kamar sudah tertutup rapat dengan sendirinya.

"I-iya ma, mama dari mana?"

Anggelie tersenyum tenang, "Kamu pulang kesini malem banget, mama tidur dari sore karena capek abis masak. Mama masakin kamu banyak, ayok makan?" ajaknya.

Dara melirik sebentar ke arah pintu, ingin melirik lebih lama lagi tapi Anggelie sudah mengajaknya buru-buru pergi ke ruang makan.

Masakan Anggelie selalu sama, enak dan menarik. Hal yang membuat Dara rindu salahsatunya memang masakan mama-nya itu.

"Makan yang banyak ya," tanpa Dara sadari, Anggelie menaruh obat tidur pada makanan yang Dara makan, membuat Dara akhirnya tertidur lelap sampai besok pagi.

Anggelie memastikan pada kamar belakang setelah Dara masuk kamarnya dan tertidur. Ia terheran kenapa kamar itu bisa terbuka sementara sudah ia kunci rapat.

"Ini gak mungkin," gumamnya pelan lalu kemudian membukakan pintu.

Di dalam sana, di dalam ruangan yang besar namun hampa terdapat dua orang berdampingan yang terkapar lemah dengan nafas naik turun, mata melotot menatap ke atas langit-langit kamar. Mereka adalah Ghisela dan juga Irvan.

Kedua manusia itu kelihatan ingin sekali berteriak, namun seperti ada tekanan yang membuat keduanya nampak sekarat dan tidak bisa bergerak.

Raga-nya memang ada disana, tetapi jiwa-nya menangis tersendu melihat keadaan tubuh yang tersiksa disana.

"Kenapa mama lakuin ini?" Ghisela menatap sedih Anggelie. Seorang ibu yang melahirkannya, tega melakukan ini pada anak kandungnya sendiri?

Anggelie mendekat, "Kamu yang mengatakan pada Dara disini tempatmu dan papamu? Apa kamu mau menyusul ke akhirat bersama papamu?"

"PAPA BELUM MATI!!"

"Oh ya?" Anggelie menggerakan tangan-nya seperti sedang mengangkat barang, yang kemudian raga Irvan terangkat ke atas lalu terhempaskan begitu keras ke bawah.

Tidak sekali, tapi berulangkali sampai tubuhnya di penuhi dengan darah. Irvan telah meninggal dunia.

Ghisela menangis kencang, menjerit, berteriak begitu lantang. Ia marah, sedih, terpukul, sungguh ia begitu sakit dengan kepergian papa-nya yang ada di depan mata.

Ghisela menatap penuh kebencian pada sang mama, "LAKUKAN ITU PADA GHISELA SEKARANG JUGA!!" tantang-nya.

"Oh tentu tidak sekarang. Mama masih memerlukan kamu, untuk menarik Dara di hadapan Iblis yang menginginkannya."

Laknat! Ya, Anggelie memang laknat, kejam dan licik.

Entah apa yang ada dalam fikiran wanita jahat itu, sampai harus tega mengorbankan orang-orang yang menganggapnya berharga.

"Jangan menyakiti kak Dara!"

"Lakukan yang mama inginkan, bawa dia ke hadapan Iblis yang sudah mengikat perjanjian dengan mama!"

"Aku gak mau kak dara jadi korbannya!"

"BUKAN URUSAN KAMU GHISELA! TURUTI ATAU KAMU MATI!"

"LEBIH BAIK AKU YANG MATI, DARIPADA KAK DARA! BIARKAN KAK DARA TETAP HIDUP!"

"SIALAN! KAMU MENGINGINKAN KEMATIAN YANG SERUPA SEPERTI PAPA-MU?"

"YA, LAKUKAN! TAPI LEPASKAN KAK DARA!"

Anggelie semakin murka. Ia fikir Ghisela akan takut dengan ancamannya, namun rupanya anak itu begitu menyayangi kakak-nya sampai rela mengorbankan dirinya sendiri asalkan kakaknya selamat.

Anggelie dengan kemarahannya, ia mencekik tubuh terkapar Ghisela, hingga jiwa itu menyatu dengan raga-nya dan merasakan sakit yang sesungguhnya.

"Apa kamu tidak ingin berlama-lama dengan kakakmu? Hahahahaha."

"Akhhhh... s-sakittthhhhh.."

Anggelie terus mencekiknya, ia kemudian membacakan kalimat-kalimat yang mendatangkan para Jin hadir di ruangan itu.

Bukan hanya satu, rupanya Anggelie memelihara banyak Jin mengerikan, mereka semua menatap lapar raga-nya Ghisela.

Anggelie terus mencekik Ghisela, namun saat kejadian itu berlangsung....

>

Ustadz Jaenal merasakan perasaan tidak nyaman, ia merasa bahwa Dara dalam bahaya saat ini.

"Bun bangun," ia mencoba membangunkan sang Isteri namun rupanya sang Isteri lelap dalam tidurnya.

Ustadz Jaenal segera ambil wudhu, ia kemudian memakai peci andalannya, dan lantas keluar dari kamar.

Mencari Raka ke kamarnya, ustadz Jaenal berulangkali mengetuk pintu kamar putra-nya.

Raka yang memang belum tidur karena sedang video call-an dengan pacar barunya itu ya tentu saja merasa terganggu oleh ketukan pintu, ia buru-buru mematikan panggilan telfonnya dan lantas menghampiri ayah-nya.

"Ada apa sih yah?"

"Sekarang siap-siap, ikut ayah ke kota B."

"HAH? TAPI--"

"Jangan bicara nada tinggi pada orangtua, Raka!"

"Hm, iya-iya." Gak ada angin, gak ada ujan, tiba-tiba aja nyuruh gue ikut.

Keduanya sudah bersiap, sebelum berangkat tentu saja ustadz Jaenal sudah mengirim pesan pada sang Isteri melalui whatsapp, apabila nanti Isterinya membuka hape, pasti melihat notifikasi tersebut.

Di dalam mobil Raka nampak sibuk saja dengan handphonenya, walaupun ia sendiri sebenarnya bingung kenapa ayah-nya tiba-tiba memintanya ikut ke suatu kota.

>

Dara memberanikan diri masuk ke dalam kamar belakang, ia sebenarnya sudah tahu bahwa mama-nya memberikan obat tidur, ia dapat melihat itu dari kemampuannya. Hal jahat dalam bentuk apapun, akan teratasi dengan iman tentunya. Apalagi Dara memegang tasbih pemberian ustadz Jaenal, ia menjamin bahwa dirinya akan selamat walaupun harus luka-luka.

Mendengar suara jeritan, rintihan dan tangisan Ghisela, Dara terus membaca doa-doa dengan tasbih yang ia gerakan di tangannya agar pintu terbuka.

Ghisela dalam bahaya. Itu yang ia tahu sekarang!

Dan kemudian...

Pintu berhasil terbuka. Anggelie terkejut dengan kehadiran Dara.

"GHISELAAAAA!" buru-buru Dara mendekat dan mendorong Anggelie agar menjauh dari adiknya.

Ghisela terbatuk-batuk, dan Dara memeluknya.

Dara menangis, hati-nya begitu sakit melihat keadaan adiknya sekarang. Untung saja ia datang tidak terlambat, karena jika sampai terlambat ia tidak akan lagi bisa memiliki siapapun dalam hidupnya.

"Mama? Apa yang mama lakuin?!" murka Dara.

"Kenapa? Bukannya kamu sudah tahu semuanya ya Dara? Mama tahu kamu memiliki mata batin terbuka, karena kamu bisa melihat jiwa Ghisela ada di sekitarmu, selama ini mama mengurung raga Ghisela dan juga papamu disini. Hahahaha."

"Sebenarnya apa tujuan mama, kenapa mama lakuin ini?"

"Lihatlah kesana Dara, papamu sudah mati." Dara mengikuti arah pandang Anggelie. Airmata Dara semakin deras, ia menjerit tidak menyangka dengan apa ia lihat sekarang.

Papa-nya tiada dengan keadaan tragis penuh darah.

"BANGSAT! KENAPA LO LAKUIN INI, ANJING! IBLIS! GAK PUNYA HATI! APA YANG SEBENERNYA LO PENGEN?" Dara sudah tidak lagi bisa sabar. Ia menantang mama-nya sendiri, tidak perduli apa yang akan terjadi setelah ini.

Anggelie manatap tajam Dara, "Kamu adalah kesalahan. Saya membenci Irvan, begitupun dengan keturunan-nya yang meskipun lahir dari rahim saya sendiri. Serahkan diri kamu pada Iblis yang sudah membuat perjanjian dengan saya, maka adikmu akan selamat."

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang