Keduanya hanyut dalam percakapan ringan sampai melupakan waktu. Tertawa bebas seakan tanpa beban di pundak masing-masing. Keduanya benar-benar menikmati setiap detik yang berlalu dengan tawa yang menguar bebas memenuhi udara kota Bandung yang sudah cukup lama tak dihirup. Lama, lama sekali Kai tidak merasakan bahagia hanya karena senyum indah Winselle yang mengembang di parasnya yang ayu nan rupawan namun sederhana itu.
Winselle kemudian reda dari tawanya dan memandang dengan lekat air mancur yang dahulu menjadi saksi betapa indahnya rasa yang dahulu ia miliki. "Ini agak aneh sih, Kak. Tapi dulu, zaman sekolah aku tuh pernah suka sama kamu," celetuk Winselle dengan diakhiri kekehan yang justru membuat Kai tertegun.
Kai menatap lekat kearah Winselle yang tidak balik menatapnya. Bisa ia lihat dengan jelas pahatan paling sempurna itu dari arah samping. Hidungnya yang mancung, bulu mata lentik, dan juga rahang yang bisa dibilang cukup tajam, apalagi ditambah oleh paparan sinar matahari sore yang menambah kesempurnaannya. Tuhan menciptakan Winselle saat sedang bersuka cita. "Kenapa kamu ngga bilang?" tanya Kai setelah beberapa detik terdiam dalam bisu yang menyelimuti.
Winselle justru tertawa lagi, berhasil membuat Kai menatapnya bingung. "Ya ngga mungkin lah, Kak. Kita sama, kita satu gender. Rasa yang aku punya ke kamu dulu itu salah dan melenceng dari norma yang berlaku, ngga mungkin gitu aja aku bilang. Ngga apa-apa deh, itu masa lalu. Lagipula Tuhan masih sayang sama aku, makanya rasa tidak pantas itu berhasil dihilangkan dari hati aku dengan cara ngirim sosok Janu ke hidup aku walaupun akhirnya tetep aja ngga sama-sama," balasnya sambil menghela napas lega dan kemudian tersenyum.
Kamu sudah berhasil menghilangkan rasa itu, sedangkan saya masih sama dan masih di sini, Na...
Winselle kembali menoleh dan senyumnya masih merekah indah di sana. "Aneh, ya, Kak? Sampe bengong gitu kamu," ujar Winselle kala melihat Kai yang justru diam membisu. Kai kembali tersadar, ia kemudian ikut tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Ngga, aneh, Na. Tapi semua itu jadi ngga wajar karena kita hidup di dunia yang penuh akan aturan dan norma yang berlaku. Cinta itu universal, ngga selalu ikatan antara laki-laki dan perempuan. Cinta itu bisa sama siapa aja, ngga mandang dia suku mana, orang mana, agama apa, dan bahkan gendernya apa. Lagipula kita ngga bisa milih, kan, rasa yang kita punya ini akan berlabuh di mana?"
Sekarang gantian Winselle yang membeku karena tanggapan Kai yang jauh dari ekspektasinya. Kai tidak jijik akan rasa yang dahulu ia miliki padanya? Kai tidak keberatan? Ia kira Kai akan menanyakan alasannya, tapi ternyata tidak. Ia tersenyum lega, lantas mengangguk.
"Bener banget. Waduh, Kak Kai balik dari Jerman jadi super dewasa banget, ya?" balas Winselle dengan nada jenaka dan juga sebelah alis yang terangkat. Melihat itu, Kai hanya tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, heran dengan kelakuan single mom yang satu ini. Ah, yang Kai baru sadari juga hari ini bahwa Winselle masih sama, lucu, walaupun umur Winselle mau memasuki usia dewasa madya.
Ranah sunyi kemudian menyergap keduanya, memeluk erat bersamaan dengan semilir angin sore yang menerpa halus tubuh mereka dan sesekali menerbangkan rambut mereka. Keduanya menikmati suasana dalam keterdiaman masing-masing. Meskipun begitu, tidak ada canggung yang biasanya akan terjadi setelah sekian lama tidak bertemu.
Bandung sudah banyak berubah, tapi rasa yang dimiliki oleh salah satunya tidak pernah mencapai fase itu. Hanya satu yang berhasil, perempuan hebat itu adalah Winselle. Sedangkan Kai, ia masih terjebak dalam labirin perasaan pada Winselle yang ia rasa takkan pernah menemukan jalan keluarnya dan takkan pernah ada jalan untuk keluar dari sana. Cukup menyakitkan, tapi justru itu yang membuat candu.
"Oh iya, kamu kerja apa, Kak, di Jerman?" tanya Winselle. Akhirnya sunyi yang sempat mengambil alih, kini tergantikan oleh suara Winselle yang selalu Kai rindukan setiap detik di hidupnya. "Saya kerja di perusahaan barang elektronik, tapi nyambi juga jadi penulis." Jawaban dari Kai membuat Winselle menoleh dengan spontan dengan mata yang menatap Kai bulat, terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
RomanceHanya kisah asmara klasik pada tahun 1990-an. Tentang kisah kasih di sekolah menengah menengah atas, dua insan yang enggan saling mengungkapkan karena terkesan memaksa garis takdir yang seharusnya.