Hati Rama berdebar kencang saat melihat Helen membuka mata. , Setelah beberapa hari terbaring lemah, terombang-ambing di antara mimpi dan kenyataan, Helen akhirnya tersadar. , Matanya yang biasanya berbinar ceria kini tampak sayu, namun tatapannya tetap hangat saat ia menatap Rama dan Dita bergantian.
Helen mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, menatap dinding rumah sakit yang pucat dan mendengar suara-suara alat medis yang membantu kehidupannya. , Meskipun ia tidak tahu apa yang telah terjadi, namun kondisi dan raut wajah Rama dan Dita sudah cukup menggambarkan semuanya.
Helen menoleh menatap Rama, matanya berkaca-kaca. , Rama menanggapi itu dengan senyum, berusaha menyembunyikan rasa cemas yang mencengkeram hatinya. , "Hai, apakah kau ingin makan sesuatu?" , tanya Rama lembut.
Helen menggeleng pelan. , Ia berbalik menatap Dita yang terus menangis. , "Kenapa kamu menangis, Kakak?" , tanyanya, suaranya lemah namun penuh kasih sayang.
Dita tidak mampu bersuara. , Ia hanya menggeleng, air matanya semakin deras mengalir.
"Aku baik-baik saja, Kak."
Dita yang melihat Helen mengatakan itu dengan susah-payah, semakin menangis. Ia terisak keras sampai membuat tubuhnya bergetar. Tak mau melihat Helen jadi ikut bersedih, ia keluar dari ruangan.
Tinggallah Rama di ruangan itu, Helen menatap Rama, "Apakah kau masih mencintaiku?"
Rama tersenyum. "Aku selalu mencintaimu dan akan tetap mencintaimu."
"Kalau begitu, percepat pernikahan kita. , Aku ingin sebulan ke depan semua sudah selesai," kata Helen, suaranya terdengar tegas meskipun masih lemah.
Rama terkejut. , Ia tak menyangka Helen akan meminta hal itu. , Namun, Helen yang melihat reaksi Rama bertanya kembali,"Kenapa?" tanya Helen tersinggung. "apa kau berubah pikiran?"
Rama menggeleng cepat. "Aku akan mempersiapkan semuanya," , jawabnya yakin.
Helen ikut tersenyum. Ia merasa tenang mendengar jawaban dari Rama. Ternyata dia benar-benar mencintainya.
"Tapi kau berjanji untuk tidak meninggalkanku begitu saja," , pinta Rama, menggenggam tangan kiri Helen yang tak diimpus.
"Memangnya aku mau meninggalkanmu kemana?" , tanya Helen terkekeh, "Aku tidak akan kemana-mana. , Aku akan selalu ada untukmu."
Rama terdiam, matanya berkaca-kaca. , Ia merasa bahagia, namun juga takut. , Ia tak ingin kehilangan Helen, ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama Helen.
"Baiklah," kata Rama, akhirnya. , "Kita akan menikah. , Segera."
Helen tersenyum, matanya berbinar. , Ia merasa bahagia, ia merasa harapannya kembali tercurah. , Ia yakin, ia akan bisa melewati semua rintangan dan hidup tenang.
Sekalipun Rama bukan menjadi miliknya, ia akan tetap mendukung kebahagiaannya. Dan seandainya takdir berkata lain, setidaknya ia pernah berusaha.
....
Keesokan paginya Rama datang dengan sebuket bunga. Ia membawa tas besar yang tak diketaui Helen.
"Pagi Dita! Pagi Helen!" , sapanya pada kakakk beradik yang sedang menonton televisi.
"Hai Rama," , Dita menyappa balik. "Aku pamit cari sarapan dulu ya." Ia yang memang menunggu Rama segera bangkit.
"Ya sudah," , jawab Rama, "Biar aku yang gantian menjaga Helen."
Dita mengangguk. "Len, Kakak keluar sebentar ya."
Helen mengangguk. "Jangan lama-lama, Kak."
Dita tersenyum. "Iya," , jawabnya dan pergi meninggalkan Rama dan Helen.
"Sudah sarapan?" , tanya Rama lembut.
"Helen mengangguk. 'Kalau kamu?"
"Sudah," , jawab Rama, sibuk mengeluarkan buku besar dari dalam tasnya.
"Ini foto-foto gaun pengantinnnnnn dan contoh dekorasi gedung."
Helen bangkit duduk dibantu Rama. Ia melihat lembar demi lembar yang dipertunjukan kekasihnya. "Cantik-cantik semua."
Rama mengangguk. "Tapi kamu suka yang mana?"
Helen terdiam, berpikir keras memilih gaun dan dekorasi pernikahan mereka.
Di tengah pikirannya, suara derit pintu terdengar. Rama dan Helen buru-buru menoleh, menatap bingung Dita yang kembali.
"Cepat sekali, Kak?"
Dita mengangguk. "Aku memesan makanan di kantin rumah sakit dan pelayannya bilang nanti diantar."
Helen mengangguk-anggukan kepalanya. "Bisa kau tolong aku, Kak?"
Dita mendekati sang adik, berdiri bersebrangan dengan Rama.
"Aku menyukai semua gaun dan dekorasi ini. Aku bingung memilih yang mana. Bisa kau membantuku memilih?"
Dita tersenyum dan mengangguk. Ia meraih buku besar yyang digenggam Rama.
Setelah cukup lama membulak-balik halaman, pilihannya jatuh pada gaun putih dengan permata yang menghias tiap jengkal.
Gaun itu memiliki potongan rendah, menampilkan leher jenjang si pemakai. Bagian bawahnya mengembang dan tampak bebuntutnya menyentuh lantai.
....
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombak Rindu dan Janji Terakhir (TAMAT)
RomanceHelen, dengan mata redup namun berbinar semangat, kembali ke tanah air setelah sepuluh tahun berjuang melawan kanker. Ia ingin merasakan kembali pasir pantai masa kecilnya, tempat kenangan bersama sang ibu terukir. Di sana, ia bertemu Rama, pria mis...