24. Annoying

17 1 0
                                    

Bian terbangun karena merasakan ingin buang air kecil. Mengucek matanya terlebih dahulu untuk menyesuaikan pencahayaan. Hawa dingin AC menerpa kulit telanjangnya.

Baru ia sadari, didalam selimut ia tidak mengenakan sehelai benang pun.

Sial.

"Berarti semalam bukan mimpi basah?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

Ia buru - buru memakai celana kolor andalannya lalu berlari keluar kamar mencari Dara.

"Dasar g*blok si Bian!" Makinga pada diri sendiri.

Sialnya ia tidak menemukan keberadaan gadis itu.

Pikiran Bian jadi kemana - mana. Bagaimana kalau gadis itu kabur? Atau bagaimana kalau dia mengakhiri hidup? Bian sampai berpikiran yang tidak - tidak.

Bian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bisa - bisanya dia mabuk hanya karena minum beberapa gelas minuman di hajatan orang. Tolol.

"Gue harus telpon si ajeng!"

Tut tut tutt

"Hallo, kenapa?"

"Lo lagi sama Dara nggak?"

"Dara? Kagak, emang dia nggak pamit sama lo?"

"Kalo dia pamit sama gue, gue nggak nanya sama lo, oneng!"

Tut

Percuma. Gadis itu mungkin tidak akan ke tempat Ajeng sepagi ini.

Tit tit tit titt

Jegreggg

"Mau masuk dulu?" Tanya Dara pada seorang pemuda yang terlihat membawa belanjaan Dara.

"Enggak deh, nggak enak kalo cuma berdua–"

"Darimana?"

"Belanja," jawab Dara singkat sambil berjalan menuju dapur.

"Lho, Bang Bian!" Ucap pemuda itu.

"Elu, Ndra!" Bian tak menyangka ternyata pemuda itu anak komplek belakang yang sering main basket dengannya.

"Jadi Dara ini bini lu, Bang?"

"Dara, Dara, dia lima tahun diatas lu!"

"What?! Yang bener!"

Bian mengangguk.

Indra jadi sungkan karena sejak tadi cuma manggil nama. Kirain Dara ini seumuran dengannya, dua puluh tahun.

"Indra ikut sarapan sekalian aja, kebetulan tadi aku beli bubur ayam kebanyakan," ucap Dara sambil menyajikan makanan di atas meja makan.

"Boleh deh, Mbak, kebetulan udah lama nggak ngobrol sama Bang Bian."

Bian cemburu saat makan Dara lebih sering berinteraksi dengan Indra. Pemuda yang usianya jauh di bawahnya itu memang tipe playboy yang kanan kiri oke. Terbukti saat latihan basket cewek yang menemaninya beda - beda. Senin cewek rambut pirang, kamis, jumat, sabtu udah beda lagi ceweknya. Untung ganteng. Eh

"Mbak Dara sama Bang Bian udah lama nikahnya?" Tanya Indra.

"Eee–"

"Udah hampir satu tahun, ini Dara juga lagi hamil anak pertama, iya kan, Sayang?" Jawab Bian ngawur.

Dara melotot ke arah Bian.

"Oh, lagi hamil," Indra manggut - manggut, "lain kali istri jangan disuruh belanja sendirian dong, Bang, kalo kenapa - kenapa sama Mbak plus adeknya gimana?!"

"Ya mana gue tahu, orang gue baru melek!"

Lama mereka mengobrol dengan ditemani secangkir kopi buatan Dara. Padahal dalam hati Bian ia ingin segera bicara empat mata dengan Dara.

"Nyebat sabi lah ya!" Ucap Indra sambil mengeluarkan bungkus rokok dan koreknya.

"Kepala lo gue babat, bini gue lagi hamil juga!"

Indra cengengesan.

"Yaudah gue pamit dulu, asem banget nih mulut kalo kagak nyebat!"

"Hmm."

"Salam buat bini lo yang bahenol ye, Bang!"

"Apa lo bilang?!"

"Kagak, Bang, galak bener!"

Selepas kepergian Indra, Bian mencari Dara di dapur, namun gadis itu– eh, namun Dara tidak ada disana rupanya. Ia beralih ke kamar Dara, tidak dikunci. Bian mengetuk pintu kamar itu sebelum masuk, kamar itu di dominasi warna yang hangat di mata, dindingnya berwana ivory, benda - benda seperti meja rias, meja kerja, juga lemari di dominasi warna putih,

Ranjangnya, King size, enak nih. Eh

Tidak ada ada gadis itu didalam kamar, mungkin di balkon karena pintu yang menghubungkan kamar dnegan balkon terbuka.

Dara sedang menyiram tanaman yang berada disana. Lebih banyak sayur sih daripada bunga. Mungkin biar hemat uang belanja.

"Babe, we need to talk," ucap Bian pada gadis yang membelakanginya.

Dara tak menghiraukan kalimat yang keluar dari mulut Bian. Tetap sibuk menyiram sambil menulikan telinganya.

Karena tak sabar, Bian meraih bahu Dara agar berdiri menghadapnya.

Brak

Dara membanting gembor kecil yang ia gunakan untuk menyiram tanaman tadi.

Bug Bug Bug

Dia juga menyerang Bian dengan beragam pukulan dan tinjuan. Hingga Dara menangis tanpa suara.

Bian memeluk Dara.

"Kenapa harua aku, Mas?" Lirihnya, "aku sebatang kara, kenapa kamu rusak aku?!"

"Ayo kita nikah." Ucap Bian mantap.

Dara menatap mata Bian nanar. Lalu masuk kedalam rumah. Bian mengejar gadisnya, meraih tangan Dara agar tidak pergi darinya.

"Aku nggak bisa," ucap Dara.

"Why?"

"Mas Bian nikahin aku karena kejadian semalam kan?" Tanya Dara, "aku nggak bisa nikah tanpa cinta."

"Aku cinta sama kamu, Dara!"

Dara tertawa mengejek, "setelah ada kejadian seperti ini Mas Bian baru bilang cinta?"

"Apa sikap aku kemarin, effort - effort aku yang aku tunjukin ke kamu kemarin nggak bisa buktiin aku cinta sama kamu?"

Dara sedikit melunak.

Bian mendekat lalu berlutut di depan Dara.

"Ayo kita nikah, Dara!"

~~
Tbc

Loving My LadylordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang