BAB 7

41 5 1
                                    

Cukup stres dengan segala macam masalah yang datang, apalagi datang-nya karena di sebabkan oleh Elang, jujur rasanya Ghisela ingin meninggalkan pria itu.

Berulangkali Ghisela mengatakan agar cukup, jangan lagi menjadikan oranglain korban dengan kesalahan-kesalahan mereka, tetapi Elang tetap pada pendiriannya, nampak tidak perduli dengan apa yang Ghisela minta.

"Masalahnya aku yang di ganggu!"

"Itu halusinasi kamu Ghisel!" geram Elang. Jika saja ia tidak mencintainya, mungkin hari ini Ghisela akan mendapat pukulan darinya.

"AKU MAU KITA UDAHAN! BEBASIN AKU! SELAMA INI AKU DIEM, AKU TERIMA APAPUN PRIHAL KAMU, TAPI LAMA-LAMA AKU TERSIKSA ELANG! AKU BENER-BENER CAPEK. AKU CINTA SAMA KAMU, TAPI AKU CAPEK!"

"Udahan?"

"Ya, aku mau kita selesai. Kembalikan aku pada keluarga Raka. Kalau sama mereka, aku benar-benar terjaga, mereka lindungin aku dari marabahaya bukannya bikin aku bahaya terus kaya gini."

Elang terdiam sesaat.

Kemudian pria itu menarik Ghisela dalam pelukannya, "Aku minta maaf."

Ghisela melepaskan pelukan itu, "Aku akan maafin kamu kalau kamu lepasin aku! Tolong balikin aku sama keluarga Raka. Atau biarin aku hidup sendiri aja, aku bakalan berusaha. Asal hidupku tenang, gak selalu di incer korban-korban kamu. Kamu itu sakit Elang! Bahkan aku gak tau apa motif kamu membunuh, kenapa kamu jadi psikopat, dimana orangtua kamu, bagaimana latar belakang kamu. Sementara kita udah sejauh ini!"

Bukannya menjawab, Elang masih saja diam menunduk. Isak tangis-nya terdengar. Pria itu menangisi keputusan Ghisela yang ingin selesai darinya.

"Elang?"

"Jangan tinggalin aku." wajah yang biasa terlihat datar, kini kelihatan sendu. Elang lemah pada Ghisela.

"Kenapa? Kenapa aku gak boleh tinggalin orang jahat? Kamu mikirin gak aku kaya gimana? Kamu selalu bilang aku halusinasi atau apalah! Elang, aku manusia berkemampuan khusus. Ini menyiksa aku, ketika mereka datang buat minta keadilan sama aku karena mereka tahu aku ini punya hubungan dengan kamu, dan mereka tahu aku punya kemampuan lain."

"Lang seumur hidup itu lama, kalau sama kamu masa aku harus seumur hidup di gentayangin setan?"

Elang meraih tangan Ghisela, "Memang apa yang mereka mau?"

"Mereka mau nuntut keadilan. Apalagi cewek yang kamu mutilasi, dia benar-benar marah dan mau aku balesin dendamku sama kamu. Apa kamu mau nyerahin diri ke polisi? Supaya mereka tenang, begitupun aku."

"Polisi gak bisa nangkep aku."

"Terus gak ada solusi lain biar aku gak di gentayangin terus?"

"Bantu aja mereka,"

"Dengan bunuh kamu?"

"Kalau bisa."

"Arrgggggggg kenapa harus terjadi sama aku sih?" Ghisela berteriak frustasi.

Andai saja ia masih bersama keluarga Raka, tidak akan seperti ini jadinya. Sudah pasti ia terlindungi, di jaga khusus oleh mereka.

Tetapi sekarang, bagaimana nasibnya yang sudah terlanjur jauh bersama Elang Mahesa?

>
>

"Kamu boleh panggil aku Abizar lagi," kata Elang yang memeluk Ghisela dari belakang dengan posisi sama-sama berbaring di atas tempat tidur, hanya saja Ghisela tidak mau berpelukan, wanita itu memilih tidur membelakangi Elang.

Ghisela menghela nafasnya kasar, "Abizar itu baik, gak suka bunuh orang."

"Abizar itu nama yang di kasih nenek dulu. Nenek aku Islam, katanya nama Abizar bagus. Tapi papa nolak, karena papa gak mau aku ngikut Agama nenek dari mama-ku."

Pelan-pelan Ghisela mendengarkannya. Biarkan saja pria itu mengenang masalalu-nya.

"Mama sama papaku gak menikah, meskipun aku udah ada di perut mama lebih dulu. Alasannya karena perbedaan Agama. Mereka egois sama-sama gak mau ngalah. Padahal aku ini penting di akui sebagai anak yang ada dalam kartu keluarga, tetapi mereka memilih berpisah dengan jalan-nya masing-masing."

"Mama sempat mau menggugurkan aku, tapi papa cenah. Katanya, ketika aku lahir, biar papaku yang urus."

"Jadi sejak awal aku liat dunia, aku ikut dengan papa."

"Aku gak benci mama, aku seringkali menemuinya."

"Lalu, mama meninggal dunia."

Ghisela tetap mendengarkan. Akan tetapi cerita dari Elang berhenti sampai disitu.

"Terus apalagi?" tanya Ghisela kemudian.

"Gak ada lanjutan lagi sayang, kan udah meninggal.."

"Sebabnya apa? Sakit kah atau apa?"

"Hm, aku gak mau inget-inget itu. Yaudah kita tidur yuk?"

Ada yang aneh. Kenapa pula Elang sama sekali tidak mau membuka suara soal sebab mengapa mama-nya tiada? Bukankah jika itu terjadi pada oranglain, mereka akan mengatakan apa sebabnya secara terang-terangan? Tetapi kenapa Elang menutupi?

Ghisela jadi ingat kejadian dimana kakak-nya harus jadi korban atas kesesatan mama-nya, ia jadi berfikir apa mungkin mama-nya Elang-pun meninggal dunia karena kesesatan oranglain?

Elang mengusap perut Ghisela, "Semoga dedek bayi-nya sehat."

Jelas saja Ghisela menepis tangan itu kesal. Bisa-bisanya perut buncit akibat kebanyakan makan seblak, di sebut ada dedek bayik-nya? Menyebalkan!

Gue bakal kehilangan lo, kalau gue ngomong yang sebenernya soal problematik antara nyokap dan bokap. Maaf Sel, gue belum sepenuhnya menyerahkan isi hidup gue buat lo.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang