Yaudah Eza aja sini ya yang ketemu ayah" bunda mengambil alih eza namun belum sempat menyetuh Eza, aku sudah menjauhkan nya dari bunda.
"Oke prilly temuin ali" ucapku kesal sebelum menemui ali aku meletakan Eza di box bayi terlebih dahulu. Aku melihat bunda menahan senyum dengan kesal aku segera turun ke bawah.
****"Eza mana?" Tanya ali saat aku duduk di depan nya.
"Tidur" ucapku singkat dan ali hanya mengangguk-menganggukan kepalanya.
"Kamu dan Eza apakabar?" Aku memutar bola mata bosan atas pertanyaan nya.
"Baik. Kalau emang gak ada yang penting lagi, pintu keluar disana ya" tunjuk ku ke arah pintu keluar, aku sudah malas menanggapi basa-basi nya.
"Apa abang salah ingin tahu keadaan anak dan istri abang?"
"Gak salah kok. Cuma keadaan aja yg membuat semuanya terasa aneh"
"Abang bisa maafin kamu atas masa lalu kamu tapi kenapa kamu gak mau maafin abang?"
"Terlalu banyak luka yg harus di sembuhin" jangan nangis prilly. Jangan nangis di depan nya, itu hanya menunjukkan bahwa kamu lemah.
"Dengan apa abang harus menebusnya biar kamu bisa maafin abang?"
"Ceraiin aku" ucapku mulai bergetar. Sepertinya aku sudah tidak bisa menahan air mata ku lebih lama lagi.
"Gak akan pernah!" Ucapnya tegas, aku menatapnya penuh amarah begitupun Ali yg menatapku dengan rasa marah dan kesedihan. Mungkinkah ali juga sama terluka nya dengan ku.
"Prill.. eza nya nangis nih" teriak bunda dari atas tangga menghampiriku dan ali. Aku mengambil alih Eza dari gendongan bunda yg tengah menangis.
"Anak bunda udah bangun ya". Aku mencoba menenangkan nya. Namun tangisnya tetap saja tidak mau berhenti.
"Mungkin Eza kangen sama ayahnya prill" ucap bunda. Ku lihat ali menatap eza sedih.
"Boleh abang gendong pril?" Tanya ali mengulurkan tangan nya ke arahku. Buru-buru aku menjauhkan Eza dari ali.
"Sebentar aja prill. Abang kangen sama eza" melihat kesungguhan ali aku menjadi tidak tega, hanya sebentar kan lagian ali menggendongnya didepanku jadi tidak mungkin ali akan macam-macam. Dengan berat hati aku memberikan eza yg masih menangis pada ali, dengan hati-hati ali meraihnya dan mendekapnya.
"Eza.. anak ayah" ali mendekap Eza penuh sayang dan saat itu juga Eza berhenti menangis dan berganti dengan senyuman. Ada rasa sesak saat melihatnya, mungkin bunda benar Eza kangen sama ayahnya. Diam-diam aku tersenyum melihat kedekatan Ali dan Eza. Layaknya kami berada di dalam keluarga kecil yg bahagia.
"Prill kita ajak Eza jalan-jalan yuk" ajak ali yg langsung ku tolak mentah-mentah.
"Gak. Cukup disini aja"
"sebentar aja prill.. lagian cuaca sore ini lagi bagus juga" aku hendak membantah Ali namun ali lebih dulu memotong ucapanku.
"Aku juga punya hak atas Eza prill" apakah itu tadi sebuah ancaman.
"Oke tapi hanya satu jam gak lebih"
"Satu jam sudah lebih dari cukup prill"
****
Ali POVAkhirnya sore ini aku bisa mengajak Eza dan juga prilly jalan-jalan ke taman meski harus dengan ancaman-ancaman.
"Prill kita duduk disana ya" tunjuk ku pada sebuah kursi yg ada ditengah taman tersebut. Aku berjalan lebih dulu dengan mendorong kereta bayi milik Eza dan prilly mengikuti ku dari belakang. Hanya saling diam memandagi taman yg terlihat cukup ramai di sore hari seperti ini, sebelum akhirnya ada sebuah suara menyapa kami.
"Hai" aku dan prilly menoleh bersamaan dan mendapati pria brengsek ini lagi.
"Mau apa lagi?" Tanya prilly.
"Aku cuma mau minta maaf sama kalian" aku segera berdiri menantang tatapan nya.
"Gak ada yg perlu dimaafin" ucapku marah.
"Aku udah maafin kamu dan sekarang kamu bisa pergi dari sini"
Aku menoleh cepat melihat prilly begitu mudahnya memaafkan Bima."Kamu bercanda udah maafin dia?"ucapku kesal. Prilly menatapku lelah.
"Udahlah untuk apa juga kita masih ngurusin hal sepele kayak gini toh semua ini gak akan ngerubah keputusan aku" Apa tadi prilly bilang? Sepele?
"Kamu bilang ini masalah sepele?"
"Kamu bercanda, hah!"
"DIA UDAH NODAIN KAMU DAN NINGGALIN KAMU GITU AJA DAN IMBASNYA KE AKU. KAMU BILANG SEPELE!!" Teriak ku marah pada prilly.
"Gak perlu teriak-teriak kayak gitu, aku juga denger" jawabnya bergetar dan menangis.
"Bang.."
"DIEM LO! INI SEMUA GARA-GARA LO!"
Ku lihat prilly hendak pergi tapi aku lebih dulu menahan tangan nya dan membawa nya pergi dari taman ini.
"masuk!!" Perintahku saat kami sudah berada di dekat mobil dan menyuruhnya untuk masuk kedalam mobil. Prilly hanya menurut saja.
Aku ikut memasuki mobil dan menutup pintu mobil dengan kasar. Didalam mobil prilly terus menangis sambil mendekap eza."Jadi ini alasan kamu minta cerai, HAH!"
"Hoeekk.. hoeekk"
"Bisa pelan gak sih ngomongnya. kasian Eza!" Ucapnya penuh penekanan.
"bukan karna Bima aku minta cerai tapi ini semua karna sikap kamu!"