Six

26 6 13
                                    

Salah satu hal yang patut gue syukuri dalam hidup adalah kejomloan yang Tuhan takdirkan, biar nggak jadi bego karena cinta kayak sahabat gue. – Salma

———

      Surai panjangnya terayun ke sana kemari ketika mengejar langkah lebar sang kekasih yang meninggalkannya.

"Saka!" teriak Dinan untuk sekian kalinya.

Ia mempercepat langkahnya dengan tertatih-tatih hingga bisa menarik tangan Saka, ia berteriak kebingungan, "Kamu kenapa? Tiba-tiba pas ngeliat aku, kamu malah buang muka? Aku ada salah sama kamu???" Kebiasaan lelaki itu ketika marah sudah Dinan hapal sejak berpacaran tiga tahun lalu.

Jantung berdetak lebih cepat dan paru-parunya bekerja lebih ekstra memasok oksigen saat mengejar Saka, tetapi yang ia dapati hanya tatapan datar.

"Cewek ganjen!" sentak Saka mendadak. Murid yang berlalu lalang di sekitar mereka sempat terhenti karena mendengar ucapan lelaki tersebut.

"Maksud kamu apa? Aku nggak tau apa-apa, tiba-tiba kamu bilang kalau aku ganjen. Aku nggak ngerti maksud kamu," ucap Dinan terbata-bata. Ia masih berusaha menormalkan hembusan napasnya.

"Coba aja lo pikir!" bentak lelaki berlesung pipi tersebut, "mana ada cewek udah punya pacar, tapi malah jalan sama cowok lain!"

Dinan terdiam, mengingat dengan siapa saja dia pergi kemarin. Seingatnya, ia hanya pergi ke mal bersama Saka dan pulangnya ...

Liev.

"Jadi maksud kamu aku ganjen karena kemarin pulang dianterin Liev?" Ia mencemooh, geleng-geleng tak habis pikir terhadap tingkah kekasihnya.

"Kan udah berapa kali gue bilang, gue nggak suka kalau lo jalan sama cowok selain gue!" Saka terus menerus meninggikan intonasi suara.

"Tapi kamu yang duluan ninggalin aku karena mau jemput Aluna, Saka!" Dinan naik pitam, dadanya kembang kempis menahan amarah yang berusaha ia redam.

"Lo kan bisa pulang naik Go-Car! Kenapa harus minta dianterin sama cowok yang baru lo kenal beberapa jam?"

"Kamu kan tau, aku bakal kena interogasi kalau pulang telat sendirian. Orang tua aku overprotective, Saka." Ia berharap lelaki keras kepala itu mau memahami kekhawatirannya.

"Tapi, kamu duluan yang ninggalin aku demi cewek lain!" Matanya berkaca-kaca, sesak mengingat kejadian kemarin sore ketika Saka pergi demi sahabat perempuannya.

"Serah lo! Susah kalau ngomong ke cewek yang udah nggak punya harga diri!"

Saka berbalik pergi, membiarkan Dinan membisu menatap punggung tegapnya.

Sebenernya siapa yang seharusnya marah? Dia yang ninggalin duluan tanpa mikirin gimana gue pulang dengan kaki sakit dan langit yang semakin menggelap atau gue yang pulang dianterin cowok lain?

"Heh! Gue cariin dari tadi!" Tiba-tiba tangan seseorang berlabuh di pundaknya, tetapi Dinan tak memberikan reaksi apapun.

"Kenapa lo?" tanya Salma, melihat sahabatnya heran.

"Saka marah." Dua kata yang cukup membuat perempuan berambut pendek itu kesal.

"Lelaki bencong kayak dia, nggak bakal berhenti ngambek kalau nggak dibujuk. Mending sekarang kita ke kelas dulu, udah mau bel," usul Salma sambil menarik sahabatnya meninggalkan lantai yang menjadi saksi bisu perdebatannya dengan Saka.

Seluruh kursi telah terisi, semua murid duduk rapi di tempatnya masing-masing. Tatapan Liev dan Dinan sempat bertemu, tetapi perempuan bermanik cokelat itu buru-buru mengalihkan pandangan.

Suasana kelas masih ramai karena belum ada guru pengajar yang datang, obrolan mereka membuat ruangan menjadi bising dan mengundang kedatangan a killier teacher.

Bu Ros menatap garang ke semua murid, tatapannya seolah bisa membuat siapapun terluka karenanya. Mereka meneguk ludah kasar, bernapas pun dengan hati-hati tidak berani menimbulkan suara.

"Kenapa nggak dilanjutin lagi ngobrolnya?" sindir guru BK berperawakan gempal tersebut.

"Ini kelas yang katanya diisi anak-anak pintar, tetapi kelakuannya seperti ini jika tidak ada guru? Ini kelas yang paling dibanggakan?"

Suasana kian mencekam tatkala Bu Ros berbicara sembari melangkahkan kaki, memasuki kelas yang konon diisi oleh anak-anak cerdas.

"Kumpulkan tugas MTK yang kemarin diberikan oleh Bu May, Ketua Kelas tolong hantarkan tugasnya ke kantor guru. Setelah itu kerjakan soal di halaman 55 sembari menunggu beliau datang, kalau masih ada waktu mengajarnya."

Bu Ros pergi setelah menyampaikan pesan Bu May yang izin datang terlambat karena ban motornya pecah.

Sandi selaku ketua kelas, bergegas mengumpulkan hal yang diamanatkan padanya. Murid-murid lainnya langsung mengerjakan soal Matematika yang memusingkan di halaman 55, daripada kena semprot guru BK lagi.

Waktu berlalu hingga jam pelajaran telah berganti, Bu May tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Para murid menutup modul dan memasukannya ke laci, lalu mengeluarkan buku mata pelajaran Fisika. Semuanya berjalan dengan hening mendengarkan penjelasan guru.

Bel istirahat berdenting nyaring, semua pelajar berhamburan keluar kelas. Semua berlomba-lomba menuju kantin demi seporsi seblak Poppy kesukaan mereka, kecuali Salma yang masih membujuk Dinan supaya berhenti meladeni ambekan pacarnya.

"Bukan sejam dua jam doang kalau mau bujuk dia, lo butuh tenaga untuk ngejar, nangis dan mohon-mohon ke dia." Salma mendramatisasi ucapannya.

"Emang nyampe segitunya, ya? " tanya Dinan tanpa minat.

"Lo bahkan rela nungguin dia main basket dua jam tanpa ditegur sama sekali! Cuman buat dapetin permintaan maafnya?" Tak habis pikir, kenapa ada perempuan sebodoh gadis cantik itu? "kalau gue jadi lo, cowok kayak gitu udah gue tendang sejauh mungkin. Najis!"

Dinan membuang napas kasar, ia berdiri sambil menggebrak meja dan berkata dengan menggebu-gebu, "Gue bakal coba diemin dia balik! Pokoknya gue harus bikin dia paham kalau bukan cuman dia yang bisa ngambek." Ia diam sejenak, pikirannya menerawang kedepan, "tapi bisa nggak ya? Seharian tanpa ada interaksi sama dia, rasanya ada yang ilang."

"Nggak bakal tau kalau nggak dicoba," usul Salma santai.

"Hai," sapa Liev saat kembali sambil menjinjing beberapa jajanan. Salma membalas sapaannya dan Dinan tersenyum kecil.

"Ini buat lo." Liev menaruh semua bawaannya di depan Dinan, ia berlalu tanpa menunggu reaksi perempuan tersebut.

"Saka marah gara-gara kemarin gue pulang dianterin Liev, tambah lagi cowok itu ngasih beginian." Perempuan cantik berwajah masam itu melihat makanan di mejanya bingung.

Kalau gue terima ini, Saka bakal nambah marah dan pasti ada yang ngelaporin hal kayak gini ke dia.

"Buat lo aja, gue udah pusing mikirin cara minta maaf gara-gara kemarin."

Salma tersenyum semringah hingga matanya menyipit, ia berkali-kali mengucap syukur karena bisa menghemat uang jajan hari ini.

"Lo yakin nggak mau? Ini jajanan kesukaan lo semua." Makanan memenuhi mulut, walaupun agak kesusahan berbicara, perempuan jomlo itu tak mengurangi asupannya. Siomay, dimsum, cilok goang dan es teh habis dilahapnya tanpa sisa.

"Gue kenyang banget, Din." Salma mengusap perutnya yang membuncit.

Tiba-tiba teman sekelas mereka datang dengan napas terengah-engah, "Saka ama Liev adu jotos di lapangan!"

To be continue
♡´・ᴗ・'♡

09 September 2024

Kala Cinta Memperdaya (Done) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang