BAB 10

68 8 1
                                    

Sambil menunggu ustadz Jaenal pulang, Dara iseng-iseng menatap sekeliling rumah milik ustadz Jaenal. Tidak ada foto keluarga, hanya ada lafaz Allah, Muhammad, dan bahasa-bahasa arab lainnya.

Ustazah Siska kembali membawakan segelas teh hangat untuk Dara, "Kamu cari apa Dara?"

"Eh, emm-- nggak bu Ustazah-- maaf saya lancang," Dara kembali duduk.

"Gapapa Dara."

"Kok gak ada foto keluarga bu?"

"Sebenarnya ini tergantung kepercayaan masing-masing, kalau keluarga kami tidak memperbolehkan memajang foto manusia, alasannya karena Malaikat enggan datang. Kalau yang di pajang seperti hiasan-hiasan bahasa arab, atau doa-doa tertentu Malaikat nampak senang memasuki rumah."

Dara mengangguk paham. Ia baru mengetahui hal itu, dan ini ilmu baru untuknya.

"Terus kalau kangen sama keluarga gimana?"

"Kita bisa menyimpannya di album, galeri hape, atau sosial media."

Ah benar juga.

Baru mengobrol beberapa menit, ustadz Jaenal sudah datang mengucap salam, Dara dan Isterinya ustadz Jaenal menjawab salam bersamaan.

"Loh ada Dara ya?"

Dara tersenyum. Ustadz Jaenal segera duduk di sebelah sang Isteri, "Dari tadi Ra? Maaf saya ada urusan tadi jadi agak lama,"

"Nggak kok pak Ustadz, Dara belum lama disini. Hm, sebenarnya ada yang pengen Dara ceritakan,."

"Ada apa Dara?"

Dara menceritakan bahwa dengan penglihatannya ia melihat sendiri mama-nya melakukan perbuatan syirik, sesat. Dara juga memceritakan bagaimana wujud Jin itu, Jin yang menginginkan dirinya sebagai tumbal demi kembalinya sang nenek ke muka bumi ini.

"Dara, orang yang sudah meninggal dunia tidak akan bisa kembali hidup. Jikapun nenekmu ada dalam raga-mu, itu bukan dia tapi sekelompok Jin lain yang menjelma menjadi seperti nenekmu. Atau itu tipu daya-nya pada mama-mu agar bisa membawa kamu ke alam mereka,"

"J-jadi Jin itu berbohong?"

"Tentu saja. Dia sangat senang melihat mama-mu semakin tersesat dan menyembah-nyembah padanya. Selamatkan orangtuamu Dara."

"Pak, ada yang saya bingungkan.."

"Apa Dara?"

"Papa saya. Saya gak tahu papa saya dimana, saya gak menemukan kondisinya, bahkan penglihatan saya tidak sampai kesana. Bagaimana saya menemukan papa saya?"

"Dara, kamu fokuskan dulu tujuanmu menyelamatkan mama-mu dari kesesatan, karena jika dia selamat, maka keberadaan papamu dan segala rasa penasaranmu akan terbongkar." kali ini ustazah Siska yang menjawab.

"Terus sekarang apa yang bisa saya lakuin?"

"Di dalam rumah orangtua kamu, kamu harus banyak mengaji. Jin dari kalangan manapun akan kalah dengan serangan doa, hanya saja kamu harus kuat mental. Sepertinya yang ada disana bukan hanya satu atau dua makhluk halus, tetapi kemungkinan banyak sekali." ucap Ustazah Siska.

"Apa yang di katakan isteri saya benar Dara, tetapi saya sarankan kamu memerlukan penjaga-an." ustadz Jaenal meraba kantung celana-nya, dan mengeluarkan tasbih yang selalu ia bawa kemanapun. "Bawa ini, saya tidak bisa ada 24jam bersama kamu, tetapi tasbih ini akan selalu melindungimu Dara."

Dara menerima tasbih itu, ada perasaan hangat yang menjalar pada seluruh tubuhnya. Energi yang positif, akan selalu terasa hangat dan merasa terjaga tertentunya.

"Terimakasih banyak, pak, bu, saya benar-benar sangat berhutang budi pada kalian."

Ustazah Siska dan Ustazd Jaenal tersenyum. Mereka merasa simpati atas masalah yang menimpa Dara, apalagi gadis itu sendirian dan hanya mengandalkan kemampuannya tanpa penjaga-an apapun.

"Jangan lupa setiap malam jumat kamu harus membaca surah Yasin sehabis sholat Isya ya, semakin kuat doamu, semakin cepat juga Jin itu menyerah menjadikanmu budak mereka." Dara mengangguk paham.

Dari sini-lah rasa syukur dapat Dara rasakan. Ia tidak merasa sendirian, karena rupanya di muka bumi ini meskipun ada orang jahat, pasti ada pula orang baik.

>

Raka baru saja pulang setelah Dara berpamitan pulang pada orangtuanya dan keluar dari rumah itu.

Keduanya saling berpapasan, jujur saja semenjak kejadian dimana Raka memeluknya dan mengantarkan pulang, Dara jadi sedikit baper.

"Ngapain lo liatin gue kaya gitu?" ketus Raka.

Dara terkejut dengan sikap Raka yang mendadak seketus itu padanya, sementara kemarin-kemarin pria itu bersikap manis padanya.

"Gue punya mata, kalau gue gak liat lo pasti ketabrak!"

"Bilang aja lo suka sama gue kan?"

"Kepedean amat! Gue kan udah bilang, levelan gue bukan bocah ingusan. Bukannya yang suka itu elu ya ke gue? Lo pernah kan bilang gitu?"

"Iya emang gue suka, kenapa masalah emang kalau gue suka sama lo?"

Kedua pipi Dara mendadak memerah meskipun samar. Ia merasa salahtingkah mungkin atas apa yang baru saja Raka ungkap.

"Minggir, gue mau balik!" Dara mendorong Raka agar tidak menghalangi jalannya.

Raka mengejar gadis itu dan menahan pergelangan tangannya, "Jawab dulu pertanyaan gue, emang masalah kalau gue suka sama lo?"

"K-kenapa suka sama gue?"

"Ya gue suka aja. Masalah?"

"Udah deh gak usah ngaco, gue gak akan mau sama lo."

Raka tertawa lirih, kemudian ia mencolek dagu gadis itu. Ya meskipun Dara langsung jengkel karena pria di hadapannya bersikap kurangajar.

"Apaan sih!" kesalnya.

"Tunggu gue lulus SMA, lo jadi milik gue sepenuhnya." setelah mengatakan itu Raka berlalu memasuki rumahhya, sementara Dara masih mematung di tempatnya.

Yang tadinya ia sangat membenci Raka, entah mengapa akibat dari sikap manis dan rayuan bocah SMA itu mendadak memudarkan perasaan benci yang ada dalam hati Dara.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang