11. The Cracks in the Spotlight

6 1 0
                                    

☆☆☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆☆☆

Langit malam di kota Jakarta selalu terlihat berkilau, namun bagi Raka, kilauan itu tak pernah lagi terasa mempesona. Setelah beberapa pekan menjalin hubungan dengan Kirana, dia menyadari satu hal yang selama ini tak pernah dia pikirkan: hidup di bawah sorotan begitu melelahkan.

Di sisi lain, Kirana semakin terlihat resah. Meski mereka saling mencintai, Raka bisa merasakan keheningan yang berbeda dari Kirana—bukan ketenangan, melainkan keraguan yang mulai mengintai.

Malam itu, mereka berjalan beriringan di jalan setapak di taman kota, jauh dari pusat keramaian. Kirana selalu menyukai tempat-tempat yang jauh dari kebisingan, sementara Raka berusaha menyesuaikan diri. Tapi tidak ada yang bisa menyembunyikan ketegangan yang mulai tumbuh di antara mereka.

"Raka," suara lembut Kirana memecah keheningan, "kamu bahagia dengan semua ini?"

Raka menghentikan langkahnya. Dia mengerutkan kening, tak sepenuhnya memahami apa yang dimaksud Kirana. "Maksud kamu?"

Kirana mengalihkan pandangannya, menatap pepohonan yang bergerak pelan diterpa angin. “Dunia yang kamu jalani… keramaian, sorotan, orang-orang yang selalu ingin tahu tentang hidupmu. Apakah kamu bahagia?”

Raka terdiam sejenak. Bukan karena dia tak tahu jawabannya, tapi karena dia takut mengucapkannya. Selama ini, dia terbiasa mengukur kebahagiaan lewat kesuksesan: album terjual, konser penuh, penggemar yang selalu mendukung. Namun, sejak Kirana masuk ke dalam hidupnya, perspektif itu mulai berubah.

“Aku pikir aku bahagia,” Raka berkata pelan. “Tapi sekarang… aku tidak yakin. Dunia yang dulu terasa menyenangkan kini terasa terlalu berisik, terlalu menekan.”

Kirana menggigit bibirnya. Dia sudah menduga hal itu, namun mendengarnya langsung dari mulut Raka membuat hatinya semakin berat. Dia mengerti apa yang Raka rasakan, tapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa bertahan di dunia yang sama.

“Raka,” Kirana berkata dengan suara nyaris berbisik, “ Aku tidak yakin aku bisa hidup dalam dunia itu. Aku tidak terbiasa dengan sorotan, perhatian, dan tekanan yang menyertainya.”

Raka menatap Kirana, mata mereka bertemu dalam kegelapan. Dia tahu ini akan datang. Perbedaan di antara mereka terlalu besar, seperti dua dunia yang tak pernah benar-benar bisa menyatu. Tetapi dia tidak ingin menyerah.

“Kirana, aku bisa menjauh dari semua itu,” kata Raka, suaranya terdengar putus asa. “Aku bisa mengurangi tampil di media, bisa hidup lebih tenang. Kita bisa menciptakan dunia kita sendiri, jauh dari semua sorotan.”

Kirana tersenyum lembut, namun matanya dipenuhi kesedihan. “Tapi itu bukan dirimu, Raka. Kamu dilahirkan untuk bersinar. Musikmu menyentuh hati jutaan orang, dan kamu mencintai itu, bahkan jika itu membuatmu lelah. Aku tidak bisa meminta kamu mengorbankan itu semua hanya demi aku.”

Raka merasa jantungnya seolah tertusuk. Bagaimana mungkin sesuatu yang ia cintai—musik dan dunia di sekitarnya—sekarang menjadi ancaman bagi kebahagiaan mereka?

“Tapi aku mencintai kamu, Ki,” suaranya serak. “Apa gunanya semua ini jika aku kehilangan kamu?”

Kirana mengambil napas panjang, menahan emosi yang membuncah di dadanya. “Aku mencintai kamu juga, Raka. Sangat. Tapi cinta tidak selalu bisa mengatasi semua perbedaan. Kamu mungkin bisa mengubah hidupmu sekarang, tapi suatu saat nanti kamu akan merindukan sorotan itu. Dan aku… aku hanya ingin hidup dalam ketenangan.”

Keheningan menyelimuti mereka. Raka menundukkan kepala, sementara Kirana menatap langit yang mulai dipenuhi bintang. Keduanya terperangkap di antara dua dunia yang berbeda—dunia yang penuh dengan keramaian dan sorotan, dan dunia yang tenang, sunyi, tapi penuh kedamaian.

Raka akhirnya meraih tangan Kirana, menggenggamnya erat, seolah mencoba mempertahankan apa yang mereka miliki. “Aku tidak mau kehilangan kamu.”

Kirana menahan air matanya. “Aku juga tidak mau kehilangan kamu, Raka. Tapi terkadang, cinta juga berarti melepaskan seseorang untuk kebahagiaan mereka sendiri.”

Malam itu terasa panjang, penuh dengan perasaan tak terucap dan keputusasaan yang perlahan menggerogoti hati mereka. Mereka tahu cinta mereka kuat, namun apakah cukup kuat untuk menahan dua dunia yang begitu bertolak belakang?

Dan di bawah langit malam yang berkilau, dua hati itu perlahan menyadari bahwa kadang, cinta bukan tentang bertahan, tapi tentang menemukan jalan yang tak saling melukai.



bersambung

☆☆☆

gimana ceritanya sejauh ini???

Serenade in Stillness | Wonbin RIIZE [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang