Senja telah berlalu, meninggalkan langit malam yang dihiasi bintang-bintang berkelap-kelip. Helen, dengan langkah gontai, membuka gerbang rumahnya. Ia disambut oleh Dita, kakaknya, yang telah berdiri di ambang pintu, matanya menatap Helen dengan tatapan lembut.
"Sudah pulang, Len?" tanya Dita, suaranya terdengar tenang.
Helen terdiam sejenak, matanya bertemu dengan tatapan lembut Dita.
"Iya, Kak," jawab Helen, berusaha bersikap biasa.
Dita hanya mengangguk, matanya masih tertuju pada Helen. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menyuruh Helen masuk dan membersihkan diri.
Setelah Helen membersihkan diri, ia turun ke ruang makan. Dita telah menata meja makan dengan hidangan malam yang sudah terlewat dua jam. Dita hanya diam, matanya menatap makanan di atas piring yang sudah mendingin.
Helen merasa sedikit tidak nyaman dengan keheningan yang menyelimuti ruangan.
"Kenapa kamu diam saja, Kak?" tanya Helen.
Dita masih terdiam.
Tak mau memikirkan hal yang tidak-tidak, akhirnya Helen menceritakan tentang perjalanannya ke pantai, namun ia tidak menceritakan tentang pertemuannya dengan Rama. Ia hanya bercerita tentang keindahan pantai dan betapa ia menikmati suasana senja.Dita mendengarkan dengan saksama. Setelah Helen selesai bercerita, Dita hanya berkata, "Hati-hati jika jalan sendiri, Len, apalagi ketika hari mulai malam. Kamu tahu tubuhmu sedang tidak baik-baik saja."
Helen mengangguk, merasa sedikit kecewa dengan sikap dingin sang kakak. Ia merasa Dita hanya sekedar berbusa-basi menanggapi ceritanya, namun ia tidak berani bertanya lebih lanjut.
Keesokan paginya, Helen beraktivitas seperti biasa. Ia membantu Dita menyiapkan sarapan, dan mereka menyantapnya bersama. Setelah itu, Dita pamit pergi mencari pekerjaan.
Helen menghabiskan pagi dengan berkutat di depan laptop di kamar lantai dua. Ia mencoba mencari nama Rama di media sosial, namun sayangnya ia tidak tahu nama panjang Rama. Foto-foto yang ditampilkan di media sosial dengan nama Rama berbeda dengan wajah pria yang ia temui di pantai.
Namun, Helen tidak kehabisan ide. Sore harinya, ia berjalan santai menelusuri komplek, mencari ciri-ciri rumah yang dijelaskan oleh Rama.
Di sela percakapan asyik mereka saat sedang di jalan menuju rumah, pria itu mengatakan rumahnya berada tepat di belakang rumah Helen dengan ciri-cciri rumah yang unik. Rama menggambarkan rumahnya yang seolah paling besar dan lapang, tidak seperti rumah-rumah di Komplek Permai yang minimalis.
Helen berjalan menelusuri jalanan komplek yang sepi, matanya tertuju pada setiap rumah yang dilewatinya. Ia mencari rumah besar dengan pagar tinggi dan halaman luas, seperti yang diceritakan oleh Rama. Namun, ia tidak menemukan rumah yang sesuai dengan deskripsi itu.
Helen mulai merasa putus asa. Ia merasa seperti sedang mencari jarum di tumpukan jerami. Ia merasa semakin penasaran dengan Rama, ia juga merasa merindukan kehangatan pria itu.
Setelah lama berkeliling. Ia menepi di depan rumah yang terlihat tak terawat. Dengan perasaan tak nyaman Helen buru-buru mengambil obat di saku rok yang ia kenakan.
Suara dari burung di kejauhan terdengar bergema. Helen yang sedang membuka tutup botol minumnya, melirik ke kanan dan ke kiri. Namun hembusan angin terasa kencang, sampai menerbangkan daun-daun kering yang gugur.
Helen kembali berjalan. Tangannya sibuk menyelipkan botol minum di saku samping tas gendongnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Di dalam hati, ia berharap semesta sudi mempertemukannya kembali dengan Rama.
Namun, saat Helen sedang membuka gerbang rumah, ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Ia menoleh dan melihat Rama berjalan mendekat. Pria itu terlihat seperti baru saja berjalan dari arah seberang.
"Helen, tunggu!"
Helen menoleh dengan mulut membuka, matanya menatap Rama. Ia merasa sedikit terkejut, namun hatinya menjerit senang. Ternyata semesta begitu cepat mengabulkan harapannya.
"Ada apa?" tanya Helen, pura-pura kebingungan.
Rama menggaruk kepalanya merasa canggung. Ia menatap ragu Helen yang masih setia menunggu. "Aku ingin mengajakmu ke taman."
Helen mengerutkan alis. "Taman?" tanyanya memastikan.
Rama mengangguk. "Di dekat sini ada taman yang lumayan sejuk."
Helen yang memang menantikan pertemuannya dengan Rama, mengiyakan ajakan itu. "Kebetulan aku sedang merasa bosan di rumah."
....
Hmmmm.
Semoga kelanjutan cerita ini lebih menarik dan membuat Anda penasaran! 😊
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombak Rindu dan Janji Terakhir (TAMAT)
RomansaHelen, dengan mata redup namun berbinar semangat, kembali ke tanah air setelah sepuluh tahun berjuang melawan kanker. Ia ingin merasakan kembali pasir pantai masa kecilnya, tempat kenangan bersama sang ibu terukir. Di sana, ia bertemu Rama, pria mis...