*Song recommendations: Andaikan Kau Datang by Andmesh
*Bacanya pelan-pelan, ya..Dengan duduk di kursi roda yang didorong oleh putranya dan juga didampingi oleh menantu juga cucu pertamanya, Winselle di sini. Tangannya menaburkan bunga di laut yang membentang luas sejauh mata memandang. Angin jelas cukup berhembus kencang, tapi justru membuat senyumnya merekah.
Tragedi kecelakaan pesawat 15 tahun lalu yang merenggut nyawa seseorang yang sangat berpengaruh di hidupnya, masih terbayang-bayang jelas di benak Winselle. Daksa hangat dengan senyum yang biasanya menenangkan Winselle kini telah berpulang dengan cara paling menyakitkan. Semesta bahkan tidak mengizinkannya untuk memeluk tubuh yang mungkin ketakutan itu saat berada dalam tekanan tinggi di pesawat itu. Tuhan hanya mengizinkannya untuk memeluk serpihan jaket bagian lengan yang terakhir kali dipakai oleh Kai.
Ginan yang bahkan tinggal di Yogya kala itu pun langsung pergi ke lokasi di mana kecelakaan nahas itu terjadi. Saat mendengar itu, Winselle hanya bisa terdiam sambil menatap nama-nama korban yang ada di pesawat itu. Yanika Kairenne Prawiradireja, nama itu terpampang jelas di depan matanya. Pikirannya tidak berjalan semestinya, ia mengaggap bahwa ia hanya sedang bermimpi. Ia mengaggap seperti itu karena ingatannya jelas memutar bahwa Kai baru saja berpamitan untuk kembali pulang ke Jerman beberapa jam lalu, bukan berpamitan untuk kembali pulang selamanya.
Satu tahun lebih ia menangisi kepergian daksa yang bahkan tidak bisa ia dekap lebih lama. Ia menyesal, menyesal karena tidak memeluk Kai lebih lama. Ia bahkan memikirkan bagaimana ketakutannya Kai saat berada di pesawat itu. Ingin rasanya ia menyalahkan takdir yang begitu kejam, tapi ia sadar dengan ia menyalahkan seperti itu takkan pernah membuat Kai kembali padanya.
Bahkan mamanya yang berada di Jerman pun langsung drop yang mengharuskan Ginan membawanya kembali ke tanah air untuk dirawat. Tapi tepat setelah satu tahun kepergian putri bungsunya, beliau menyusul putrinya itu. Winselle benar-benar kacau saat itu, bahkan ia juga sempat drop selama berbulan-bulan lamanya.
Saat itu yang dilakukan Winselle hanyalah berdiam di kamar. Menangis dan menangis seperti sudah menjadi bagian dari hidupnya kala itu. Saat itu bodohnya ia tak langsung menuruti permintaan Kai untuk membaca bagian terakhir dari novel yang dibuatnya. Winselle terlalu larut dalam suasana duka yang begitu kental dan memeluknya erat.
Selama itu juga Kai selalu datang ke dalam bunga tidur Winselle. Entah untuk sekadar menyapa atau bahkan mendekap tubuh rapuh Winselle yang pundaknya sudah merosot itu. Setiap bangun tidur, kegiatan pertama yang dilakukannya adalah menangis karena Kai yang tak pernah absen untuk menghiasi bunga tidur Winselle. Karena hal itu juga, Winselle semakin terpuruk dan juga lebih nyaman untuk tidur dengan alasan agar bertemu kembali dengan Kai di dalam mimpinya.
Tapi setelah beberapa bulan, Kai tidak mengunjungi mimpinya. Winselle kala itu sangat bingung dan takut. Apakah ia benar-benar sudah kehilangan Kai? Tapi kemudian ia teringat akan pesan terakhir Kai yang ia sampaikan lewat mimpi Winselle.
"Jangan terlalu terpuruk, Na... Saya ngga suka lihat kamu sedih-sedih terus. Maafkan saya karena saya sudah membuat kamu seperti ini, ya? Tapi tolong sudahi, ya, Na? Lepas saya dengan hati kamu yang paling lapang. Dengan begitu, saya bisa lebih bebas menjaga kamu dari atas sini..."
Saat itu, Kai sangat anggun dan juga cantik dengan gaun putih yang terjulur sampai permukaan tanah. Begitupun dengan rambutnya yang terurai indah, menambah keanggunan yang terpancar jelas darinya. Saat itu, Winselle hanya menatap sosoknya lekat-lekat, jelas enggan untuk berpisah walau hanya sekadar di mimpi.
"Saya di sini bahagia, Na. Sudah ada mama juga. Di sini, saya juga bertemu ayah yang selama ini selalu saya rindukan. Jadi kita bertiga berkumpul dan menjahit kembali benang-benang bahagia yang sempat terputus. Di sini hanya kurang Kak Giman, tapi saya ngga mau dia cepat-cepat ke sini karena dunia yang dulu menjadi tempat saya singgah pun tidak kalah indah. Saya titip Kak Ginan, ya?"
"Kamu juga jangan lupa untuk selalu tersenyum, ya? Saya suka lihat senyum kamu. Jangan lupa sering-sering kunjungi saya di laut, itu rumah saya yang baru. Juga jangan lupa baca kalimat terakhir yang ada di novel saya, ya? Sampai saya seperti ini pun, kalimat itu masih dan akan terus mewakili perasaan saya ke kamu. Ngga berubah sedikitpun. Saya sayang kamu, Na. Saya izin pamit, ya?"
Dan di sinilah Winselle sekarang. Dengan lagu First Love yang terdapat Kai di dalamnya, ia menuruti permintaan Kai untuk sering mengunjunginya. Di pangkuannya, sudah ada foto dirinya dan juga Kai dengan senyum cerah. Winselle rindu itu, Winselle rindu senyum Kai yang meneduhkan. Satu bulan sekali ia datang ke tempat ini hanya untuk sekadar menabur bunga yang menjadi favorit Kai. Ataupun hanya untuk sekadar membaca kalimat terakhir novel milik Kai yang tertuju padanya.
—Sampai kapanpun, saya selalu mencintai kamu. Sampai raga saya berada di perut bumi dan juga jiwa saya berada di sang pemilik jiwa, rasa itu takkan berubah. Kamu adalah cinta pertama dan juga terakhir saya. Maaf tidak bisa menemani sampai akhir karena ini adalah yang terakhir bagi saya. Saya cinta kamu, selalu.
Ia membaca kalimat itu lagi dan lagi. Tangannya yang satu menggenggam erat potongan jaket bagian lengan itu agar dirinya merasa hangat. Tidak ada tangisan lagi sekarang. Winselle sudah ikhlas, ia sudah bisa berdamai dengan keadaan sekarang.
"Terima kasih karena sudah menjadi bagian berharga yang melengkapi kehidupan aku, Kak Kai. Sekarang aku sudah ikhlas, kamu bisa bebas sekarang. Kamu selalu berada di tempat spesial yang aku khususkan di hati aku. Aku juga sayang kamu. Selamat berkelana ke tempat yang lebih indah, ya, untuk sosok yang jauh lebih dari kata indah?"
Selesai. Semua sudah berakhir. Takdir sudah berjalan sebagaimana mestinya, walau mungkin jauh dari bayang-bayang. Sekarang hanya tinggal menunggu, bagaimana jalannya takdir akan akhir hidupnya. Dengan ini, lembaran ditutup. Usai sudah semua cerita yang sempat membuat gejolak dalam hidupnya. Terima kasih atas haru-biru yang melukis indah sekaligus pelik yang membelit jiwa dan raga. Terima kasih kepada pemilik cinta dan pemilik cerita dalam kisah sederhana ini.
Kai and Winselle, in another life, in another universe, and in another destiny. Hopefully.
—Tamat—
Akhirnya selesai jugaa. Terima kasih yang sudah mengikuti cerita sederhana ini. Maaf kalau tidak sesuai ekspektasi endingnya. Ngga tau harus nulis apalagi selain terima kasih banyak. Hope u all stay healthy!!
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
RomanceHanya kisah asmara klasik pada tahun 1990-an. Tentang kisah kasih di sekolah menengah menengah atas, dua insan yang enggan saling mengungkapkan karena terkesan memaksa garis takdir yang seharusnya.