*Song recommendations: Andai Aku Bisa by Chrisye
Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Winselle dan motor tukang ojeknya membelah jalanan ramai kota Bandung. Rasanya dunia berhenti sejenak, begitupun dengan otaknya yang rasanya sudah hilang fungsi. Ia tidak bisa memikirkan apa lagi selain mencapai bandara dengan cepat. Tangannya dingin dan sedikit gemetar, padahal hari ini cukup cerah. Pupus sudah rencananya untuk menikmati hari yang cerah ini dengan Kai di sampingnya. "Cepetan, ya, Pak? Saya ngejar temen saya di bandara," pinta Winselle. Bahkan suaranya sudah hampir hilang karena tenggorokannya yang terasa tercekat oleh rasa sesak yang sedang ia pendam mati-matian.
Kenapa, Kak?
Sesampainya di bandara, ia langsung bergegas mencari keberadaan Kai. Napasnya memburu dengan peluh yang tak dapat ditahan lagi. Langkahnya membawanya ke mana saja, menjelajahi setiap sudut bandara demi perempuan itu. Tapi sudah 15 menit lebih ia mencari, sosok itu tidak dapat ia temukan. Air mata sudah bercampur dengan keringatnya, tidak peduli lagi akan tatapan manusia yang memandangnya dengan aneh.
Bahunya sudah menurun, tidak ada lagi semangat di dirinya. Ia menyerah, ia tidak dapat menemukan perempuan itu. Ia juga sudah pasrah jika tubuhnya dituntun oleh petugas karena dianggap mengganggu kenyamanan. Tapi diujung rasa pasrahnya, Tuhan berbaik hati. Netranya mampu menangkap sosok yang sedari tadi ia cari. Air matanya semakin luruh, membasahi wajahnya yang sudah berantakan. Lantas ia meminta izin pada petugas, "Saya mohon, Mba...."
Dengan langkah yang tergesa, ia menghampiri Kai, bersama dengan kakaknya. Wajah Kai tidak berbohong, ia murung, tidak seperti Kai yang Winselle kenal. Bahkan Kai menunduk dalam-dalam, tidak lagi memancarkan Kai dengan kepercayaan diri seperti biasanya. Dalam jarak 10 meter, Winselle menghentikan langkahnya. Dengan gemuruh air mata yang menyesakkan dada, Winselle berteriak dengan susah payah. "Kak, Kai!"
Telinga Kai menangkap suara itu, suara yang tidak asing di telinganya. Perlahan, ia mengangkat kepalanya, dan netra keduanya bertemu. Kai langsung bangkit dari duduknya, ia berjalan meninggalkan Ginan dengan sejuta tanda tanya di pikirannya. Dengan jarak yang semakin menipis, Kai bisa melihat Winselle dengan gelinang air mata yang membasahi seluruh wajahnya. Ia menyesal, Winselle menangis karenanya. Tanpa aba-aba, Kai membawa tubuh Winselle ke dalam pelukannya. Ia memeluknya dengan erat, seolah tidak ingin berpisah, walaupun akhirnya akan tetap berpisah. Tangan kanannya dengan gerakan lembut mengusap rambut pendek Winselle, bermaksud untuk menenangkan bahu yang masih bergetar karena isak tangis.
"Kenapa? Kenapa ngga bilang, Kak?" racau Winselle dengan suara yang sedikit tidak jelas karena seluruh wajahnya tenggelam dalam tubuh hangat Kai. Kai menelan ludahnya, berusaha untuk terlihat tegar dan kuat. "Saya ngga mau buat kamu sedih, Na...," jawabnya sambil terus menenangkan Winselle. Masih dengan isak tangisnya, Winselle berusaha membalas. "Tapi kalau ngga dikasih tau, aku malah tambah sedih!"
Kai tidak menjawab, lebih tepatnya ia bingung untuk menjawab apa. Ia tidak ingin menambah luka lebih dalam lagi pada Winselle, jadi ia memilih untuk bungkam sementara. "Kamu jahat, Kak...." Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Winselle, Kai semakin mengeratkan pelukannya. "Maaf...," gumamnya di telinga Winselle. Padahal di sisi lain, Om Dipta sudah berteriak, meminta Kai untuk cepat menghampirinya menuju pintu keberangkatan.
Bandara menjadi saksi bisu sakitnya perpisahan karena keadaan dan masa depan yang menekan. Di sana adalah tempatnya orang-orang tulus menyalurkan rasa sayangnya melalui sebuah pelukan perpisahan yang cukup singkat. Air mata juga menjadi tanda bahwa sekuat apapun ia keluar, takkan mudah membuat keputusan seseorang berubah begitu saja. Atmosfer yang cerah, langsung hilang tanpa permisi, mendukung perasaan sedih yang membuncah perih. Tak ada lagi Bandung dengan senyum secerah mentari paginya. Bandung, ia seakan mati bagi Winselle.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
RomanceHanya kisah asmara klasik pada tahun 1990-an. Tentang kisah kasih di sekolah menengah menengah atas, dua insan yang enggan saling mengungkapkan karena terkesan memaksa garis takdir yang seharusnya.