Pertarungan

58 10 0
                                    


Zayyan berdiri di depan pintu ruangan yang terasa menyeramkan, suasana pengap dan gelap menyelimuti hatinya. Ia telah mengetahui apa yang terjadi, bagaimana Lex dan Hyunsik memberitahunya tentang penyekapan Sing dan teman-temannya didalam ruangan itu. Sekarang, ia harus berani memasuki ruangan yang penuh kegelapan ini.

Dengan hati yang berdebar, Zayyan membuka pintu. Suara berderitnya seakan memecah keheningan yang mencekam. Begitu melangkah masuk, aroma lembap dan bau karat langsung menyergapnya. Di tengah kegelapan, terlihat lima pemuda terikat, wajah mereka pucat dan penuh ketakutan.

"Tolong, siapapun di situ, bantu kami!" suara Gyumin terdengar lemah, namun harapan masih terpancar dari nada bicaranya.

Zayyan tertegun sejenak, meresapi suara itu. Saat matanya menyesuaikan diri dengan kegelapan, ia menyadari siapa yang terikat di sana. Sing! Adiknya! Ketika Gyumin dan yang lainnya menoleh, Zayyan melihat keempat pasang mata yang penuh harap.

Kedua mata Sing menyipit, berusaha melihat lebih jelas. "Kak Zayyan, kau di sini!" ucapnya terharu, air mata kebahagiaan mulai mengalir di pipinya.

Zayyan bergegas menghampiri mereka. Melihat kondisi Sing, hatinya terasa hancur. Ia mengeluarkan pisau kecil dari saku, dengan cepat memotong tali yang mengikat tangan adiknya. "Syukurlah kau tidak terluka," bisiknya, mencoba menenangkan Sing.

Setelah berhasil membebaskan Sing, Zayyan beralih ke yang lain. "Satu per satu, kita harus cepat!" perintahnya tegas. Dalam sekejap, mereka semua terbebas dari ikatan.

"Terima kasih, Zayyan," wain berkata, napasnya masih tersengal akibat ketakutan yang mengikatnya. "Kami pikir kami tidak akan bisa keluar dari sini." ucap Davin.

"Tidak ada waktu untuk berlama-lama," kata Zayyan dengan suara mantap. "Kita harus pergi dari sini sebelum mereka mengetahui rencana kabur kita."

Mereka berlari menuju pintu keluar, namun Zayyan merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Suara langkah kaki mendekat, dan saat itu, jantungnya berdegup kencang. "Ayo cepat!" teriaknya, memimpin mereka menuju pintu samping mension.

Dalam perjalanan melarikan diri, Zayyan terus menengok ke belakang, memastikan Sing dan teman-temannya selamat. Saat mereka berlari, bayangan-bayangan menakutkan dapat terlihat di sudut matanya, seolah mengawasi setiap langkah mereka.

Akhirnya, mereka sampai di pintu keluar yang tertutup rapat. "Sini bantu aku!" Zayyan berteriak, berusaha mendorong pintu yang tampak berat. Sing dan Gyumin segera mengulurkan tangan, membantu mendorong pintu itu.

Dengan satu dorongan keras, pintu itu terbuka, membiarkan cahaya menyilaukan masuk. Zayyan melangkah keluar terlebih dahulu, diikuti oleh yang lainnya. Begitu mereka berada di luar, rasa lega menyelimuti hati mereka. Namun, ancaman masih mengintai.

"Ini belum selesai," gumam Zayyan, menatap ke arah kegelapan yang mengintimidasi di balik mereka. "Kita harus bersiap untuk menghadapi apa pun yang datang."

Sing menggenggam tangan kakaknya, merasakan kekuatan dan ketenangannya. "Bersama, kita bisa menghadapi apa pun," ucapnya penuh keyakinan.

Zayyan mengangguk, menyadari bahwa apapun yang terjadi, mereka tidak akan pernah sendirian. Dalam dimensi yang gelap ini, mereka telah menemukan cahaya harapan dalam kebersamaan.

Suara teriakan tiba-tiba menggema di telinga mereka, memecah keheningan malam. "Mau ke mana kalian?" tanya pria itu dengan nada mengancam, sosok yang tak lain adalah ayah tiri Zayyan seorang yang kejam dan psikopat. Mereka berdelapan tertegun, ketegangan menyelimuti suasana. Namun, di dalam hati mereka, keyakinan akan kebaikan yang akan menang tak pernah pudar.

"Wah, rupanya ada anak kesayangan ayah juga di sini. Sini nak, sudah lama kita tidak bertemu," ucap ayah tiri Zayyan sambil tersenyum sinis, matanya berkilau dengan niat jahat yang tersembunyi.

Zayyan, meski merasa terancam, menegakkan punggungnya. "Apa yang kau lakukan terhadap mereka itu sangat tidak baik. Bahkan kau hampir menghancurkan masa depanku di masa lalu," jawab Zayyan tegas, menatap ayah tirinya dengan keberanian yang terpatri dalam hatinya.

"Wah, ternyata kau tidak tahu terima kasih, ya Zayyan. Sudah dirawat, tapi apa balasanmu sekarang?" ayah tiri Zayyan membalas dengan suara yang penuh sarkasme.

"Cukup! Aku bahkan tidak merasa bahwa kau merawatku. Dulu, kau yang selalu mengekangku, bahkan kau juga yang membunuh temanku, Beomsu!" Emosi Zayyan meluap, suaranya bergema dalam kegelapan malam itu.

Semua terkejut mendengar nama Beomsu. Leo, salah satu teman Zayyan, tidak bisa menahan diri. "Kau jahat, paman! Bahkan orang tidak bersalah pun kau bunuh!" teriaknya dengan penuh kemarahan.

"Diam kau, anak kecil! Kau tak tahu apa-apa tentang aku!" Ayah tiri Zayyan membalas dengan kemarahan yang membara, sambil menodongkan pistol ke arah Leo.

Melihat itu, Zayyan langsung menarik Leo ke belakang tubuhnya. Ia tidak mau ada korban lagi akibat tindakan kejam ayah tirinya. "Hentikan permainanmu! Apa maumu?" tanya Zayyan dengan suara bergetar namun berusaha tegar.

Ayah tiri Zayyan tersenyum sinis melihat putranya. "Mau ku cuma satu, kau tinggal bersama ku selamanya dan harus mengikuti apapun mauku, Zayyan," ucapnya dengan nada penuh kekuasaan.

Sing, adik Zayyan yang selalu berani, maju ke depan. "Kau tidak bisa melakukan kemauanmu seenaknya saja. Emang siapa kau, Paman Tua?" tantangnya, berusaha melindungi Zayyan dan yang lainnya.

Kedua belah pihak saling berhadapan, ketegangan semakin memuncak. Dalam hati Zayyan, ia tahu bahwa ini adalah saat penentuan. Ia tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk teman-temannya dan untuk masa depan yang lebih baik.

"Jika kau menginginkan aku, kau harus melewati kami dahulu," ucap Zayyan dengan tegas, menantang ayah tirinya. Dalam sekejap, semua mata tertuju pada pria berbahaya itu, menunggu reaksinya.

Ayah tiri Zayyan mengerutkan keningnya, wajahnya berubah marah. "Kau berani menentangku, Zayyan? Kau tidak tahu siapa aku!" suaranya menggema, menandakan bahwa ia tidak akan mundur dengan mudah.

"Dan kau tidak tahu siapa kami!" teriak Leo, berusaha membangkitkan semangat teman-temannya yang tampak ketakutan. "Kami tidak akan membiarkanmu menyakiti Zayyan atau siapa pun di sini!" ucap gyumin tegas.

Mendengar itu, ayah tiri Zayyan tertawa sinis. "Kau pikir kalian bisa menghentikanku? Aku lebih kuat dari yang kalian bayangkan."

Zayyan merasakan ketegangan meningkat. Ia tahu bahwa mereka harus bersatu untuk melawan kejahatan yang mengancam. "Kita tidak sendirian," gumam Zayyan, berusaha memberi semangat kepada teman-temannya.

Leo dan Sing berdiri di samping Zayyan, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi. "Kita akan melawan, kak Zayyan. Kita tidak akan membiarkan dia menang," kata Sing, matanya menyala dengan semangat.

Tiba-tiba, ayah tiri Zayyan mengarahkan pistolnya ke arah Zayyan. "Jika kau tidak mau menurut, maka kau harus berhadapan dengan konsekuensinya," ucapnya dengan nada dingin.

Zayyan merasakan detak jantungnya meningkat. "Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu mengontrol hidupku lagi!" teriaknya, mengambil langkah maju, berusaha menantang ketakutan yang menggerogoti hatinya.

Dalam momen itu, kesadaran akan keberanian dan persahabatan menyala dalam diri mereka. Mereka tahu bahwa jika mereka bersatu, mereka bisa mengalahkan kejahatan yang mengancam.

Kegelapan malam menjadi saksi dari pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara harapan dan ketakutan. Di tengah ketegangan itu, satu hal yang pasti: mereka tidak akan mundur.

kasih semangat buat zayyan gais untuk melawan ayah tirinya yang kejam itu 🔥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


kasih semangat buat zayyan gais untuk melawan ayah tirinya yang kejam itu 🔥






Happy Reading 🥰❤️

Pertemuan Singkat ( Xodiac)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang