15: The Heir

74 7 10
                                    

·•·♥♥♥♥·•·

Semuanya berubah sejak hari itu...

Hari dimana siapa [Name] yang sebenarnya terungkap...

·•·♥♥♥♥·•·

Udara dingin terasa menusuk kulit wajah [Name] yang dibasahi air mata. Mendekati musim dingin seperti ini, udara siang ataupun malam sama-sama dingin. [Name] berdiri agak jauh dari makam sang kakek di acara pemakaman ini agar tidak mengundang perhatian. Fyodor mengatakan kalau keberadaan [Name] sebagai satu-satunya keturunan Sergio Clover harus terus disembunyikan demi keselamatan [Name] sendiri.

Hal itu menyakitkan bagi [Name] karena ia bahkan tidak boleh menangis di pemakaman kakeknya sendiri agar tidak terlihat kalau ia memiliki hubungan keluarga dengan Sergio Clover. Ia terus mengulangi di dalam pikirannya bahwa ia kesini menemani Floch, sebagai Asistennya.

Hal seperti ini bukan pertama kalinya [Name] alami. Waktu Ayahnya meninggal pun, ia tidak diperbolehkan pergi ke acara pemakamannya. Dan ia selalu pergi diam-diam jika ingin mengunjungi makam Ayahnya.

Keberadaan [Name] sebagai cucu Sergio Clover memang terus disembunyikan. Dan harus terus disembunyikan selamanya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Floch menatap prihatin [Name] yang duduk di sebelahnya. Wanita itu hanya menatap keluar jendela mobil yang sedang melaju. "Aku benar-benar turut berduka, [Name],"

[Name] melepas pandangannya dari jendela mobil. Ia menundukkan kepalanya, "Ini semua salahku... Aku yang menyuruhnya menjalani operasi itu..."

"Tidak, itu bukan salahmu!" Floch menggenggam tangan [Name]. "Jika tidak dioperasi, CEO akan meninggal dalam 3 bulan. Jika dia meninggal dengan penderitaan selama 3 bulan, itu akan sangat menyakitkan. Aku yakin CEO lebih bahagia jika seperti ini. Beliau meninggal saat berusaha untuk sembuh... Itu lebih baik kan?"

"Tapi bagaimana aku bisa begitu yakin kalau kemungkinan 50 persen yang akan terjadi adalah kemungkinan bahwa operasinya berhasil... Padahal kemungkinan operasinya gagal juga sebanyak 50 persen..." Ucap [Name] lemah. "Aku memang bodoh... Aku tidak pandai mengambil keputusan yang benar seperti kakek--" [Name] tiba-tiba berhenti. Ia baru sadar kalau ia menyebut kakeknya 'kakek'. Ia jadi teringat dengan salah satu permintaan terakhir kakeknya untuk memanggilnya 'kakek'. Permintaan terakhir yang tidak [Name] penuhi... Dan kini setelah kakeknya sudah tidak ada, dia baru memanggil-manggilnya 'kakek'.

Seketika hati [Name] terasa pedih. Dadanya sesak seolah nafasnya begitu menyesakkan. Air matanya mengalir kembali. "Kakek... kakek..." Isaknya.

Melihat itu, Floch mengusap pelan punggung [Name]. Ia berusaha menenangkan wanita itu.

·•·♥♥♥♥·•·

Hari ini warna hitam mendominasi gedung Clover Corp. Semua yang berada disana memakai pakaian hitam, turut berduka dengan kepergian sang CEO, Sergio Clover. Buket-buket bunga maupun karangan bunga menghiasi bagian depan gedung Clover Corp sampai ke lobi dalam.

Acara memorial akan segera diadakan untuk mengenang Sergio Clover, sehingga banyak orang penting yang datang ke gedung tersebut hari ini. Mulai dari para pemegang saham, para petinggi Clover Group, rekan-rekan bisnis Sergio Clover yang merupakan orang-orang penting di perekonomian Paradis sampai para pejabat dan beberapa artis juga seniman.

Jean berdiri di lobi, di depan dinding lebar yang menjadi tempat para karyawan menaruh buket-buket bunga. Di dinding itu juga banyak ditempelkan kertas-kertas bertuliskan ucapan duka cita atas kepergian Sergio Clover. Ia menatap buket bunga yang ia bawa di tangannya, lalu berjalan ke arah dinding itu. Ia taruh buket bunga miliknya di atas tumpukan bunga-bunga lain yang sudah sangat banyak.

Love Potion [Jean X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang