Hari yang cerah menyapa Helen saat ia melangkah keluar dari rumah sakit. , Setelah beberapa minggu terbaring lemah, akhirnya ia diperbolehkan pulang. , Rama dan Dita menemaninya dengan penuh kelegaan, wajah mereka berseri-seri.
"Selamat datang di rumah,," kata Dita, memeluk Helen erat.
Helen tersenyum, "Aku senang bisa pulang."
Mereka tertawa dan berjalan bersama memasuki rumah.
Rama yang selesai memakirkan mobil, bergegas menyusul Helen dan Dita. Mereka duduk di sofa dan membahas banyak hal.
"Sudah sampai mana persiapan pernikahan kalian?" , tanya Dita mengganti topik.
"Sudah semua, tinggal besok membagikan undangan."
"Jangan terlalu capek, Len," , ucap Dita mengingatkan.
Helen tersenyum. " Tenang saja Kak."
Dita menoleh, beralih menatap Rama. "Jangan biarkan Helen terlalu capek."
Rama mengangguk. "Tenang saja. Aku sudah mengatur agar besok Helen tidak terlalu capek."
Helen yang menangkap suara khawatir sang kakak tertawa. "Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Aku sudah baiik-baik saja, Kak."
....
Mentari mulai menampakan wujudnya yang bulat. Helen yang sedang bercermin di depan meja riasna tersenyum. Ia menyentuh rambutnya yang pendek seperti rambut pria.
Meskipun rasa sedih masih bersarang kuat di hati, ia harus tetap terlihat cantik hari ini. Helen membuka laci dan meraih rambut palsunya.
Rambut itu sudah ia beli beberapa minggu lalu,namun ia belum pernah sama sekali memakainya.
Merasa lebih cantik dengan rambut palsunya, Helen tersenyum lebar. Ia bersiap menghampiri Rama yang sudah menunggu di mobil.
Helen keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Ia melangkah mendekati pintu dan langsung disambut senyum Rama.
"Cantik sekalii," , puji Rama yang sedang duduk di teras.
Helen tersipu, mengunci rumahnya dan berjalan bersama Rama menuju mobil yang terparkir.
"Kamu sudah siap?" , tanya Rama, sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Helen masuk ke dalam mobil.
Helen mengangguk, "Siap. , Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan semua orang."
Perjalanan mereka dimulai. , Rama menyetir dengan hati-hati, matanya sesekali melirik Helen yang duduk di sampingnya. , Ia merasa bahagia, ia merasa mimpi buruknya telah berakhir. , Ia yakin, ia akan bisa membangun kehidupan baru bersama Helen.
Mereka mengunjungi beberapa rumah kerabat dan teman-teman Rama. , Rama memperkenalkan Helen dengan penuh bangga, "Ini calon istriku, Helen."
Teman-teman Rama terkejut. , Mereka kaget karena Rama tidak pernah mengenalkan Helen sebelumnya. , "Wah, Rama, kamu diam-diam sudah punya calon istri, ya?"
Rama hanya tersenyum, "Ya, aku sudah menemukan wanita yang tepat untukku. Namanya Helen, gadis cantik yang menawan."
Helen yang mendengar itu tersipu. Entah mengapa setiap kali Rama mengatakan hal-hal manis tentangnya, ia selalu merasa sangat bahagia.
....
Hari pun berjalan dengan cepat. , Saat itu sudah sore. Setelah mengunjungi beberapa rumah teman dan kerabat Rama, pria itu mengantarkan Helen pulang.
Rama menyuruh Helen beristirahat. Pria itu berjanji besok akan menemaninya ke pantay yang mempertemukan mereka. Helen kkkeluar dari mobil, berlari kecil memasuki halaman rumahnya dan berdiri di teras.
Ia memperhatikan mobil Rama yang melaju membelah jalan.
Melihat itu Helen membuka pintu rumahnya, mengedarkan pandangan menatap rumah yang sunyi. Ia berjalan menghampiri tangga dan menaikinya.
Sampai di dalam kamar, rasa sakit yang samar menjadi terasa sangat kuat. Helen bersimpuh di depan nakas. Ia mencari obatnya di dalam laci dengan air mata yang turun. Sepekan lagi hari pernikahannya, namun ia rasa semesta tak menakdirkannya dengan Tama.
"Kenapa rasanya semakin sakit?" , gumam Helen, tangannya memegang dada.
Ia mencoba untuk tenang meskipun air mata enggan berhenti mengucur, namun rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. , Helen terengah-engah, keringat dingin membasahi pakaiannya.
Dengan tenaga yang tersisa. ia duduk di tepi ranjang. Merasa bayangan masa depannya bersama Rama tinggalah khayalan, Helen terisak.
Ia menikmati tiap rasa sakit di dadanya. Rasa sakit yang seolah memberi perrtanda.
Meskipun rasanya berat meningalkan Rama, ia sudah memberikan usaha yang terbaiknya akhir-akhir ini.
Helen meraihhh pponsel di atas nakas.Ia mencari nomor Rama dan menelponnya.
"Rama," , ucap Helen lemah saat sambungan telepon terhubung.
"Ada apa,, Len?"
"Bisa kamu datang ke rumahku sekarang juga?"
Rama yang bingung dengan permintana mendadak Helen, terdiam. Sebenarnya ia merasa sangat lelah, namun ia tidak bisa menolak permintaan sang kekasih. "Tunggu, 10 menit lagi aku sampai."
Helen yang mendengar itu mematikan sambungan telepon. Ia tidak mampu berkata lagi, bahkan nafasnya begitu sesak.
"Ada apa, Len?" , tanya Rama yang langsung membuka pintu kamarr sang kekasih.
Namun ia yang melihat kondisi tak berdaya Helen, berlari menghampiri gadis itu. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan kanan Helen yang dingin.
"Kamu kenapa?" , tanyanya panik, "kita ke rumah sakit ya."
Helen menggeleng. Tubuhnya mengeluarkan keringat yang tak wajar, nafasnya putus-putus, dan kakinya bergetar.
"Kita harus ke rumah sakit."
Namun Helen masih menggeleng. Ia tak mengeluarkan sepatah kata namun matanya berkaca-kaca.
"Maafkan aku, Rama. Aku tidak bisa menepati janjiku. Aku tidak bisa tetap selalu ada di sisimu. Aku sudah tidak kuat lagi."
Rama menggeleng kuat. "Jangan berkata begitu Len. Ingat pernikahan kita."
Rama yang melihat Helen semakin kehilangan kesadaran, menggendong kekasihnya. Ia membawa Helen ke rumah sakit.
.....
See you
![](https://img.wattpad.com/cover/376758322-288-k16dcf4.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombak Rindu dan Janji Terakhir (TAMAT)
RomanceHelen, dengan mata redup namun berbinar semangat, kembali ke tanah air setelah sepuluh tahun berjuang melawan kanker. Ia ingin merasakan kembali pasir pantai masa kecilnya, tempat kenangan bersama sang ibu terukir. Di sana, ia bertemu Rama, pria mis...