18. Cerita Bian

24 4 0
                                    

"Mas Bi?" Panggil Dara yang baru mendatangi Bian yang sedang menonton acara bola di living room.

"Ya, Babe?" Bian menarik pergelangan tangan Dara agar duduk di sampingnya, "kenapa?"

Dara menggeleng.

Setelah percumbuan panas mereka di dapur tadi, mereka makan malam seadanya, masih ada sambal cumi sisa kemarin yang berada di kulkas. Bian lebih dulu meninggalkan meja makan karena canggung dengan perbuatannya yang udah kaya musang birahi. Akhirnya pria dewasa itu kabur dengan alasan nonton basket di tv.

"Lo nggak mau unboxing belanjaan tadi siang?"

Dara menggeleng lagi.

"Why? Lo nggak suka?"

"Suka kok, Mas," jawab Dara.

"Terus?"

Dara menggeleng lagi, "sungkan aja rasanya."

"Sungkan kenapa?"

Dara terdiam cukup lama, "Mas Bian habisin uang hampir seratus juta dalam sehari buat aku yang bukan siapa - siapanya Mas Bian."

"Jadi maksud lo mau jadi siapa - siapanya gue, Ra?" Tanya Bian meledek Dara yang tampak seperti meminta status.

Iya sih, kedekatan mereka akhir - akhir ini memang harusnya bukan teman lagi. Tinggal bareng, makan bareng, tapi nggak sampe tidur bareng.

"Aku aja nggak tahu asal - usul Mas Bian."

"Bilang dong, neng, kalo mau kenal lebih deket," Bian mencubit ujung hidung Dara hingga memerah.

"Habisnya aku terus yang cerita," keluh Dara.

"Iya deh, okey, Babe, kita mulai perkenalan," Bian menjabat tangan Dara, "my name is Sabian Daru Jaya, di rumah biasa dipanggil Biru–"

"Wait, kenapa Biru?" Tanya Dara.

"Eumm– kayanya itu singkatan Bian Daru."

"Okey, lanjut!"

"Gue anak tunggal. Nama bokap gue Irwan, nama nyokap gue Dahlia. Pendidikan terakhir gue S2 Ilmu Bisnis. Gue tinggal di Ibu Kota. Kalo lo nggak percaya lo boleh cek KTP gue!"

Dara manggut - manggut, "terus alasan kabur dari rumah?"

"Mau dijodohin," jawab Bian singkat.

Byurrrr

Dara yang sedang minum sampai menyemburkan air minumnya, lalu tertawa hingga tersedak air liurnya sendiri.

"Serius, Mas Bi?" Tanya Dara masih disertai tawanya.

"Emang lucu?"

"Gagah, gede, ngguatheng koyo ngene ki minggat goro - goro ape dijodohke?"

(Gagah, besar, ganteng kaya gini pergi dari rumah gara - gara mau dijodohin?)

"Inggih, Mbak Yu," jawab Bian meniru menggunakan bahasa Jawa.

Ia paham. Tapi hanya bisa sedikit - sedikit. Sering ikut Dara ke pasar lumayan mengasah kemampuan berbahasa Jawanya.

"Kenapa nggak mau dijodohin?"

"Bosen."

"Berarti nggak cuma sekali dong?" Tanya Dara penasaran.

"Yaaa– tiga kali ini," jawab Bian malu - malu.

Tawa Dara pecah kembali.

"Nggak lucu tahu, Ra!" Ucap Bian kesal.

"Iya, sorry," ucap Dara sambil mengusap lengan kekar Sabian, "abisnya hidup udah enak, kerja udah mapan, jodoh juga udah disediain sama orang tua, orang tua masih ada semua, kurang apa coba? Malah kabur!"

"Ya gue kan mau ngerasain jatuh cinta juga, Ra!"

"Emang belum pernah?"

"Pernah, dulu waktu SMA."

"Terus sekarang?"

"Orangnya milih yang pakai seragam!" Jawab Bian menggebu. Patah hati terdalam kali ya.

"Sekarang belum jatuh cinta lagi?" Tanya Dara memancing.

"Udah sih, tapi nggak tahu deh–"

"Lah, kok nggak tahu?"

"Di usia gue yang mau tiga puluh gini bukan waktunya main - main, Ra, bukan waktunya pacaran."

"Ya situnya dijodohin kabur."

"Kalo gue nggak kabur, mana bisa gue ketemu sama lo?"

Cup

Bian mengecup bibir Dara singkat.

Bian meletakkan selimut yang ada di sampingnya di bahu Dara, "kalo keluar, atau lagi sama lawan jenis jangan pakai baju kaya gini ya, Babe."

Dara hanya menggunakan tanktop tali spaghetti dan celana tidur khas rumahan, rambutnya ia cepol asal.

Dara mengernyit bingung.

"Nggak semua cowok imannya kaya gue."

~~
Tbc

Loving My LadylordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang