Eight

21 3 7
                                    

Aku akan bertahan selama cinta masih ada. – Dinan

———

     
        Dinan kembali ke kelas dengan wajah berseri, perasaan lega melegakan napasnya. Walaupun tidak dapat dipungkiri, mencintai Saka membuatnya bahagia dan sakit di saat bersamaan.

Tapi, apa boleh buat? Selama Saka memberikan kebahagiaan dan selalu setia padanya, Dinan akan terus bertahan menghadapi sifat dan masalah-masalah dalam hubungan mereka. Selama Saka masih sayang dan tidak berkhianat, itu cukup bagi Dinan.

Bibirnya yang terus merekah mengundang ucapan sarkas sang sahabat. "Jangan kayak orang gila deh, Nan. Kesambet baru tau rasa lo!"

"Sirik aja lo, jomlo! Pengen juga kan lo!""

"Dih! Gue ini jomlo yang terjaga, suci dari segala dosa zina," ujar Salma tidak terima.

"By the way, tadi lu narik dia ke mana? Kalian abis ngapain? Kok, tumben kalian cepet baikannya?" cecar Salma penasaran, matanya memicing curiga dan bibir mencebik.

"Nggak ngapa-ngapain, kok. Entah apa yang ngebuat dia marah banget, tapi nggak lama kemudian dia maafin gue." Dinan menjelaskan apa adanya.

Salma menyimak serius, lalu mengemukakan pendapatnya. "Tapi, menurut lo Saka tuh manipulatif nggak sih? Gue kalau ngeliat kalian berantem, dia tuh selalu nyalahin lo dan ngerasa paling bener. Egois, pengen menang sendiri."

Perempuan bersurai panjang itu menutup mulutnya rapat, ia tidak ingin kekasihnya dinilai jelek oleh orang lain. Saka tetap yang terbaik untuknya.

"Entahlah." Ia mengedikkan bahu tidak mau melanjutkan obrolan mereka.

Beberapa jam berlalu dengan tenang, sepasang sejoli pulang menaiki kendaraan beroda dua milik Saka dan Dinan meminjam helm Ka Nuha yang tadi pagi ia pakai.

Mereka mampir ke minimarket membeli pembalut dan beberapa camilan serta minuman segar, keduanya akan menonton film di rumah Dinan.

"Sayang, tolong ambilin softex yang biasa aku beli ya. Di rak sebelah sana," pinta pacarnya sambil menunjuk rak di ujung, Dinan masih sibuk memilih minuman apa yang akan dibeli.

Saka mengiakan dan melakukan permintaan kekasihnya dengan langkah ringan, tidak ada keraguan ketika meraih roti lapis berbungkus merah muda dan pembalut malam yang biasa pacarnya beli.

Ia menyerahkan dua pak benda itu ke perempuan cantik yang menatapnya tersenyum manis. "Makasih, Sayang." Lelaki itu mengangguk, ia membelai rambut lembut perempuannya. "Sama-sama, Sayang."

Mereka mengantri di belakang pembeli lain, Saka menjinjing keranjang belanjaan sedangkan tangan satunya menyelinap di antara jemari lentik pacarnya kemudian menggenggamnya lembut.

Tiba giliran mereka membayar, lelaki tinggi itu meletakkan keranjangnya di meja kasir dan menyodorkan selembar uang merah usai kasir berhijab itu menyebutkan total belanjaan.

"Pake uang aku aja, kan punya aku semua," ucap Dinan sembari menyodorkan uangnya.

"Nggak apa-apa, Sayang. Sekali-kali."

Bukan apa-apa, tetapi Dinan tidak enak kalau ditraktir pacarnya sebab Saka mendapatkan uang tambahan dari pekerjaan paruh waktu yang ia lakukan setiap akhir pekan. Ia belum pernah cari uang sendiri, tetapi pastilah mendapatkan komisi tidak semudah yang dikatakan oleh para affiliate aplikasi belanja online.

Ia pasrah ketika Saka meminta untuk menyimpan uangnya, mengembalikan ke dalam saku bajunya.

Helm Bogo yang Dinan pakai membuatnya nampak makin imut, rambutnya berterbangan ke sana kemari menutupi pandangan, ia mengencangkan pegangan di pinggang sang kekasih. Ketika berhenti di lampu merah, sesekali Saka menarik lengannya agar memeluk lelaki tersebut.

Sepanjang jalan raya terbentang, senyum tidak pudar dari bibir ranumnya hingga merah sampai di depan rumah bertingkat dua. Dinan melambai ke arah kamera pengawas, tak lama kemudian gerbang pun terbuka otomatis.

Deru mesin memasuki pekarangan rumah, Erina membuka pintu dengan bibir tertarik di kedua sisi saat melihat Saka turun dari kendaraan.

"Selamat sore, Ma," sapanya santun. Ia menyalami telapak tangan wanita yang menyambutnya hangat.

"Sore, Saka. Eh, bibir kamu kenapa, Nak? Kok luka-luka gitu?" Erina khawatir melihat lelaki muda yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Nggak apa-apa, Ma. Tadi jatuh pas main sama temen," jawab Saka sambil melirik Dinan.

"Owalah, makanya hati-hati kalau main. Masa udah gede jatuh karena main sama temen, kan malu. Mau nginep?" Wanita cantik berusia 5 windu itu bertanya ramah.

Sesekali Saka menginap di rumah mereka, ia tidur di kamar adik pacarnya yang kosong karena anak bungsu Erina itu sedang menempuh pendidikan tingkat lanjut di luar kota.

"Nanti malem pulang, Ma. Soalnya mau mampir dulu ke rumah temen."

Erina mempersilahkan kedua remaja di depannya masuk, Saka duduk di ruang keluarga menunggu anak sulungnya Erina berganti pakaian.

Sepuluh menit berselang, remaja perempuan berpakaian santai menuruni undakan tangga. Ia membawa kotak P3K dan hair care yang biasa ia gunakan, terkadang Saka suka tiba-tiba beralih profesi menjadi tukang salon sambil menonton film.

"Sini, aku bersihin dulu luka kamu." Mereka duduk berhadapan, Dinan membersihkan dan mengobati lukanya dengan telaten. Setiap Saka mengaduh, Dinan buru-buru meniupnya.

Selesai mengobati luka, Dinan duduk di hambal lalu Saka akan memulai pekerjaannya dengan memijat-mijat pelan kepala dan pacarnya hanya fokus pada televisi sembari mengunyah camilan.

Canda tawa keduanya mengisi keheningan ruang keluarga, hal yang tidak pernah Dinan lakukan usai Dani pergi belajar ke kota lain. Setiap pulang sekolah dirinya hanya berdiam diri di kamar dan keluar untuk makan malam apabila perutnya keroncongan.

"Aku pengen deh jadi kayak Milea yang dicintai sedalam itu sama Dilan," celetuk Dinan tiba-tiba saat melihat adegan pemeran utama pria menangis karena berpisah dengan pemeran utama wanita. Entah mengapa teringat film romansa yang sempat menggemparkan satu Indonesia tahun 2018 silam.

"Tapi pada akhirnya mereka nggak hidup bersama, Sayang," sahut Saka tenang.

"Iya, sih. Tapi setidaknya mereka menjadi kenangan indah untuk satu sama lain," timpal perempuan yang mulutnya penuh dengan ciki hingga sulit berbicara.

"Kamu suka anak motor?" tanya Saka iseng, selama ini kekasihnya tidak pernah berpendapat soal hobinya.

"Biasa aja. Dibilang suka ya enggak, dibilang benci ya enggak juga. Itu kan hobi kamu, aku nggak bisa ngelarang kamu untuk menyukai suatu hal. Kamu aja nggak pernah ngelarang aku nonton drakor dan suka K-pop, kenapa aku harus ngelarang kamu?" Dinan menghabiskan makanan dalam mulutnya.

"Tapi, aku nggak suka kalau hobi itu bikin kamu nggak belajar dan melanggar aturan. Aku nggak suka ketika kamu dicap sebagai preman sekolah karena pergaulan temen kamu yang lain." Dinan menutup kalimatnya dengan berbalik menghadap Saka dan merebahkan kepala di lipatan kaki pacarnya. "aku mau kita lulus dengan nilai terbaik, lanjut kuliah, mendapat pekerjaan, menikah dan memiliki anak. Hidup bahagia bersama sampai maut menjemput."

To be continue
♡´・ᴗ・'♡

Terima kasih untuk yang sudah baca, komen ataupun menyukai cerita ini. Semoga hidup kita berkah dan banyak bahagianya.


Kala Cinta Memperdaya (Done) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang