Chapter 21 - Entah

60 11 5
                                    

Andaress terbangun perlahan, seperti keluar dari mimpi panjang yang tidak pernah ia inginkan. Matanya masih terasa berat, dan kepala yang berdenyut pelan membuatnya mengerang. Pandangannya kabur, cahaya putih yang menyilaukan memenuhi sekelilingnya, seakan-akan seluruh dunia hanya terbuat dari sinar yang tidak pernah berhenti. Ia berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan situasi ini, tapi yang ia rasakan hanyalah keheningan yang menghantamnya keras.

"Aduh... di mana aku?" gumamnya dengan suara pelan, bahkan suaranya sendiri terasa jauh dan asing di tempat ini. Tangan kanannya menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut. Ada rasa pusing yang samar, seperti bekas dari benturan yang tidak ia ingat. Mencoba untuk mengingat apa yang terjadi, ia malah menemukan dirinya semakin kebingungan. Tak ada ingatan jelas, tak ada petunjuk tentang bagaimana ia bisa sampai di sini.

Andaress mengangkat kepalanya perlahan, dan tatapannya melayang ke sekeliling. Namun, yang ia lihat hanyalah ruang yang benar-benar kosong. Cahaya putih, murni, tanpa batas, menyelimuti pandangan mata sejauh-jauhnya. Ia bahkan tak bisa membedakan apakah ada langit atau tanah di bawah kakinya. Tidak ada bayangan, tidak ada dimensi yang jelas. Seolah-olah ia terjebak di dalam kanvas kosong yang baru saja diciptakan, belum dilukis oleh apapun.

"Astaga, apakah aku sudah mati?" bisiknya, kali ini suaranya lebih jelas, meski penuh dengan keputusasaan yang samar. Ia mencoba merangkai ingatan, mencari celah-celah memori yang bisa menjelaskan situasi ini. Tapi tak ada yang muncul. Kepalanya hanya penuh dengan kekosongan, seperti dunia tempatnya berada. Jantungnya berdetak lebih cepat, dan ia merasa panik yang mulai menguasai tubuhnya.

"Aku? mati?" ulangnya, mencoba mencerna kemungkinan itu. Tubuhnya terasa nyata, napasnya terdengar jelas, namun tempat ini... rasanya seperti dunia lain. Ia memutar tubuhnya perlahan, berputar untuk melihat apakah ada sesuatu di kejauhan, atau tanda-tanda lain yang bisa menunjukkan arah atau penjelasan. Tapi tidak ada apa-apa. Hanya dataran putih yang tak berujung.

"Jadi, begini ya akhirnya," ucapnya dengan senyum getir, nada suaranya datar tapi dengan luka yang dalam di dalamnya. Ia menunduk, memandang kedua tangannya, merasa sedikit asing dengan tubuhnya sendiri. Ada rasa kehilangan yang mulai muncul. Wajah-wajah orang yang ia tinggalkan berkelebat dalam pikirannya. Mereka yang di Kerajaan Valerian, mereka pasti menunggunya. Membayangkan ekspresi mereka, Andaress merasa hatinya terhimpit. Seperti telah mengecewakan banyak orang tanpa ia bisa kembali. Mereka yang di Kerajaan Valerian pasti sedang menunggunya. Menunggu kepastian, tapi kepastian itu mungkin tidak akan pernah datang. Andaress menunduk, memikirkan bagaimana perasaan mereka ketika mengetahui nasibnya.

Namun, tiba-tiba perasaannya berubah. Ada sesuatu yang membuatnya sadar ia tak sepenuhnya sendirian di sini. Dari sudut matanya, ia melihat sosok lain. Seorang perempuan. Rambutnya panjang terurai, sebagian tertutup oleh kain ungu yang tampak anggun membingkai wajahnya. Dia duduk di tanah, terlihat sibuk dengan sesuatu di tangannya. Andaress menyipitkan matanya, berusaha memastikan apa yang dilakukan perempuan itu.

"Aduh, ini gimana sih," keluh perempuan itu kesal, tampak bergumam sambil berkutat dengan benang atau tali di tangannya. Dia merajut—sebuah aktivitas yang begitu kontras dengan kekosongan dan kesunyian di sekitar mereka.

"Emm, permisi," ucap Andaress pelan, sedikit ragu. 

Perempuan itu menoleh, dan saat pandangan mereka bertemu. "Waaa, kenapa kau ada disini?" ucap perempuan itu terkejut. Mata Andaress membelalak seperti disambar petir, dia terdiam sesaat, menahan napas. "K-Kathrina?" ucapnya dengan suara gemetar. Hatinya berdebar kencang. Tak mungkin! Apa mungkin ini... Kathrina?

Namun perempuan itu hanya menatapnya dengan kebingungan. "Hah?" ucapnya, ekspresinya benar-benar tidak mengenali Andaress.

Tidak peduli dengan kebingungan itu, Andaress dengan cepat mendekat, perasaannya membuncah. Air mata hampir jatuh dari pelupuk matanya. Kathrina! Perempuan yang selama ini dia cari! Tanpa ragu, dia memeluk perempuan itu erat, membiarkan rasa haru yang sudah lama terpendam meluap keluar.

Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang