12. The Weight of Two Worlds

5 1 0
                                    

☆☆☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆☆☆

Alya menatap bayangan dirinya di cermin. Ruangan apartemennya yang biasa tenang kini terasa sempit oleh hiruk pikuk pikiran yang tak henti-hentinya bergema di kepalanya.

Di luar jendela, langit malam dipenuhi bintang-bintang, seakan mencerminkan kekacauan yang tersembunyi di dalam hatinya. Di atas meja, undangan sebuah acara gala terpampang—acara yang akan dihadiri Raka malam itu. Dan dia, diharapkan datang sebagai tamu undangan istimewa.

“Ini bukan duniaku,” gumam Kirana pelan pada dirinya sendiri.

Setiap kali dia melihat Raka di panggung, beraksi dengan penuh percaya diri di bawah sorotan kamera, dia merasa semakin jauh dari pria yang dia cintai. Dia tahu, Raka menyayangi dirinya, tapi bisa kah mereka sungguh menyatu di antara dua dunia yang begitu berbeda?

Kirana selalu merasa nyaman dalam kesunyian dan kesederhanaan hidupnya, sementara Raka hidup dan bernapas dalam gemuruh ketenaran.

Ponselnya berbunyi. Nama Raka muncul di layar.

"Kirana, kamu sudah siap? Aku akan menjemput kamu sebentar lagi," suara Raka terdengar penuh semangat, tetapi ada sesuatu yang terselip di balik nada ceria itu—seperti sehelai bayang-bayang kekhawatiran.

Kirana menahan napas sejenak. "Raka... aku tidak yakin aku bisa pergi malam ini," ucapnya, berusaha terdengar tenang.

Keheningan menyusul di ujung telepon. Raka tidak langsung menjawab, seakan mencoba memahami apa yang baru saja didengarnya. "Kenapa?" tanyanya pelan, suaranya mengandung nada luka yang sulit disembunyikan. "Kamu tahu, ini penting buatku. Aku ingin kamu di sana, bersamaku."

"Aku tahu," jawab Kirana lembut. "Tapi itu bukan tempatku. Aku merasa terasing di antara semua sorotan itu. Aku mencintaimu, Raka, tapi dunia yang kamu jalani... itu bukan duniaku."

Raka terdiam. Ia ingin membantah, tapi di lubuk hatinya, dia tahu apa yang Kirana rasakan. Dia sendiri telah merasakan ketidakcocokan itu berkali-kali.

Saat dia melihat Kirana canggung di antara kerumunan, atau saat sorotan kamera mengarah padanya, dan dia melihat senyum Kirana menghilang sedikit demi sedikit.

Mereka berasal dari dunia yang berbeda, dan setiap kali mereka mencoba mendekat, perbedaan itu terasa semakin mencolok.

“Kirana....” akhirnya Raka berbicara lagi, suaranya lirih, “Aku tidak ingin kamu merasa seperti ini. Tapi aku juga tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Aku tidak bisa meninggalkan semua ini. Musik… panggung… itu bagian dari diriku.”

Kirana merasakan hatinya teriris. Dia tahu, bagi Raka, musik bukan sekadar pekerjaan; itu adalah jiwanya. Tapi setiap kali dia melangkah lebih jauh ke dalam dunia Raka, Kirana merasa dirinya semakin menghilang, ditelan oleh gemerlap yang terlalu asing baginya.

"Dan aku tidak bisa menjadi seseorang yang bukan diriku," bisik Kirana, hampir tak terdengar.

Keheningan panjang membentang di antara mereka, seperti jurang yang semakin lebar dan dalam. Pada akhirnya, Raka berkata dengan suara yang penuh dengan rasa sakit, "Mungkin kita butuh waktu untuk berpikir. Untuk mencari tahu apa yang benar-benar kita inginkan. Aku tidak mau kehilangan kamu, Kirana, tapi aku juga tidak mau kamu merasa terjebak."

Kirana menutup matanya, merasakan air mata menggantung di sudut matanya. "Aku juga tidak ingin kehilangan kamu, Raka."

Dan dengan itu, percakapan berakhir. Kirana meletakkan ponselnya di meja dan menatap undangan yang kini terasa lebih dingin dari sebelumnya. Mungkin, cinta saja tidak selalu cukup.

Di seberang kota, Raka berdiri di balkon apartemennya, memandangi gemerlap lampu kota yang selalu menjadi bagian dari kehidupannya.

Malam itu, di tengah hingar bingar dan keramaian, ada sesuatu yang tidak bisa ia temukan di antara sorotan kamera dan tepuk tangan penonton—kehadiran Kirana. Dan tanpa itu, semuanya terasa hampa.

Keduanya, di dua tempat yang berbeda, bertanya-tanya: Bisakah cinta mereka bertahan di tengah benturan dua dunia yang begitu jauh? Ataukah mereka sedang menuju akhir yang tak terhindarkan?



bersambung

Serenade in Stillness | Wonbin RIIZE [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang