Wanita itu hanya diam, matanya menatap Baron dengan kebingungan. Lalu, seolah tersadar dari lamunan, ia berkedip beberapa kali. "Ka-kamu Baron?"
"Vi, ayo masuk dulu! Hujannya deras."
"Ta-tapi..."
Tanpa banyak bicara lagi, Baron mengajak Vivian masuk ke dalam mobil. Kim dan Gery juga mengenal siapa Vivian, seorang alumni SMA mereka, dan suasana dalam mobil mendadak berubah. Gery, tanpa protes, pindah ke kursi depan, memberikan ruang bagi Baron dan Vivian di belakang.
"Apa yang kamu lakukan di malam begini?" tanya Baron. Ia lalu memberikan jaketnya pada Vivian untuk sekedar menghangatkan tubuhnya yang kini sudah basah kuyup.
"Ah, terimakasih, Ron." Vivian menatap Baron, "Tadi aku ada urusan dengan kantor, dan kebetulan aku tak bawa kendaraan, taksi juga tak muncul, jadi aku berakhir seperti ini."
Baron terhuyung saat ditatap Vivian terus-terusan seperi itu, seolah-olah ada sesuatu yang terjadi antara Baron dengan Vivian di masa lalu.
"Bos!" panggil Kim.
Ron?" Vivian menyadarkan Baron.
"Eh, ya? Ada apa?" Baron kalap.
"Kemana kita selanjutnya?" tanya Kim.
"Kita antar Vivian pulang."
"Baik, Bos!" ucap Kim.
"Bos? Wah, aku tak sangka kalian masih bersama sampai saat ini. Kalian sungguh memanggil Baron, "Bos"?"
Gery dan Gema terdiam. Sorot mata mereka bahkan tak berani menatap spion lagi.
"Enggak, kok. Itu hanya candaan," ucap Baron. "Kau tau kan, kami selalu bercanda."
"Ah, begitu. Tapi... omong-omong, dimana Gema? Bukannya kalian berempat selalu bersama?"
Mendengar pertanyaan Vivian membuat suasana berubah.
Baron pun tampak lesu. Ia memalingkan pandangannya.
"Eee... Gema... sudah...."
"Gema pindah ke luar negeri," sela Baron memotong ucapan Gery.
"Oh ya, dia kuliah atau kerja sekarang?"
"Dia kerja dan sudah bahagia di sana."
"Ah, syukurlah. Dulu, dia itu nakal, sama seperti kalian. Hahahaha."
"Kau benar, oleh karena dia sudah pindah, dan kini dia sudah bahagia," ucap Baron dengan senyuman. "Bahagia tanpa kami."
Suasana tiba-tiba senyap.
"Ya, itu rumahku, Kim!" seru Vivian menunjuk rumah besar di pinggir jalan. "Rumahku tak terlalu jauh dari kantor, jadinya aku ke kantor jalan kaki."
Mobil berhenti di depan rumah besar yang terlihat megah namun sunyi.
Vivian turun dengan perlahan, "Makasih ya, Kim, Ger, Ron. Aku nggak tahu lagi harus bilang apa. Atau kalian mau mampir dulu?"
Baron menatap rumah Vivian yang besar dan ia beranggapan bahwa Vivian pasti sudah memiliki suami dan berkeluarga.
"Tidak, tidak usah. Ada urusan yang harus kami selesaikan malam ini. Mungkin lain kali," jawab Baron yakin.
"Oh begitu, ya sudah kalian hati-hati ya," ucap Vivian dengan senyumnya yang lembut. Tak lama kemudian pembantu datang membawa handuk untuk Vivian.
Baron dan yang lainnya menunduk. Mobil bergerak sedangkan Vivian dan pembantunya berbalik badan menuju rumahnya yang besar itu.
Tampaknya Baron terus menatap rumah itu dari kejauhan hingga rumah besar itu tak terlihat lagi di jalanan. Ada sesuatu yang ia pikirkan tentang Vivian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Mariyuana
ActionBaron, anak jalanan dari Handom City, udah tahu kerasnya hidup sejak kecil. Setelah lulus SMA tanpa arah dan mimpi, dia bareng tiga sahabatnya memilih jalur gelap-mereka masuk ke dunia malam, geng, dan bisnis ilegal. Nggak butuh waktu lama, mereka s...