01. Dua Dunia

67 7 0
                                    

☆☆☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆☆☆


Raka menarik napas panjang sebelum keluar dari mobil mewah yang membawanya ke acara gala malam itu. Blitz kamera menyala-nyala tanpa henti, sorakan penggemar mengisi udara, dan para wartawan berlomba-lomba meneriakkan pertanyaan. Ini adalah kehidupannya—hidup yang penuh dengan kemewahan, sorotan, dan gemuruh kebisingan.

Tapi di balik senyum dan lambaian tangan yang sempurna, hatinya terasa hampa. Setiap langkah yang ia ambil menuju red carpet terasa mekanis, seperti sebuah peran yang terus-menerus ia mainkan tanpa henti.

Di dalam ruang mewah tempat gala berlangsung, suara riuh percakapan dan gelak tawa bercampur dengan musik latar.

Raka berdiri di sudut, secangkir anggur di tangan, tapi pikirannya melayang jauh. Dunia ini semakin terasa asing. Dulu, musik adalah pelariannya, satu-satunya tempat di mana ia bisa mengekspresikan dirinya tanpa batas.

Namun, semakin tinggi ia mendaki tangga popularitas, semakin ia merasa kehilangan siapa dirinya.

••••

Sementara itu, di sisi lain kota, Kirana menutup pintu rumah kecilnya dengan senyum lembut. Udara malam terasa segar, dan angin sejuk menerpa wajahnya. Dia baru saja pulang dari cafè favoritnya, tempat ia menghabiskan waktu membaca buku sambil menikmati teh hangat. Hidupnya sederhana, penuh kedamaian.

Tidak ada kebisingan, tidak ada tekanan dari dunia luar. Baginya, kebahagiaan ditemukan dalam ketenangan yang dia nikmati setiap hari—sesuatu yang orang-orang sering anggap sepele.

Kirana suka menyendiri, bukan karena dia menghindari orang lain, tetapi karena dia menemukan kedamaian dalam keheningan. Dunia luar terasa terlalu ramai, terlalu cepat. Namun, malam itu, untuk alasan yang tak ia ketahui, ada rasa gelisah yang tak biasa.

Mungkin itu hanya perasaan sementara, atau mungkin, hidupnya yang tenang sebentar lagi akan berubah.

•••

Seminggu kemudian, takdir memainkan perannya.

Raka memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari dunia glamour nya. Setelah berminggu-minggu dikelilingi oleh jadwal yang padat, sorotan yang tak henti-henti, dan tekanan untuk selalu tampil sempurna, dia membutuhkan sesuatu yang berbeda—keheningan, sebuah tempat di mana dia bisa mendengar pikirannya sendiri.

Seorang teman lama merekomendasikan sebuah cafè kecil di pinggiran kota, jauh dari hingar-bingar kota. Raka, yang biasanya tak pernah punya waktu untuk hal-hal sederhana seperti itu, memutuskan untuk mencoba.

Kirana sedang duduk di sudut kafe yang nyaman, seperti biasa. Buku di tangannya terbuka, tapi pikirannya melayang ke luar jendela, menikmati pemandangan pohon-pohon yang tertiup angin. Keheningan kafe itu adalah tempat pelariannya dari dunia luar, dan ia menyukainya.

Saat pintu cafè berderit terbuka, Kirana secara tak sengaja mendongak. Seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut gelap masuk. Wajahnya terlihat familiar, tapi Kirana tak bisa langsung mengenalinya.

Dia tak banyak mengikuti berita selebritas, apalagi dunia hiburan. Pria itu mengenakan pakaian sederhana—sesuatu yang membuatnya tampak seperti orang biasa, bukan bintang terkenal.

Raka duduk di salah satu meja paling tersembunyi, menikmati suasana tenang yang tak pernah ia rasakan di kota. Tidak ada yang mengenalinya, atau jika ada, mereka tidak peduli.

Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia bisa bernapas lega tanpa sorotan kamera di setiap langkahnya.

Kirana kembali ke bukunya, namun tak bisa menghilangkan rasa penasaran yang tiba-tiba muncul. Ada sesuatu tentang pria itu yang berbeda, meski dia tak tahu apa. Mungkin hanya perasaannya saja.

Raka, di sisi lain, merasa aneh berada di tempat seperti ini—di tengah ketenangan yang ia cari, tapi sekaligus asing baginya.

Tatapan singkat antara dia dan Kirana beberapa saat lalu mengganggunya, bukan karena dia merasa terganggu, tapi karena tatapan itu tidak dipenuhi dengan pengenalan atau kekaguman seperti yang biasa dia terima. Itu adalah tatapan biasa—seperti siapa pun di dunia ini.

Dia mengambil secangkir kopi di depannya, matanya sekali lagi melirik ke arah Kirana, yang tampak tenggelam dalam dunianya sendiri. Ada sesuatu yang menarik tentang kesederhanaan gadis itu—cara dia duduk dengan tenang, seolah dunia luar tidak pernah mengganggunya.

Di tengah kehidupan Raka yang kacau, Kirana tampak seperti perwujudan dari segala sesuatu yang ia rindukan: ketenangan, keheningan, dan kedamaian.

Kirana tak menyadari tatapan Raka yang kembali tertuju padanya. Bagi Kirana, dia hanya seorang pelanggan lain di cafè itu, tak lebih. Namun, bagi Raka, pertemuan ini terasa seperti sesuatu yang lebih.

Di tengah kebisingan hidupnya, untuk pertama kalinya, Raka merasa ingin berhenti, duduk, dan mendengarkan keheningan—keheningan yang tanpa ia sadari ada di gadis itu.

Dan di sinilah kisah mereka dimulai, tanpa kesengajaan, tanpa rencana. Dua orang dari dunia yang sangat berbeda, terhubung oleh sesuatu yang mereka sendiri belum pahami.

bersambung

Serenade in Stillness | Wonbin RIIZE [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang