X

23 2 0
                                    

"Lagu favoritmu, ya?" tanya Kai kala menyadari bahwa Winselle benar-benar ikut bernyanyi dari awal sampai akhir. Winselle menoleh dan mengangguk antusias.

"Iya! Bener banget!" jawabnya dengan sebuah senyum yang selalu menjadi candu bagi Kai. Indah, Winselle sangat indah. Sudah beberapa hari ia tidak melihatnya cerianya Winselle karena laki-laki bejat itu. Ia senang karena akhirnya melihat Winselle seperti awal lagi. Semoga selalu seperti itu.

"Apa judulnya?"

"First love, lagunya Nikka Costa," jawab Winselle, masih dengan ukiran senyum yang terpatri di wajah indahnya. "Kenapa bisa suka?" tanya Kai lagi.

"Lagunya bener-bener pas di aku." Mendengar jawaban dari Winselle, Kai langsung termenung. Entah mengapa frasa awam yang menyinggahi perasaannya hilang begitu saja, digantikan oleh sedikit sesak yang tidak Kai mengerti.

"Oh, ya? Siapa laki-laki itu?" tanyanya, memaksakan senyumnya. Dari judul lagu favoritnya saja sudah tahu bahwa itu bercerita tentang cinta pertama.

Winselle menyukai siapa? Siapa laki-laki yang berhasil mengisi hatinya? Siapa cinta pertamanya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi isi kepala Kai.

Senyum Winselle sedikit memudar kala mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Kai.

Bukan seorang laki-laki seperti yang kamu bayangkan, Kak. Dia seorang perempuan. Dia itu kamu, Kak.

"Nanti jika sudah siap, aku ceritakan," jawabnya dengan lengkung kurva di bibirnya. Winselle menatap Kai yang terkekeh dengan hati yang teriris.

Jika semesta memiliki cara untuk merahasiakan satu atau dua hal, maka biarkan rasa yang dimiliki Winselle pada Kai menjadi salah satunya. Biarkan sampai akhirnya mencapai garis takdir paling akhir. Garis takdir yang akan menamparnya dengan kenyataan bahwa semuanya menjadi sia-sia. Tetapi jika masa itu datang, akan Winselle pastikan bahwa rasanya pada Kai akan ia taruh pada satu tempat yang spesial, tempat yang tidak akan tergantikan oleh orang lain. Di tempat itu, nama Kai akan abadi sebagai pengisi hati seorang sederhana yang merasakan cinta untuk pertama kalinya, walau mungkin takkan pernah terbalaskan.

Kai kembali menatap kearah depan, menyaksikan penampilan dari band dengan personilnya yang lengkap. Kai menghembuskan napasnya panjang. "Pasti seseorang itu sangat beruntung bisa dicintai oleh kamu, Na." Kai menunduk dan kembali menghembuskan napasnya, "Saya iri...," lirihnya.

Mendengar itu, Winselle membeku. Ingin rasanya membalas pernyataan Kai barusan, tetapi seketika lidahnya terasa kelu. "Saya belum pernah merasakannya, tentang cinta pertama," jelasnya kemudian kembali mengangkat kepalanya dan menatap Winselle.

Winselle lega, sekaligus sakit. Ia lega karena Kai tidak merasakan rasa yang akan membuat dirinya sendiri sakit. Tetapi Winselle juga sakit karena menyadari bahwa rasanya tidak akan pernah dibalas oleh sang pencipta rasa. Ia hanya terkekeh pelan untuk menutupinya. "Ah, begitu...."

Tak lama, hening menghiasi. Tenggelam dalam dalam pikirannya masing-masing, tentang semua rasa yang ada. Keduanya kalut dalam keramaian di sini. Di saat semua menikmati dengan cara bernyanyi, berbeda dengan Winselle dan juga Kai. Mereka menikmati dengan cara diam dalam hening di tengah hiruk-pikuk.

Sedetik kemudian, Kai menaruh kepalanya pada pundak Winselle yang lebih rendah darinya. Ketenangan menghampiri Kai tak lama setelah ia menyenderkan tubuhnya di tubuh mungil Winselle. Tidak mengerti mengapa bisa seperti ini, tetapi satu hal yang pasti bahwa Winselle sangat hangat, dan itu membuatnya tenang. "Pinjam pundak mu sebentar ya, Na?"

Winselle sekarang bisa melihat ujung kepala dari seseorang pengisi hatinya. Ingin rasanya memeluk dan mencurahkan semua rasanya. Tetapi tidak, tidak akan pernah sebelum masanya habis. Ia masih mau menikmati segala yang terjadi saat ini, saat rasanya masih melekat erat.

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang