Evan menyantap sarapan bersama keluarganya pagi ini. Rencananya hari ini Evan akan membantu Ayahnya di perusahaan. Pemuda itu sudah rapi dengan setelan jasnya membuat ia tampak lebih tampan dan mempesona.
“Kamu ingin berangkat sendiri atau bersama Papa?” tanya Harry sambil mengusap mulutnya dengan tissue setelah menyelesaikan sarapan paginya.
Evan meneguk segelas air sebelum menjawab pertanyaan Papanya. “Aku berangkat sendiri saja naik motor.”
Kedua orang tua Evan tampak menghela nafas. Putra satu-satunya ini memang tidak suka hidup dengan kemewahan. Padahal Evan juga sudah memiliki mobil pribadi, namun jarang sekali di gunakan. Lelaki itu lebih suka menggunakan motor sport miliknya.
“Yasudah Papa berangkat dulu.” pamit Harry, tidak lupa ia sempatkan untuk mencium bibir istrinya sebelum pergi bekerja. Evan sudah terbiasa melihat adegan mesra kedua orangtuanya yang tidak ada rasa sungkan padanya itu. Tidak lama kemudian, Evan juga beranjak berpamitan kepada sang ibu untuk berangkat.
***
Evan segera memarkirkan motornya di basement khusus petinggi perusahaan. Saat memasuki gedung ia hanya diam sesekali tersenyum kecil jika ada karyawan yang menyapa. Evan memang terkenal dengan pribadinya yang dingin dan tidak banyak bicara.
Pemuda itu memencet tombol lift menuju lantai 4 dimana ruangan kerjanya berada, saat lift akan tertutup seseorang tiba-tiba masuk ke dalam. Tatapan mereka bertemu sejenak sebelum kembali menghadap ke depan. Kebetulan hanya mereka berdua yang ada di dalam lift.
“Terimakasih sudah menjaga Cantika selama ini, Evan.” ucap pria di samping Evan. Sejenak Evan hanya diam, ia melirik sedikit ke arah pamannya, Zaidan.
“Sama-sama.” jawabnya. Evan sedikit melonggarkan dasinya, sungguh berada di ruangan yang sama dengan Zaidan membuat dada Evan sedikit sesak. Mengingat apa yang Zaidan dan Cantika perbuat dibelakangnya cukup membuat dirinya kecewa.
“Saya minta maaf karena telah menyakiti kamu, tapi saya juga mencintai Cantika.” perkataan Zaidan barusan membuat Evan menatap datar wajah Zaidan di pantulan kaca lift.
“Saya maafkan. Tapi jika Paman menyakiti Cantika, saya tidak akan tinggal diam.” ujar Evan dengan nada yang amat dingin, Zaidan dapat melihat tatapan tajam dan menusuk yang Evan berikan padanya. Ia sangat paham bagaimana perasaan Evan harus merelakan gadis yang dicintainya, bahkan gadis itu mengandung buah hati sang paman.
“Saya janji, tidak akan menyakiti Cantika.” ucap Zaidan dengan yakin. Ia benar-benar mencintai gadis itu.
Evan tahu Zaidan adalah pria yang baik, bahkan sejak kecil mereka selalu bermain bersama. Sebelum kejadian ini pun, Evan sebenarnya sangat akrab dengan Zaidan. Namun kini semuanya telah berubah, hubungan antara paman dan keponakan itu menjadi canggung.
Zaidan pun juga sangat menyayangi Evan, pria itu sangat menghormati keluarga Harry, kakaknya. Berkat bantuan Harry lah Zaidan bisa bekerja di perusahaan ini. Jika waktu bisa diputar, Zaidan akan memilih mengalah demi Evan. Namun apa boleh buat, ia baru mengetahui jika Evan mencintai Cantika setelah gadis itu tengah mengandung anaknya. Dan kejadian itupun karena ketidaksengajaan.
“Minggu depan saya dan Cantika akan menikah, saya harap kamu mau datang.” ucap Zaidan di akhir percakapan karena setelah itu terdengar lift berdenting dan keduanya lantas berjalan berlawanan arah.
***
“Saya cukupkan kelas pada siang hari ini, jangan lupa tugasnya saya tunggu sampai jam empat sore.”
“Baik Pak.”
Echa merapikan buku catatan setelah mata kuliah dari Pak Seno selesai. Rencananya setelah ini ia dan Selly akan mengerjakan tugas dari Pak Seno bersama.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRADHANA
FanfictionBagaimana jika hidupmu hanya berputar pada seorang Evan, pemuda yang kerap kali bersikap dingin pada gadis semanis Echa. Mungkin Tuhan telah mengatur jalan hidup manusia, namun Echa tetap bertanya-tanya mencari jawaban. Kiranya hal apakah yang ingin...