Tidak semua cerita berakhir sesuai keinginan, karena skenario sudah Tuhan yang mengatur. Jika boleh memilih, Dara ingin memiliki waktu lebih lama lagi di dunia. Ia ingin menjaga adiknya, menemani adiknya, dan membahagiakan keluarga satusatunya yang ia punya itu.
Namun Tuhan berkehendak lain, Dara telah benar-benar pergi.
Terpukul? Jelas saja. Ghisela sangat mengalami traumatik dalam hidupnya, hingga membuatnya kehilangan selera untuk hidup. Jika saja keluarga dari Ustadz Jaenal tidak mengurusnya, entah bagaimana lagi kehidupannya kelak.
"Ghisela mau makan?" tanya ustazah Siska. Yang di tanya hanya geleng kepala. Susah sekali mengajak Ghisela mau makan, karena sejak kemarin jika tidak di paksa tidak akan mau gadis itu makan.
"Kalau Ghisela seperti itu terus kasian kak Dara-nya disana pasti sedih juga. Apa Ghisel mau liat kak Dara sedih?"
Ghisela menggeleng cepat, "Aku mau makan." Harus selalu di takuti seperti itu, baru gadis cantik ini mau makan.
Hati yang paling hancur adalah hatinya Ghisela, karena dia memiliki ikatan antar kakak beradik dengan Dara. Berbeda dengan Raka, yang walaupun merasa sakit atas kepergian Dara, ia masih menjalani kehidupan dengan santai seperti biasanya.
Hanya saja Raka tidak suka ada Ghisela di keluarganya, karena menurutnya gadis itu benar-benar pengganggu.
"Satu suap lagi ya?" bujuk ustazah Siska.
"Aku kenyang," padahal baru tiga suap, tapi ustazah Siska tak lagi memaksa, setidaknya gadis itu mau makan walau tidak banyak.
"Jadinya gimana, kamu mau melanjutkan sekolah di kota ini kan?"
"Aku mau kak Dara, gak mau sekolah."
"Ghisela, kak Dara-nya kan udah di surga. Kalau kamu gak sekolah, nanti disana kak Dara sedih. Kalau kamu sekolah, kamu ada kegiatan bisa ketemu temen-temen yang baru, kehidupan yang baru, nanti kak Daranya disana seneng banget pasti bahagia."
Sudah hampir 1 bulan ini sejak Dara pergi meninggalkan dunia yang fana ini, dunia yang isinya kebanyakan orang-orang brengsek, dunia yang terkadang kita sebut tidak adil, dunia yang menguji mental dengan hantaman ugal-ugalan. Sejak itu pula, Ghisela hanya berdiam diri di dalam kamar, tidak mau keluar kamar apalagi keluar rumah.
Ustazah Siska dan suaminya berusaha tetap sabar, mereka yakin bahwa rasa trauma Ghisela bisa sembuh dengan usaha dan doa.
"Dimana aku sekolah?" tanya Ghisela.
Ustazah Siska tersenyum, ini satulangkah lebih baik. "Barengan di sekolah Raka, mau ya? Setiaphari bisa berangkat pulang sama Raka, jadi kamu ada yang jagain. Anggap aja Raka kaya kakak kamu sendiri, jangan sungkan buat minta tolong."
Mengingat Raka selalu bersikap ketus, bagaimana Ghisela bisa leluasa meminta pertolongan pada pria itu?
"Aku gak yakin kak Raka mau satu sekolah sama aku, dia galak."
"Sebenernya Raka baik, cuman belum terbiasa dengan kehadiran kamu aja. Dia gak akan bersikap jahat sama kamu." Ustazah Siska mengusap lembut punggung Ghisela.
Cukup lama membuat gadis itu percaya dan mengerti, akhirnya Ghisela mau menerima penawaran untuk sekolah kembali.
"Terus aku bayar sekolah pake apa? Aku makan aja numpang disini, apalagi buat biaya sekolah."
"Kamu gak perlu fikirin itu Ghisel, yang harus kamu fikirin adalah fokus dengan masa depan kamu. Cita-cita kamu apa?"
"Aku pengen jadi dokter, tapi waktu kak Dara masa kritis dokter gak bisa bantu, aku jadi benci dengan cita-citaku yang ingin jadi dokter."
Lebih sabar lagi, pelan-pelan Ghisela akan berusaha mengerti bahwa semua atas kehendak sang pencipta.
"Yaudah, jadinya cita-cita kamu ganti?"
"Aku gak tau lagi citacitaku apa,"
"Kalau guru?"
"Aku gak pintar."
"Hm, kalau jadi arsitek?"
"Aku gak bisa lukis,"
"Kalau jadi bos di perusahaan?"
"Aku gak cerdas."
"Kalau jadi kasir alfamart?"
"Aku gak pandai berhitung,"
"Terus maunya jadi apa?"
"Jadi diriku sendiri aja, apapun pekerjaanku nanti aku terima-terima aja kok."
Ustazah Siska tersenyum, ia sebenarnya menahan tawa karena melihat ekspresi Ghisela yang selalu serius menimpali ucapannya.
"Yaudah kamu istirahat ya tidur yang nyenyak, besok pagi mau ikut daftar sekolah atau enggak?"
"Nggak aku di rumah aja,"
"Okey, kalau gitu sekarang gadis cantik harus tidur ya.."
"Ghisela pengen ketemu kak Dara,"
"Mangkannya Ghisel tidur, nanti di mimpi ketemu kak Dara." Ghisela mengangguk antusias, ia memejamkan matanya dan perlahan terlelap.
Ustazah Siska menghela nafasnya pelan, "Ya Allah semoga engkau mudahkan jalannya, agar Ghisela tidak terus-terusan dalam masa terpuruknya." gumamnya pelan.
>
SMA SUKA MAJU SUKA MUNDUR, sekarang ramai memperbincangan Ghisela yang baru saja masuk sebagai murid baru disana.
Ada yang memuji Ghisela cantik, ada juga yang iri karena kecantikan gadis itu sampai terus mencari kekurangannya. Anak laki-laki pasti memuji, karena jelas Ghisela memang cantik.
"Pacarnya Raka yang baru bukan sih? Soalnya gue liat keluar dari mobil Raka,"
"Gila masa si Utami baru jadian udah di duain?"
"Kalau sampe Utami tau, pasti cewek itu di siksa abis-abisan."
"Iya bener. Aduin aja gak sih?"
Beberapa murid perempuan yang cukup di kenal karena huru-hara-nya itu nampak tidak suka dengan keberadaan Ghisela sebagai murid baru.
Raka yang berpisah arah setelah gadis itu keluar dari mobilnya, jelas teman-temannya menanyakan banyak hal.
"Cewek lo?" tanya Aldi.
"Gak!"
"Terus kok bisa keluar dari mobil lo?" kali ini Zidan yang bertanya.
"Numpang aja ketemu di pertigaan jalan."
"Oh, kok bisa ketemu pas-pasan gitu ya?"
"Diem bangsat!"
"Buset PMS bro?"
"Gue males lo semua nanyain hal gak penting!"
Sementara di tempat lain Ghisela masih merasa canggung dengan tempat yang baru. Bahkan saat memasuki kelas saja ia gemeteran takut orang-orang tidak menyukai keberadaannya.
"Hai, duduk disini." Ghisela melihat murid perempuan berambut sebahu mengajaknya duduk di sebelahnya. Karena memang hanya itu kursi yang kosong, maka ia mau duduk di sebelah murid perempuan itu.
"Nama kamu Ghisela? Kenalin aku Calista." Ghisela hanya mengangguk dan tersenyum kaku. Entah mengapa berada di dekat Calista membuatnya sedikit tidak nyaman karena ada perasaan aneh seperti rasa takut.
Calista cantik, tetapi dari tampilannya entah mengapa kelihatan berantakan. Rambut yang seperti tidak di sisir, baju seragam yang lusuh kotor.
Apa dia gak punya seragam lain yang lebih bersih? Ghisela bertanya dalam hati.
"Ghisel aku seneng bisa kenal sama kamu. Kamu mau gak jadi temanku?"
Entah mengapa saat Calista mengatakan itu, perasaan Ghisela benar-benar semakin takut.
Seumur hidupnya, baru kali ini ia berkenalan dengan seseorang yang membuat jantungnya berdebaran seperti merasakan ke-khawatiran berlebihan. Entah karena Ghisela yang sudah lama tidak berkomunikasi dengan teman-temannya, atau karena Ghisela masih belum siap beradaptasi dengan orang baru?
Entahlah..
Calista aneh di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SESAT (END)
HorrorJin dan Manusia itu hanya berdampingan bukan seharusnya bersatu lalu bersekutu untuk tujuan yang SESAT.