Tok.
Tok.
Tok."Assalamualaikum Dara," ketukan yang beberapakali terdengar di depan pintu membuat Dara bangun dari tidurnya. Ia melihat jam dinding yang terpajang di tembok kamarnya, baru pukul 7 pagi, mana mungkin ibu pemilik kost-an datang sepagi ini, dan lagipula Dara tidak menunggak uang sewa. Lalu siapa yang datang?
Dara bangkit dari tempat tidurnya, lalu kemudian membukakan pintu.
"Walaikumsalam--bu ustazah?" terkejut dengan kehadiran bu Siska selaku isterinya ustadz Jaenal, tentu saja Dara jadi salahtingkah tidak karuan. Ia masih ingat dengan pesan yang di kirim ustazah Siska kemarin-kemarin.
"A-ada apa ya bu kemari? Hm-- m-masuk bu,"
Ustazah Siska tersenyum manis sekali. Beruntung ustadz Jaenal memiliki isteri seramah dan secantik itu.
"Maaf Dara kalau saya menganggu tidur kamu, saya boleh masuk?"
"Boleh bu, silahkan."
Keduanya duduk berhadapan. Dara rasanya gugup sekali, seperti sedang sidang skripsi saja.
"Dara, bagaimana dengan tawaran saya?"
"Y-yang mana ya bu?"
"Kamu bahkan gak menjawab chat saya waktu itu. Saya mau kamu dan Raka menikah, nanti setelah Raka lulus SMA. Urusan pekerjaan dan tanggungjawab, saya jamin kamu tidak akan kesusahan."
Dara menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Maaf bu ustazah, saya benar-benar tidak mengerti mengapa ibu meminta saya menikah dengan boc-- Raka?" hampir saja Dara keceplosan mengumpat nama Raka dengan sebutan bocah ingusan.
"Karena kamu lebih dewasa, karena Raka itu anak yang susah di atur. Saya merasa kamu cocok dengan Raka, dan saya ingin sekali kamu jadi menantu saya. Memang sih Raka masih remaja, sementara kamu sudah dewasa, tapi saya yakin Raka anak yang bertanggungjawab."
"Tapi bu ustazah, saya tidak sama sekali menyukai anak ibu.."
"Masalah suka, itu akan berjalan seiring berjalannya waktu Dara. Setidaknya kamu ada yang melindungi. Suami saya khawatir, karena kamu punya kemampuan lebih, biar Raka bandel begitu, dia sebenarnya mampu membaca Al-Quran bahkan hafal juz yang ada di dalamnya meskipun tidak seluruhnya. Tapi percayalah, ini yang terbaik."
"S-saya butuh waktu bu ustazah.."
"Tidak apa-apa. Soal perjodohan ini sudah saya bicarakan dengan Raka, dan dia mau-mau saja."
Dara melotot tidak menyangka. Kenapa Raka tidak menolaknya? Bukankah bocah tengil itu sangat membenci Dara?
"Saya rasa wajar kalau Raka gak nolak kamu, kamu cantik Dara. Anak saya itu memang tipekal lelaki yang menyukai gadis-gadis cantik, dan semoga saat bersama kamu, dia menemukan arahan yang benar dan tak lagi melirik gadis manapun."
Dara tersenyum kaku. Pujian Ustazah Siska menyentuh hatinya, membuatnya jadi malu-malu.
Usai perbincangan dengannya, Dara jadi terbayang-bayang jika nanti sungguhan menjalin rumahtangga bersama Raka, apakah dia akan bahagia layaknya pasangan yang harmonis, atau justru seperti kucing dan anjing?
Mengingat kelakuan menjengkelkan Raka, jujur saja Dara jadi muak. Tapi kala dimana pria itu datang dan memeluknya di saat terpuruk, entah mengapa senyuman indah terlukis di bibir Dara.
>
Pada sore hari sepulang kuliah, Dara terkejut dengan kehadiran mama-nya dan juga adiknya. Mereka datang bersamaan, lalu tiba-tiba memeluk Dara.
"Maafin mama ya, mama ceroboh! Mama bersalah Dara, maafin mama.."
Ada perasaan sakit di dada, ada juga kehangatan karena pelukan yang selama ini ia rindukan kini ia dapat dari sang mama.
Dara tahu, mama-nya mendatanginya untuk sebuah tujuan. Namun ia berpura-pura bodoh, agar ia bisa menghentikan.
Melirik pada Ghisela adiknya-- wajah gadis itu kelihatan pucat. Kepala Dara berdenyut nyeri, ia mulai merasakan sesuatu, ia melihat dari pandangan mata batin-nya bahwa darah adik perempuannya itu seringkali di ambil diam-diam oleh sang mama untuk di berikan pada Jin peliharaan-nya.
Dara menarik tangan Ghisela, "Kamu gapapa?" Ghisela melirik pada mama-nya dengan raut wajah takut. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tertahan karena ancaman.
"Ak-aku gapapa kak. Kakak ikut tinggal lagi ya sama aku dan mama?"
"Iya sayang, kamu maukan tinggal lagi sama mama?" bujuk Anggelie.
"Ma, kuliahku bagaimana? Aku udah semester akhir, sebentar lagi kelulusan, tanggung."
"Kamu bisa lanjutin disana, tenang aja semuanya udah mama atur dan persiapkan," kematianmu.
Kalimat akhir yang mama-nya ucap dalam hati, dapat Dara dengar. Benar-benar wanita yang kejam, dan tidak punya hati nurani. Namun entah mengapa Dara tidak bisa membenci ibunya sendiri.
"Maaf ma, Dara bakalan tetep tinggal disini."
Ghisela meremas tangan kakaknya, "Kak tolong tinggal sama aku ya?" Melihat raut wajah sang adik, Dara benar-benar kasihan. Jika ia tetap dengan pendiriannya, bagaimana ia bisa menghentikan perbuatan sesat mama-nya?
"Yaudah Dara bakalan tinggal sama mama dan juga Ghisel, tapi Dara tetep kuliah disini, Dara bolak-balik dari kota B ke Jakarta."
"Atur aja sesuka kamu ya," Anggelie mengusap rambut Dara. Bukan kelembutan yang Dara rasakan, tetapi sebuah ancaman.
Di sepanjang perjalanan pulang, Dara terus memegang tangan adiknya. Sementara adiknya sendiri bersandar di bahu sang kakak.
Tak terasa airmata jatuh, Dara benar-benar tidak menyangka atas kejahatan sang mama. Ghisela tidak boleh jadi korban, Ghisela harus tetap hidup dengan semestinya.
"Kakak nangis?" Dara buru-buru mengusap airmatanya.
Anggelie yang mendengar perbincangan itu lantas sekarang memperhatikan Dara, "Kamu kayanya kangen banget sama adik kamu ya?"
"Hm iya Dara kangen sama Ghisela, Dara juga kangen mama." Anggelie hanya tersenyum dan mengusap kepala Dara.
Di dalam mobil, suasana nampak hening setelah Ghisela dan Dara tertidur sambil saling memeluk.
"Bu, jalanan di depan macet, kayanya harus lewat jalan pintas" kata Edi selaku supir pribadi nyonya besar Anggelie.
"Ya tidak apa, atur saja."
Diam-diam Anggelie menatap wajah Dara dengan saksama, ia sangat membenci Dara karena Dara ada di dalam rahimnya terpaksa.
Dulu, Irvan hanyalah seorang tukang kebun di rumah orangtua Anggelie, kemudian Irvan menyukai Anggelie sampai rasa suka itu berubah jadi obsesi, hingga Irvan melakukan sesuatu pada Anggelie berupa jebakan dari minuman yang ia taburi pelet hingga akhirnya berhasil membuat Anggelie jatuhcinta sampai melakukan hubungan intim sebelum menikah.
Hadirlah Dara dalam rahim Anggelie, sementara itu adalah pantrangan dari orang sakti yang memberikan pelet pada Irvan, kehadiran Dara bersamaan dengan kesadaran Anggelie, akhirnya pelet itu hilang, namun keduanya tetap menjalani pernikahan karena kepalang malu.
Anggelie membenci Dara, karena baginya Dara adalah sumber dari segala banyak masalah. Sebenarnya perpindahan Agama yang Dara lakukan sungguh bukan masalah bagi Anggelie, bahkan ia tidak perduli. Tetapi dengan adanya keputusan Dara, disitulah kesempatan Anggelie membuang Dara sia-sia. Tetapi Anggelie semakin membenci saat ibunya lebih memilih tetap membiayai kehidupan Dara.
Perlahan Anggelie mengusap puncak kepala Dara, ia menjabak kasar rambut Dara secara tiba-tiba, dan membuat Dara terbangun.
"Ada apa ma?" Reflek Anggelie terkejut dan menjauhkan tangannya.
"Hm, gapapa.. mama mau mindahin kepala kamu agak belah sini, takutnya nanti sakit pundak," alasannya.
Dara mengangguk dan menggeser sedikit kepalanya agar tidak miring, ia sama sekali tidak mencurigai apapun karena rasa kantuk yang melanda.
Saya sangat membenci kamu Dara!
KAMU SEDANG MEMBACA
SESAT (END)
HorrorJin dan Manusia itu hanya berdampingan bukan seharusnya bersatu lalu bersekutu untuk tujuan yang SESAT.