Dara sampai di kota B tepat pukul 4 sore, ia bahkan rela meninggalkan satu jam kelas untuk mengejar keberangkatan kereta.
Sesampainya di depan rumah mewah milik orangtuanya, Dara memohon-mohon pada pak Guntur selaku satpam di rumah itu agar membukakan gerbang. Ia ingin bertanya dimana tempat neneknya di makamkan.
"Non Dara maaf saya hanya menjalankan tugas. Apa yang bisa saya sampaikan pada nyonya besar, apa non ingin mengatakan sesuatu?"
"Dimana nenek di makamkan?"
"Di Negara keliharannya non,"
"China? Gak mungkin!"
"Kenyataannya begitu non,"
Dara nampak lesu dengan pernyataan yang tidak sesuai dengan ekspestasinya. Ia fikir keberangkatannya ke kota ini, dapat memecahkan keanehan yang ia alami, namun nyatanya tidak.
"Apa selama ini gue cuman terlalu mikirin nenek sampai-sampai nenek harus selalu dateng sama gue ya? Apa gue yasinin nenek aja tiap malem jumat, karena gue gak mungkin kan harus samperin nenek ke China?" gumam Dara membatin.
Dara melangkah pergi setelah mengucap kata terimakasih pada satpam.
Namun ketika baru beberapa langkah, tiba-tiba suara Ghisela berhasil menghentikan langkahnya.
"KAK DARA!!!" adik perempuannya itu berlari membuka pintu gerbang lalu kemudian memeluk sang kakak erat-erat.
"Ghisela, kakak kangen sama kamu dek." Dara mencium puncak kepala adiknya dengan sayang. Jujur, ia merindukan Ghisela yang cerewet, yang selalu memintanya membantu mengerjakan PR, tetapi kini semuanya telah hilang di makan waktu.
"Ghisela juga kangen sama kakak. Maafin Ghisela ya kak, gak kabarin kakak lagi. Hape Ghisel rusak."
"Rusak?"
"Iya. Sebenernya--" Ghisela meremas ujung bajunya. Ia nampak gelisah saat hendak mengatakan sesuatu yang nampaknya tersembunyi.
"Sebenarnya apa?"
"Kak Dara, mama--"
"Mama kenapa?"
"Nenek--"
"Nenek kenapa Ghisel? Tolong cerita sama kakak, ada apa? Tolong jangan buat kakak kebingungan, apa benar nenek di makamkan di China?"
Ghisela menggeleng, "Ne-nek gak di makamkan kak-- tapi--"
"GHISELA HOLASSSSSSSSS!" teriakan dari Anggelie berhasil membuat obrolan kakak beradik itu berakhir.
Anggelie menatap penuh kebencian pada Dara, "Buat apa kamu kesini?" Lalu ia menarik Ghisela agar tidak berdekatan dengan Dara. Seolah tahu, bahwa Ghisela mau membuka suara prihal rahasia yang di sembunyikan, wanita paruhbaya ini buru-buru meminta Ghisela masuk ke dalam rumah.
"Masuk Ghisel, atau mama hukum." Ghisela mengangguk dan buru-buru berlari memasuki rumah.
Dara mengeraskan rahangnya emosi, menatap dalam sang mama, "Apa yang sebenarnya terjadi ma?"
"Jangan panggil saya dengan sebutan mama! Saya bukan ibumu!!"
"Tujuan Dara kesini buat nanyain dimana nenek di makamkan ma, kenapa mama sangat benci sama Dara? Biar bagaimanapun Dara ini anak--"
"BERHENTI MENGATAKAN BAHWA KAMU ANAK SAYA! SAYA BUKAN IBU KAMU, DAN KAMU BUKAN ANAK SAYA! KITA TIDAK ADA HUBUNGAN DARAH. YANG SAYA TAHU, KAMU SEORANG PEMBUNUH. KAMU TELAH MEMBUNUH WANITA YANG MELAHIRKAN DAN MEMBESARKAN SAYA!!"
"DARA GAK BUNUH NENEK!" teriak Dara penuh dengan emosional. Hatinya sakit mendengar kalimat pembunuh dari mulut ibu kandungnya sendiri. Jika saja Anggelie tahu kemampuan yang Dara miliki, mungkin kesalahpahaman ini tidak akan berlanjut sampai harus membuat Dara menderita.
"Pergi dari sini!"
"Dimana nenek di makamkan, ma?"
"Dia tidak mati!"
Dara mengerutkan keningnya semakin bingung, "Ma, nenek udah gak ada. Dara sendiri yang menyaksikan dan bahkan menutup kedua mata nenek saat itu. Mana mungkin nenek hidup kembali ma,"
"Dia tidak akan pernah mati. Sekarang kamu pergi dari sini!"
Dara semakin tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi, sekarang isi kepalanya semakin berisik dengan banyak beban fikiran dari banyak pertanyaan yang ia ingin dapatkan jawabannya.
Dimana Elvalie? Apa benar sudah tiada, atau hidup kembali?
Apa mungkin benar mati suri itu ada, dan Elvalie mengalaminya?
Lalu yang datang pada Dara dengan wujud mengerikan, serta bisikan-bisikan menyeramkan itu siapa?
>
Ke-esokan harinya, usai dengan pelajaran di kampus, Dara tidak buru-buru kembali ke kost-an, ia masih duduk di sudut gedung kampus sambil membaca buku dengan judul Gadis Indigo. Awal bab memang kelihatan biasa saja, sama seperti yang Dara alami selama ini, semacam bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk gaib, namun...
Pada bab berikutnya, bercerita persoalan jiwa yang bisa datang pada manusia tujuannya untuk menyatakan sesuatu atau menunjukan hal yang sangat ingin di sampaikan.
Lusi mencoba membawa jiwa-nya pada Daniel, untuk menyatakan bahwa ia sangat mencintai Daniel. Dan cara itu berhasil, meskipun setelahnya Lusi harus tiada akibat kecelakaan maut yang menimpa.
Begitulah isi dari bab yang Dara baca.
"Mendatangkan jiwa?" tiba-tiba Dara mengingat bagaimana sang nenek menghampirinya dengan wujud mengerikan. Akan tetapi tidak mungkin jika neneknya melakukan hal yang sama seperti di novel yang saat ini Dara baca, sebab sang nenek sudah meninggal dunia, sementara di novel ini keduanya masih sama-sama hidup.
Dara kembali membaca dari setiap bab, kemudian ia menemukan bagian...
Lusi tewas akibat kecelakaan, namun Daniel masih bisa merasakan Lusi masih hidup dan ada bersamanya setiaphari. Karena rupanya, Daniel melakukan ritual gaib untuk membangunkan jiwa yang sudah mati.
Deg.
Entah mengapa Dara mengingat ucapan yang mama-nya katakan dengan lantang, "dia tidak mati, dia tidak akan pernah mati."
Apa mungkin jika mama-nya melakukan ritual gaib seperti novel yang saat ini Dara baca?
"Gak mungkin mama seperti itu, tapi.." mengingat saat kedua mata mereka beradu kemarin sore, entah mengapa Dara merasakan hal lain yang bisa ia simpulkan bahwa itu energi Negatif.
Gue harus cari tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
SESAT (END)
HorrorJin dan Manusia itu hanya berdampingan bukan seharusnya bersatu lalu bersekutu untuk tujuan yang SESAT.