Winselle berjalan keluar dari kelas setelah mendengar bel tanda pulang berdering. Dengan tas berwarna biru tuanya, ia berjalan menyusuri lorong untuk sampai ke halaman depan. Suasana hatinya menjadi lebih baik karena kejadian pagi tadi. Ditambah, hari ini pulang lebih pagi karena para guru akan mengadakan rapat.
Tetapi ada saja yang membuat suasananya hatinya kembali memburuk. Ia berpapasan dengan seseorang yang paling dibencinya. Winselle berpapasan dengan Pak Dion. Padahal ia sudah berusaha untuk menghindarinya dengan tidak ibadah di ruang 2, tetapi jelas susah karena Pak Dion termasuk guru di sekolahnya ini. Beliau menatap Winselle dengan tatapan yang sulit diartikan. Winselle hanya membuang mukanya ke sembarang arah.
Sudah tua, ngga ingat umur, bejat lagi.
Tak lama, sebuah tubuh menghantam tubuh Winselle, membuatnya hampir kehilangan keseimbangannya. Ia kemudian melihat tangan merangkul pundaknya, sebelum ia menolehkan kepalanya kearah sebaliknya. Ternyata seseorang itu Kai. Ia berdiri di tengah-tengah, berusaha untuk menjauhkan Winselle dari Pak Dion. Tidak seperti dugaan Winselle, Kai justru tersenyum dan menyapa laki-laki yang umurnya setengah abad itu, sebelum akhirnya Pak Dion pergi entah ke mana.
"Perut kamu masih sakit?" Kai melontarkan pertanyaan pada Winselle yang sedang dirangkulnya. Winselle menoleh dan sedikit mendongak untuk bisa menatap netra milik pujaan hatinya. "Puji Tuhan sudah tidak sakit."
Kai kemudian meminta Winselle untuk mengantarkannya ke parkiran sepeda. Tidak, mereka tidak akan pergi ke taman lagi. Winselle berpikir mungkin karena Kai bosan dengan topiknya tentang kepenulisan. Tetapi jauh dari itu, Kai malah sangat senang menghabiskan waktunya dengan Winselle. Bercerita tentang apapun yang bisa mereka ceritakan. Berbagai ide dan pikiran untuk kemudian direnungkan bersama. Walaupun teman Kai banyak, tapi ia tidak pernah menemukan seseorang untuknya diajak berbicara tentang banyak hal seperti ia bersama Winselle.
Setelah selesai mengeluarkan sepedanya, Kai menatap Winselle yang sibuk mengamati manusia yang berlalu-lalang. Kai ingin sekali mengajak Winselle untuk mengantarnya ke toko buku dan membeli buku, tetapi Kai masih ragu. Ia takut jika Winselle masih sakit. Namun di lain sisi, pikirannya itu dibantah oleh tampilan Winselle yang tidak pucat seperti tadi pagi. Langkahnya pun sudah kuat, benar-benar sudah menjadi dirinya yang biasanya. Dengan degup jantung yang sedikit berdetak lebih cepat, Kai memanggil Winselle, membuat sang pemilik nama menengok kearahnya dengan bingung. "Kenapa, Kak?"
Kai menarik napasnya untuk meredakan detak jantungnya. "Kamu... mau antar saya ke toko buku?" tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar. "Ah tapi kalau kamu ngga mau, saya ngga maksa kok," lanjutnya sambil mengusap leher belakangnya.
Dengan senyum yang mengembang, Winselle mengiyakan ajakan Kai. Seperti biasa, menaiki sepeda milik Kai, Winselle diboncengnya. Menikmati setiap sudut kota kembang tempat kelahirannya itu. Hari ini terlihat lebih padat, mungkin karena ini adalah hari lahir kotanya.
Winselle merasakan sensasi asmaraloka yang tidak pernah terbayangkan. Ia tidak pernah menyangka akan berkenalan dengan Kai. Ia tidak pernah menyangka bahwa Kai akan menjadi temannya. Ia tidak menyangka bahwa Kai akan membantunya saat telat sekolah dan menggendongnya ketika ia pingsan. Ia tidak menyangka bahwa Kai akan memboncengnya seperti hari ini. Semua ini terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Kota Bandung menjadi sangat spesial karena gelora asmara yang memenuhi salah satu hati warganya
Setelah beberapa menit perjalanan, sampailah mereka berdua pada toko buku lama yang bangunannya masih berdiri kokoh. Winselle turun, sementara Kai memarkirkan sepedanya. Keduanya kemudian masuk melewati pintu yang jikalau ada yang masuk, maka bel akan berbunyi.
Winselle mengikuti Kai seperti seekor anak kucing yang mengikuti induknya. Pandangannya mengamati buku-buku yang tersusun sesuai dengan kategorinya. Dengan lagu yang terdengar asing di telinga Winselle yang sepertinya bergenre jazz mengalun dari radio yang di pasang di toko ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
RomanceHanya kisah asmara klasik pada tahun 1990-an. Tentang kisah kasih di sekolah menengah menengah atas, dua insan yang enggan saling mengungkapkan karena terkesan memaksa garis takdir yang seharusnya.