Nineteen

13 5 10
                                    

Cinta mematahkan logika dan aku rela melakukan apa saja demi dirinya.

———

          Tangisan langit menyiram permukaan bumi dengan deras, waktu menunjukkan pukul 21:00 ketika mereka masih terjebak di dalam kabin kayu milik Liev.

Penghangat ruangan menjaga suhu tetap nyaman, hembusan angin masuk lewat ventilasi dan menyusup lewat rongga pori-pori kulit. Baju keduanya agak basah sebab hujan turun ketika mereka sedang berada di rumah pohon yang sudah memiliki banyak kebocoran di beberapa bagian atapnya.

Lelaki berseragam SMA itu mengambil sebuah selimut tebal dari kamar tidur, lalu menyelimuti Dinan yang menggigil kedinginan di atas sofa.

"Makasih, Sayang," ucap gadis berwajah pucat itu gemetar.

Liev mengusap kepala kekasihnya dan memberikan sebuah kecupan manis di dahi. "As always, My Love."

Sebuah notifikasi WhatsApp muncul di halaman ponsel Dinan, ia berkali-kali memastikan tanpa berkedip ketika melihat kontak papanya sebagai orang yang mengirimnya pesan.

Papa : Udah malem banget dan kamu belum pulang juga. Mau jadi apa kamu!

Dinan : Hujan deres banget, Pah. Butuh waktu 40 menit untuk sampai rumah dan aku nggak bisa maksain Liev untuk nganterin pulang.

Papa : Pulang malam ini atau jangan balik lagi ke rumah!

Dinan menghela napas dalam-dalam, ia menyandarkan kepala di punggung sofa, sepasang matanya menatap langit-langit ruangan.

Kalau gue nggak pulang, Papa beneran marah nggak, ya?

Dering panggilan masuk terus-menerus membuat ponsel Dinan bergetar, menimbulkan kebimbangan dalam hatinya.

Kalau diangkat, kemungkinan Papa bakal marah-marah. Kalau nggak diangkat, pasti marah juga. Jadi gue harus gimana?

Liev datang dari arah dapur, membawa dua gelas teh hangat yang masih mengabulkan asap di atasnya. Gadis berselimut itu mengalihkan atensi, sejenak melupakan kegelisahannya.

Papa : Papa nggak main-main, Dinan! Pulang malem ini atau nama kamu Papa coret dari KK! Jangan jadi perempuan gatel! Jangan buat Papa malu punya anak perempuan kayak kamu!

Dinan : Papa nggak percaya sama Liev?

Papa : Kalian lawan jenis, dia bisa berubah kapan saja ketika sudah bernafsu. Pulang! Kalau jam sebelas ini belum sampai di rumah, jangan pernah pulang lagi!

"Kenapa, Sayang?" tanya sang kekasih ketika melihat wajah Dinan penuh dengan kecemasan.

Tanpa mengatakan apapun, gadis kuncir satu itu langsung menyerahkan benda pintar miliknya pada Liev. Hening sesaat, sulung Helena masih mencerna riwayat percakapan pesan antara anak perempuan dan ayahnya.

Si pemilik kabin berjalan mendekati jendela, mengintip dari balik tirai apakah hujan masih selebat tadi sore.

Sisa gerimis kecil. Kayaknya mending gue anterin dia pulang, daripada Om Elvan marah beneran.

"Tinggal gerimis kecil, Sayang," ucap lelaki itu memberitahu. "ayo, aku anterin pulang," ajaknya sembari membantu pacarnya berdiri.

Selagi putri sulung Erina melipat kemul sehabis dipakai olehnya, Liev mematikan penghangat ruangan dan meraih jaketnya yang tergantung di dekat sofa, lalu memakaikannya pada gadis yang sedang memeluk diri.

"Kamunya pake apa, dong, Sayang?" Kaum hawa dengan gengsi selangit bertanya sebab tidak enak hati.

"Yang penting kamu aman dan selamet sampe rumah. Aku laki-laki, aer ujan doang nggak akan bikin aku kenapa-napa. You are more important than my life."

Mereka menaiki motor kesayangan bernama Ang, berkendara melewati jalanan yang dibanjiri genangan air, bergantung pada lampu motor dan cahaya remang-remang yang berasal dari lampu jalan.

Mengejar waktu yang Elvan berikan, Liev meminta pacarnya untuk berpegangan yang erat karena ia akan memacu gas motornya lebih kencang.

Mereka sudah melakukan setengah perjalanan ketika tiba-tiba roda depan motor Liev memasuki lubang yang berada di bawah genangan air hingga menyebabkan keduanya terpelanting dan terpental beberapa meter dari motor.

Tubuhnya terasa kaku, pandangannya memburam seiring tetesan air yang menerpa wajah dan rasa pusing menghantam kepalanya bertubi-tubi. Samar-samar, ia bisa melihat Liev tergeletak di seberang.

Rasa sakit luar biasa menyerang walau ia hanya sekedar mempertahankan penglihatannya, tetapi satu hal pasti yang ia lihat sebelum menutup mata adalah ketika sebuah truk berwarna merah mendekat dari arah berlawanan dan melintas di atas tubuh kekasihnya hingga menimbulkan bunyi retakan tulang yang bisa terdengar meski jarak beberapa meter darinya.

Gelap.

Tidak lama kemudian situasi kian ramai dan tidak terkendali. Polisi, ambulan, wartawan, dan warga yang penasaran turut mempersulit evakuasi. Namun, pihak berwajib telah berhasil mengidentifikasi dua remaja berbeda jenis kelamin korban kecelakaan tersebut dan menghubungi orang tua mereka.

Kondisi remaja laki-laki sungguh mengenaskan dengan sebelah tubuhnya menjadi gepeng, helm retak yang masih terpasang di kepala, dan pakaiannya berubah menjadi kain berdarah. Sedangkan yang perempuan memiliki luka di sekujur tubuh, syukur kondisi tubuhnya tetap utuh.

Petugas keamanan bergegas mengolah TKP, garis kuning telah dibentangkan, mereka terpaksa mendorong orang-orang tidak berkepentingan untuk menjauh dari TKP agar tidak merusak barang bukti.

Supir truk berdiri lemas di dekat mobilnya, menatap cemas pada kerumunan yang berada di hadapannya.  Kegelapan malam dengan minim pencahayaan menjadi sebab pertama ia tidak sengaja melindas tubuh lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah tersebut dan alasan lainnya adalah rasa kantuk yang melanda sang supir.

Seorang pria berompi kuning berjalan mendekat, meminta si supir untuk ikut ke kantor polisi dan bersikap kooperatif. Disertai langkah gontai, ia pun mengikuti dari belakang dengan kepala tertunduk.

***

Setubuh berbalut kain putih serta lima ikatan di tubuh akan dibopong untuk memasuki tempat tinggal terakhirnya.

Isak tangis mengiringi pemakaman seorang korban kecelakaan bernama Liev Alexander. Helena berulang kali jatuh tidak berdaya saat teringat bahwa jenazah yang akan dikubur adalah putra sulungnya.

Olivia berdiri di sebelah sang mama dengan mata sembab dan wajah pucat, penutup kepala yang dipakai tidak bisa menyembunyikan rambutnya yang berantakan tidak disisir.

Alexander berada di dalam liang lahat, menyambut uluran jasad putra kebanggaannya sambil berusaha tegar. Sebagai pria, pantang baginya untuk menangis di depan orang lain, termasuk istri dan anaknya.

Elvan, Erina, Salma, Nuha, Bela, tetangga, dan teman sekolah turut menghantar kepergian sosok lelaki yang mereka kenal ke peristirahatan terakhirnya.

Di sisi lain, seorang gadis terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit dengan infus dan Mask Mxygen Rebreathing terpasang di hidung dan mulutnya. Setetes air mata keluar dari ujung mata dan mulutnya menggumamkan sebuah nama

Liev.

To be continue
♡´・ᴗ・'♡

Good bye, Bro. See you in the next part of other life, My Green Character. ❤

Kala Cinta Memperdaya (Done) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang