Hari-hari berlalu, Echa tetap menjalani hidupnya seperti biasa. Bedanya ia sudah tidak pernah lagi melihat sang Ayah yang setiap pagi menyiram tanaman di depan rumah. Kini Echa menyibukkan diri dengan lebih banyak membantu ibunya berjualan roti di rumah dan mengerjakan tugas kuliah. Ia sadar kehidupannya telah berubah tanpa sosok Ayah dan ia tidak boleh lemah. Echa harus menjadi gadis yang kuat demi ibunya.
Di lorong kampus Echa bertemu Selly.
"Echa! Ayo ikut aku." tanpa persetujuan dari Echa, Selly segera menarik tangan Echa di salah satu gazebo yang tidak terlalu ramai. Gadis itu mendudukkan Echa lalu menatap sahabatnya dengan penuh selidik. Setelah empat hari absen kuliah, kini Selly baru bisa bertemu Echa.
"Ada apa Sel? sepertinya ada hal yang ingin kamu bicarakan?" tanya Echa setelah melihat tatapan Selly.
"Memang." jawab Selly sambil bersedekap dada dengan mata yang menyipit.
"Kamu, sejak kapan dekat dengan Mas Evan?" Echa menaikkan satu alisnya bingung. Memang sejak kapan ia dekat dengan pemuda itu.
"Aku tidak dekat dengan dia." sanggahnya, karena memang Echa merasa tidak sedang dekat dengan lelaki manapun apalagi Evan. Namun, tentu saja Selly tidak puas dengan jawaban Echa.
"Lalu kenapa Mas Evan bisa berada di rumah kamu?" lanjut Selly bertanya.
Echa tampak menghela nafas, ia sudah menduga Selly pasti akan menanyakan perihal Evan. Akhirnya Echa pun menceritakan bagaimana kakak tingkat yang cukup populer itu bisa berakhir di kediamannya. Selly menutup mulutnya sepanjang Echa bercerita, tidak menyangka jika ternyata dibalik sikap dinginnya, Evan merupakan laki-laki baik yang lembut dan perhatian.
"Wahh, aku tidak menyangka Mas Evan ternyata orang yang seperti itu." ucap Selly setelah mendengar seluruh cerita Echa. Sementara Echa hanya mengangkat bahunya acuh. Pasalnya ia juga tidak begitu mengenal pemuda itu. Akan tetapi sejak Evan membantu keluarganya beberapa hari yang lalu, ibunya selalu menanyakan Evan.
"Aku juga tidak tahu."
"Tapi jangan terlalu dekat dengan dia, Cha. Kamu tahu sendiri kan hubungannya dengan Mbak Cantika bagaimana?" mengenai hal itu, sebenarnya Echa masih belum percaya jika Evan menghamili Cantika. Buktinya yang ia lihat di dalam mobil menjemput Cantika beberapa hari yang lalu itu bukan Evan. Jujur saja Echa bukan tipe gadis yang suka kepo, namun entah kenapa dirinya jadi penasaran terkait kebenarannya. Apa dia tanya saja pada Evan. Tidak, itu ide yang sangat buruk.
"Tenang saja, aku tidak sedekat itu dengannya." Selly mengangguk mengerti.
"Yasudah aku hanya mengingatkan."
***
"Evan."
Merasa namanya dipanggil ia pun mengurungkan langkah kakinya yang akan sampai pada pintu rumah, Evan menatap pria paruh baya yang sangat mirip dengannya.
"Mengenai masalah kemarin, apa sudah kamu selesaikan? Papa tidak mau kamu terlibat." tanya Harry Pradhana ayah Evan sekaligus pemilik Pradhana Company, salah satu perusahaan kontruksi dan properti terbesar di kota Surabaya.
"Sudah Evan selesaikan, Pa." jawab Evan, Harry pun mengangguk paham.
"Lelaki sejati memang harus bertanggungjawab atas perbuatannya." ucap Harry.
"Kamu suka dengan wanita itu?" melihat putranya yang diam saja sudah cukup menjawab, tampaknya Evan masih menyukai wanita itu.
"Baiklah, Papa tidak akan ikut campur. Papa yakin kamu bisa memilih mana yang benar dan yang salah." Harry berdeham sebentar menghilangkan rasa canggung akibat membahas masalah yang sensitif bagi putranya. Ia pun segera mengalihkan topik pembicaraan.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRADHANA
FanfictionBagaimana jika hidupmu hanya berputar pada seorang Evan, pemuda yang kerap kali bersikap dingin pada gadis semanis Echa. Namun perlahan semuanya berubah, satu-persatu kepingan puzzle itu menjadi satu merangkai sebuah cerita yang tidak terduga. Mungk...