Chapter 20 - Akhir

115 16 11
                                    

Di tengah gemuruh tepuk tangan dan sorakan yang memekakkan telinga, Flora dan Jason menutup pertunjukan mereka dengan nada akhir yang penuh emosi. Penonton melompat dari tempat duduk, memberikan mereka standing ovation. Panggung bergetar oleh antusiasme para siswa, namun bagi Flora dan Jason, dunia seakan menyusut hanya menjadi mereka berdua di bawah sorotan lampu panggung yang berkilauan. Flora menghela napas, merasa lega namun juga masih dikelilingi oleh perasaan gugup yang belum sepenuhnya hilang. Jason menoleh padanya, memberikan senyuman hangat yang membuat jantung Flora berdebar lebih cepat.

Matahari pagi yang cerah menyorot wajah mereka dengan lembut, menciptakan efek siluet yang indah ketika mereka saling menatap. Flora menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan rona merah yang merayap di pipinya. Rasanya ada energi hangat yang mengalir di antara mereka, sesuatu yang tidak terungkapkan namun begitu nyata. Di sekitar mereka, sorakan penonton masih terdengar, tetapi seolah-olah menjadi latar belakang yang redup bagi momen mereka.

"Terima kasih," Flora berbisik, hampir tak terdengar di tengah kebisingan. Jason hanya tersenyum, kemudian memberikan anggukan kecil. Mereka berjalan ke sisi panggung, melepaskan mikrofon ke pembawa acara yang sudah bersiap melanjutkan acara berikutnya. "Baiklah, teman-teman! Selanjutnya adalah pertunjukan dari setiap ekskul yang telah kita nantikan! Ayo beri tepuk tangan yang meriah!" Seruan pembawa acara mengembalikan suasana riuh ke lapangan sekolah, mengalihkan perhatian siswa dari panggung menuju bagian lain dari lapangan yang mulai sibuk dengan persiapan pertunjukan ekskul.

Flora dan Jason beringsut turun dari panggung, langkah mereka lambat seolah enggan meninggalkan sorotan. Namun, tanpa kata, mereka sepakat untuk tidak ikut terlibat dalam keramaian ekskul berikutnya. Mereka memilih berjalan menjauh, melewati kerumunan yang semakin memadati lapangan. Di sekitar mereka, kios-kios makanan mulai dibuka, aroma lezat menguar di udara, menggugah selera.

Mereka berdua berjalan berdampingan, tanpa kata, menikmati keheningan yang tercipta di antara mereka. Flora sesekali melirik ke arah Jason yang tampak asyik mengamati kios-kios di sekitar mereka. Ada sesuatu dalam cara Jason berjalan, santai namun penuh perhatian terhadap lingkungan sekitar, yang membuat Flora merasa nyaman dan aman berada di dekatnya.

Angin pagi bertiup lembut, membawa aroma bunga dari taman sekolah yang berada tidak jauh dari situ. Cahaya matahari yang menembus dedaunan menciptakan bayangan-bayangan abstrak di atas tanah, memberikan suasana yang tenang dan romantis. Flora merasa hatinya menjadi lebih ringan, seolah segala beban dan kekhawatiran menguap bersama angin pagi.

Mereka melewati kios es krim yang dipenuhi oleh siswa-siswa yang berdesakan untuk membeli. Flora berhenti sejenak, menatap es krim dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Jason memperhatikan hal itu dan tersenyum kecil. "Kamu suka es krim?" tanyanya pelan.

Flora mengangguk malu-malu. "Aku suka rasa matcha. Rasanya unik, tidak terlalu manis, tapi juga tidak terlalu pahit."

Jason tersenyum, melihat ke arah deretan es krim yang dipajang di dalam etalase kaca. "Kalau begitu, kita beli es krim dulu." Tanpa menunggu jawaban, Jason melangkah maju, memberikan isyarat kepada penjual. "Dua es krim, satu matcha dan satu cokelat, ya."

Flora terkejut menatap Jason dikarenakan tindakannya yang tiba-tiba, senyum Flora melekat di wajahnya, meskipun ada sedikit rasa canggung di baliknya. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak menuju taman belakang yang terletak agak jauh dari keramaian festival. Tempat itu diselimuti oleh bayangan pepohonan yang tinggi, membuat suasananya terasa lebih sejuk dan tenang. Hembusan angin lembut menerpa wajah mereka, membawa aroma segar dari daun dan bunga yang tertiup.

Jason melirik ke arah sudut taman dan melihat dua mangkuk es krim yang terbengkalai di atas bangku kayu. "Astaga, punya siapa ini? Habis makan nggak dibuang," gumamnya sambil menggelengkan kepala. Ia berjalan mendekati bangku itu, mengangkat mangkuk-mangkuk tersebut, dan berjalan ke tempat sampah terdekat.

Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang